KALBAR TERKINI - Sebanyak 27 keluarga korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 belum mendapat santunan yang dijanjikan pihak maskapai sebesar Rp1,5 miliar.
Pihak keluarga korban juga tidak bersedia untuk mencairkan dana tersebut dikarenakan harus menandatangani surat Release and Discharge (RnD).
Surat tersebut berisi soal Komitmen ahli waris untuk tidak mengugat pihak Boeing.
Sedangkan, pihak keluarga ingin mengunggat sehingga tak mau menandatanganinya.
Satu di antara keluarga korban, Martha mengaku mendapatkan paksaan dan tekanan untuk mengambil santunan sebesar Rp 1,5 miliar.
“Kami ditekan dan dipaksa untuk mengambil uang santunan Rp1,5 miliar.
Sriwijaya Air juga mengancam keluarga korban kalau tidak mengambil santunan tersebut dalam waktu dua tahun maka dinyatakan hangus,” jelas Martha.
Hal senada juga diungkapkan oleh istri Kapten Dedi, Ari yang mengaku didatangi oleh notaris perwakilan Sriwijaya Air yang memintanya untuk mendatangi RnD.
Kapten Dedi adalah pilot Sriwijaya Air SJ 182 tujuan Jakarta-Pontianak yang bertugas pada saat kecelakaan terjadi.
“Kru dan beberapa petugas Sriwijaya datang ke rumah dengan alasan silaturahmi tapi kemudian memaksa untuk menandatangani RnD”, ungkap Ari.
Keluarga korban lainnya, Slamet Bowo Santoso mengatakan akan tetap menuntut dan tidak akan menandatangani RnD tersebut.
"Tentu kami akan menuntut lagi.
Kami akan terus memperjuangkan ini sampai dibayarkan.
Kami tidak akan pernah akan tanda tangan uang santunan itu kalau kami diminta tanda tangan.
Bagi kami santunan itu adalah santunan yang menjadi kewajiban maskapai karena sudah kecelakaan.
Kami tidak ada urusan dengan asuransi.
Kami akan tetap perjuangkan lagi," jelas Slamet Bowo.
Keluarga korban lain, Yuris mengatakan pihak direksi berjanji tidak akan mengambil haknya.
Santunan sebesar Rp1,5 Miliar dipastikan bisa diambil.
"Tapi Dirut tidak bisa menjawab ini RnD atau tidak.
Kalau ini tetap RnD, artinya dirut belum bisa memastikan, tapi dia sudah buat statement dia akan memastikn dia akan memberi hak ini ke kami," ujar Yuris.
Sementara itu, Syarif Rafik Alaydrus pada hari yang sama bersama beberapa keluarga korban lainnya juga mendatangi kantor Sriwijaya Air di Pontianak.
“Sayangnya, Manager Sriwijaya Air di Pontianak tidak berani memberikan pernyataan apapun.
Kami diminta untuk menunggu pernyataan resmi dari Sriwijaya Air pusat di Jakarta,” ujar Rafik.
Menurutnya, perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai disitu, selanjutnya mereka akan temui Komisi V DPR RI.***