"Thrust lever kanan tidak mundur seusai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal dan thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asimetri," jelas Nurcahyo.
3. Cruise Thrust Split Monitor (CSTM) terlambat memutus auto-throttle pada saat pesawat terjadi asimetri.
Menurut Nurcahyo, setelah asimetri, CTSM mestinya bisa menonaktifkan auto-throttle.
Namun, yang terjadi justru CTSM terlambat menonaktifkan auto-throttle sehingga pesawat mendadak berbelok ke kiri.
4. Pilot terlalu percaya pada sistem otomatisasi.
Akibatnya, pilot kurang memonitor instrumen pengendalian pesawat yang menyebabkan pesawat kehilangan kendali.
5. Akibat hilangnya kendali pilot, pesawat secara mendadak berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan.
Sedangkan pilot masih menyadari pesawat masih dalam kendali dan masih berbelok ke kanan.
"Kemudi miring ke arah kanan dan karena kurangnya monitor menimbulkan asumsi bahwa pesawat belok ke kanan sehingga tindakan pemulihannya tidak sesuai," jelasnya.
6. Kecelakaan Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak terjadi akibat belum ada panduan mengenai upset prevention and recovery training (UPRT) yang mempengaruhi proses pelatihan oleh maskapai terhadap pilot.
Nurcahyo menjelaskan, upset adalah kondisi di mana pesawat mengalami posisi yang tidak diinginkan: naik terlalu tinggi, menukik terlalu tajam atau berbelok terlalu besar.***