Tokoh berpengaruh, termasuk Luhut dan Airlangga Hartato yang juga ketua Partai Golkar, menyarankan bahwa pemilihan harus ditunda untuk memberi presiden petahana Jokowi lebih banyak waktu untuk menangani konsekuensi pandemi.
Yang lain bahkan menyerukan agar konstitusi diamandemen, untuk memungkinkan presiden tetap menjabat selama tiga periode berturut-turut, bukan dua peiode, sehingga membuka jalan bagi Jokowi untuk mencalonkan diri lagi pada Pemilihan Presiden 2024.
Meskipun Luhut baru-baru ini mengklaim 'data besar' yang tidak ditentukan, menunjukkan 110 juta orang Indonesia mendukung penundaan pemilihan, jajak pendapat menunjukkan bahwa ada dukungan publik yang sangat terbatas untuk itu.
Masih dari The Conversation, Jokowi belum secara terbuka mendukung penundaan itu, atau masa jabatan ketiga.
"Tetapi, Pandjaitan, 'menteri untuk segalanya' yang ada di mana-mana', sangat dekat dengan Jokowi, dan banyak yang menduga bahwa Jokowi terbuka untuk memperpanjang masa jabatannya," tambah The Conversation.
Bagaimanapun, wacana ini telah ada untuk sementara waktu, dan tidak akan hilang begitu saja, dan menghasilkan kontroversi yang besar di Indonesia.
Tidak sulit untuk memahami alasan munculnya wacana tersebut. Selama masa jabatan keduanya, Jokowi telah dengan cekatan membangun koalisi sekutu dan mantan musuh yang kuat namun tangguh.
Koalisi ini termasuk dilakukannya dengan para pemimpin partai dan taipan yang kuat. "Koalisi ini yang sekarang mendominasi politik Indonesia," The Conversation.
Setelah lebih dari tiga dekade berkuasa, rezim Orde Baru yang otoriter, dan didukung militer oleh mantan Presiden Soeharto, runtuh pada 1998.