Luhut Dipasang Jokowi untuk Seimbangkan Pengaruh Oligarki, Emirza: Sekaligus untuk Konsolidasi Kekuasaan!

- 13 April 2022, 16:59 WIB
Luhut Binsar Panjaitan saat berhadapan dengan Mahasiswa UI, ini yang menjadi sorotan Rocky Gerung
Luhut Binsar Panjaitan saat berhadapan dengan Mahasiswa UI, ini yang menjadi sorotan Rocky Gerung /Foto: Instagram @luhutbinsarpanjaitan/


KALBAR TERKINI - Masuknya sejumlah jenderal militer termasuk Luhut Binsar Panjaitan dalam pemerintahan merupakan kiat Presiden Joko 'Jokowi' Widodo untuk menyeimbangkan pengaruh oligarki.

Antisipasi ini yang membuat Jokowi memberi banyak tugas, bahkan hingga lintas sektoral bagi Luhut, dari sekadar sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari East Asia Forum (EAF), 27 Agustus 2017, penunjukan mantan jenderal TINI bintang empat di era Presiden Soeharto ini, penting bagi Jokowi karena beberapa alasan.

Baca Juga: WACANA JOKOWI 3 PERIODE! Politikus PDIP ke Luhut: Dia yang Ingin Menghancurkan Demokrasi, Dia Soeharto Baru

Selain menyediakan saluran penting untuk militer, Luhut telah bertugas untuk menegakkan beberapa tindakan disiplin di kabinet selama masa pemerintahan Jokowi.

"Penting bagi Jokowi untuk membantunya mengkonsolidasikan kekuasaan," tulis Emirza Adi Syailendra RSIS, analis riset di Program Indonesia dari S Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University, Singapura.

Beberapa menteri, lanjut Emirza memberi contoh, telah mengejek ketidakmampuan Jokowi dalam memerintah.

Baca Juga: Menteri Luhut Panjaitan Disebut Perdana Menteri Indonesia dan Menteri Segala Urusan oleh Media Internasional

Sikap ini menunjukkan kurangnya rasa hormat kalangan menteri itu kepada presiden.

"Menyikapi inkoherensi politik di Kabinet Jokowi, Luhut (juga) mengatakan bahwa lembaga negara, menteri, atau lembaga, dilarang bertentangan dengan presiden," kata Emirza.

Tanpa jaringan di lingkungan militer, dan tidak memiliki kekuasaan yang efektif atas partai politik, Jokowi dinilai telah terkekang dalam manuver politiknya.

Baca Juga: Bupati Banjarnegara Pernah Tidur di Aspal dan Salah Sebut Nama Menko Luhut Panjaitan, Ini Profil Budhi Sarwono

"Untuk mengatasi hal ini, Jokowi menempatkan beberapa purnawirawan jenderal TNI Angkatan Darat ke pos-pos sipil penting, sebagai menteri koordinator, menteri pertahanan, dan kepala intelijen negara," katanya.

"Bisa dibilang, salah satu penunjukan paling signifikan yang pernah dilakukan Jokowi, adalah pengangkatan Luhut," kata Emirza.

Selain menyediakan saluran penting untuk militer, Luhut telah bertugas untuk menegakkan beberapa tindakan disiplin di kabinet.

Baca Juga: Berikut Harga Jual Resmi 11 Obat Terapi Covid-19, Luhut Binsar: Cabut Izin Kalau Ada yang Ambil Kesempatan

Kehadirannya penting bagi Jokowi untuk membantunya mengkonsolidasikan kekuasaan.

"Jokowi membenarkan disposisi ini sebagai cara untuk menyatukan suara dan kepentingan yang berbeda di dalam kabinetnya," kata Emirza.

Menurut Emirza, salah satu strategi yang menarik adalah pengesahan Luhut pada 2015 atas Rizal Ramli, sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

"Rizal Ramli memiliki reputasi sebagai kritikus kontroversial, dan keputusan Jokowi untuk menempatkannya di kementerian yang sangat strategis dan pusat, telah membuat banyak orang bertanya-tanya apakah itu strategi yang disengaja untuk melawan oligarki," lanjutnya.

Sejak menjabat, Rizal Ramli dinilai telah mencurahkan perhatian yang signifikan untuk mengkritik proyek-proyek yang terkait dengan kepentingan beberapa oligarki.

Perseteruan tingkat tinggi termasuk serangan publik Rizal Ramli terhadap Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada Agustus 2015 terkait proyek pembangkit listrik 35.000 megawat yang diusulkan JK.

"Rizal Ramli secara terbuka menyerang Sudirman Said, yang terkait erat dengan Kalla, atas kontroversi Freeport dan kontroversi ladang gas Masela," tambah Emirza.

Sudirman Said dan Rizal Ramli kemudian diberhentikan dalam reshuffle kabinet, dan memberikan kesempatan kepada Jokowi untuk mendatangkan seorang profesional, Arcandra Tahar, untuk menggantikan Sudirman.

Namun, menteri baru itu sendiri dengan cepat diganti setelah diketahui memiliki paspor AS.

Setelah itu, Jokowi mempercayakan Luhut untuk sementara waktu menggantikan posisi Arcandra.

"Hubungan kuat Luhut dengan Setya Novanto, pemimpin baru Partai Golkar, juga meningkatkan pengaruh Jokowi karena dia memiliki opsi untuk beralih dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri, ke Golkar," lanjut Emirza.

Menurutnya, hal ini dilakukan ketika itu untuk pemilihan presiden berikutnya.

Setya sebelumnya adalah Ketua DPR RI, tetapi belakangan mengundurkan diri menyusul kontroversi seputar pembaruan kontrak dengan afiliasi Freeport-McMoRan.

Berbasis di AS, Freeport-McMoRan mengoperasikan tambang emas terbesar di dunia, dan juga tambang tembaga terbesar ketiga.

Masih menurut Emirza, Setya Novanto terdengar dalam sebuah rekaman, meminta bagian di pembangkit listrik di Papua, sebagai imbalan atas perannya untuk membujuk Jokowi dan Luhut, penasihat kepercayaan Jokowi, untuk memperpanjang kontrak Freeport-McMoran.

"Terlepas dari semua konflik tingkat tinggi ini, Setya, dengan dukungan kuat dari Luhut, terpilih sebagai ketua salah satu partai politik paling terkemuka di Indonesia, Golkar , selama pemilihannya," ujar Emirza.

Meski proses pemilihan umum dalam konvensi Golkar ketika itu disinyalir terperosok dalam politik uang, tapi pemilihan Setya diapresiasi oleh presiden.

Sebagai imbalannya, lanjut ulasan Emirza, Setya menjungkirbalikkan posisi netral Golkar, menjadi salah satu pendukung koalisi Jokowi, dan menambah dorongan signifikan ke posisi Jokowi.

Menurut Emirza, peran kuat Luhut dalam pemerintahan Jokowi, menandakan manfaat mendasar yang diperoleh presiden untuk memperkuat basis kekuatan politiknya.

"Namun, hal itu juga menimbulkan pertanyaan tentang independensi politik Jokowi," katanya.

Adapun keputusan Jokowi untuk memindahkan Luhut ke posisi yang kurang bergengsi sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, telah dilihat oleh banyak orang sebagai tanda meningkatnya kewaspadaan Jokowi terhadap pengaruh nyata Luhut di kabinet.

Menurut analisis Emirza, hal ini dipandang sebagai pertunjukan kekuasaan Jokowi, yang dirancang untuk menunjukkan bahwa dia masih menjadi penanggung jawab pemerintahannya.

Meski pengangkatan Luhut, tampaknya telah melemahkan kendali luar biasa yang dimiliki PDI-P atas dirinya, Jokowi tidak meninggalkan hubungannya dengan partainya sendiri.

"Sebenarnya hubungan ini penting untuk menghalangi pengaruh Luhut yang semakin besar di kabinetnya," kata Emirza.

Awalnya, lanjut analisa Emirza, Jokowi berniat menjadikan Luhut sebagai 'menteri super' dengan memberinya rangkap jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

Namun ketika itu, posisi Kepala Staf kemudian diberikan kepada Teten Masduki, seorang aktivis antikorupsi Indonesia, yang memiliki hubungan hangat dengan Megawati.

Jokowi lantas menunjuk Pramono Anung, orang kepercayaan Megawati, sebagai Sekretaris Kabinet, agar Anung bisa menjembatani komunikasi dengan partai.

Tindakan penyeimbangan ini dinilainya menunjukkan bahwa kehadiran Luhut sangat penting bagi Jokowi untuk tetap setia kepada PDI-P.***

Sumber: East Asia Forum

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: East Asia Forum


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah