KALBAR TERKINI - Pengamat hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak, Herman Hofi Munawar yang ditemui ketika menjadi narasumber pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
Kajian Akademis dengan tema “ Menakar relevansi Perda Nomor 2 Tahun 2022 di tengah gejolak kebakaran hutan dan lahan.“ Bertempat di ruang multimedia gedung rektorat Universitas Muhammadiyan Pontianak, mengatakan bahwa Perda No.2 Tahun 2022 dinilai cacat dan perlu dilakukan kajian ulang terhadap isi dari Perda tersebut.
“ Perda No.2 Tahun 2022 tentang pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan ini terkesan hanya formalitas, kalau di baca lebih lanjut sebagai instrumen hukum, jangankan ada korelasi antara Perda dengan instrumen hukum yang lain, seperti Perpu dan UU tentang lingkungan hidup, tiap pasal-perpasal dalam perda tersebut terkesan kontradiktif dan tidak saling mendukung.“ Ujarnya
Herman Hofi mengatakan, sebagai instrumen hukum, Perda tersebut terkesan lemah serta tidak implementatif, seperti masalah ketentuan diperbolehkannya membuka lahan dengan metode membakar dengan jumlah tertentu dan menggunakan metode tertentu yaitu bakar sekat.
“ Siapa yang akan dapat memastikan bahwa api tersebut tidak merambat? apakah asapnya dapat di sekat? Dan terlebih pada lahan tertentu seperti gambut, yang memiliki karakteristik tertentu dan penanganan khusus.“ Ujarnya
Selain itu ketidak tegasan Perda no 2 Tahun 2022 dapat kita lihat dari sanksi yang diberikan, dalam pasal yang terdapat di Perda tersebut dibunyikan bahwa sanksi yang diberikan kepada pelaku Karhutla diantaranya adalah denda sebesar Rp 50.000.000,-
“ Buat Perusahaan 50 juta itu uang kecil, cuma untuk beli permen, kecil itu.” Tegasnya
Dalam diskusi yang diselenggarakan salah seorang peserta diskusi bertanya terkait apakah perlu Perda tersebut di revisi atau di godok kembali, dengan tegas Herman Hofi menanggapi pertanyaan tersebut bahwa Perda tersebut sudah tidak dapat di revisi kembali dan harus di ganti dengan Perda Baru.