Kisah Jumardi Sang Penjual Burung Bayan, Ironi Penegakkan Hukum Tajam ke Masyarakat Kecil

1 Mei 2021, 10:44 WIB
Ketua FRKP dan JPIC OFM Cap Kalbar, Bruder Stephanus Paiman, OFM Cap, saat memimpin aksi damai membela Jumardi. /KALBAR TERKINI/MULYANTO ELSA

 

KALBAR TERKINI - Jumardi atau Jumar, warga RT 01/RW 01, Dusun Tempakung, Desa Tempatan, Kecamatan Sebawi, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, adalah salah satu potret ironi penegakkan hokum di Indonesia.

Jumar, karena ketidaktahuannya akan peraturan perundangan yang mengatur mengenai satwa yang dilindungi, harus mendekam di balik jeruji besi dan kini menjalani sidang terkait hukum yang menjeratnya.

Baca Juga: Potret Kesederhanaan Pejuang Kemanusiaan Kalbar, Bruder Stephanus Paiman Lakukan Pekerjaan Rumah Sendiri

Ayah tiga anak ini, tersebut dijerat huku. Ia dianggap telah melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

 UU tersebut telah dimasukkannya sebagai daftar lampiran pada Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Peristiwa itu diawali ketika Jumar mencoba mencari penghasilan tambahan penyambung hidup bersama keluarga.

Usai dipulangkan secara paksa atau deportasi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) karena dampak pandemi Covid-19.

Baca Juga: Mewujudkan Janji pada Penjual Burung Bayan, Ketua FRKP dan JPIC OFM Cap Hadiri Sidang Perdana Kasus Jumardi

Ia memang sempat bekerja di perusahaan sawit di Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya.

Di sela waktu bekerja itulah, Jumar kemudian menangkap burung-burung yang banyak beterbangan di lokasi tempatnya bekerja.

Dia berhasil menangkap 10 ekor burung. Burung itu bernama Bayan dari ordo Psittaciformes.

Bayan atau biasa disebut juga Betet, menurut wikipedia memiliki 350 spesies.

Burung ini sering dijumpai di wilayah hangat atau tropis. Salah satu spesiesnya bernama eclectus roratus atau nuri bayan.

Baca Juga: Penjual Burung Vs Polda di Pengadilan, FRKP: Jangan ada Jumardi Lainnya!

Ia menangkap burung itu menggunakan perangkap dari getah sebanyak tiga kali dan berhasil mengumpul 10 ekor burung, dari perangkap yang dipasangnya pada bulan Juli hingga September 2020.

Burung yang berhasil ia tangkap itu kemudian dijual seharga Rp70 ribu per ekor, dengan cara di-posting di media sosial facebook.

“Saya akan menggunakan uang hasil penjualan burung itu untuk biaya berobat anak yang sakit-sakitan dan membeli susu. Juga beli beras untuk makan sekeluarga,” kata laki-laki yang menanggung hidup seorang istri, tiga anak, dan juga sepasang mertua yang sudah berusia lanjut.

Hingga pada 10 Februari 2021, seseorang menghubunginya melalui facebook dan berniat membeli 10 ekor burung Bayan seharga Rp750 ribu.

Baca Juga: Oknum Pakai Logo Lemkari AL Bisa Dipidana, Bruder Stephanus Paiman OFM Cap Ingatkan Pemakai di Kalbar

Jumar dan calon pembeli bersepakat untuk bertemu di Tugu Limau, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas pada 11 Februari lalu.

Dari kampungnya di Sentapung, ia berkendara motor sekitar 1,5 jam untuk tiba di Tugu Limau Tebas.

Limau adalah nama lain dari buah jeruk asli Tebas yang terkenal manis rasanya, dan kemudian populer di nusantara sebagai Jeruk Pontianak.

Saat tiba di tugu tersebut, ia menunggu sekitar 15 menit. Tak berapa lama datang tujuh orang yang tak dikenal yang kemudian secara tiba-tiba menangkapnya.

Dia kemudian dibawa dengan mobil menuju ke Pontianak. Belakangan diketahui, ketujuh orang tersebut adalah personel dari Kepolisian Daerah Kalbar.

Baca Juga: Tulus Ikhlas di Antara Ancaman Oknum, Karya Kemanusiaan Bruder Stephanus Paiman Terbentang di Nusantara 

Tuntutan Pembebasan

Melihat kasus Jumardi, rakyat kecil dan miskin, yang hanya menjual hewan yang tidak diketahuinya sebagai hewan dilindungi dan harus mendekam ditahanan Aparat Penegak Hukum (APH), maka aksi bela Jumardi pun bermucnulan.

Berawal dari Aliansi Mahasiswa Sambas (AMS) bersama keluarga Jumardi dan elemen masyarakat Kabupaten Sambas, melakukan aksi mendesak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar untuk mempertanggungjawabkan ketidaksampaian informasi terkait satwa dilindungi.

Baca Juga: Rabbi Shimon Bar Yohai: Orang Suci Yahudi di Gunung Meron

Alasannya karena ketidaktahuan Jumardi bahwa burung-burung tersebut merupakan satwa yang dilindungi, maka ia menjualnya melalui media sosial.

Aliansi menilai sosialisasi yang dijalankan selama ini hanya di toko-toko burung saja, tidak sampai ke masyarakat desa seperti Jumardi.

“Masyarakat umum seperti Jumardi, semestinya juga turut teredukasi seperti yang telah diatur dalam Permen LHK No. 20 tahun 2018,” kata Koodinator lapangan AMS Angga, saat memimpin aksi unjuk rasa menentang penangkapan itu, pada awal Maret lalu.

Ia menambahkan, AMS mendesak BKSDA Kalbar maupun institusi terkait bertanggung jawab akan kesalahan sepihak yang telah dilakukan Jumardi.

Baca Juga: Peristiwa Gunung Meron, PM Israel: Mengerikan

Menanggapi aksi tersebut, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Nooradiramanta menyatakan tidak turut melakukan penangkapan.

BKSDA menerima burung Bayan dari Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum). Burung-burung tersebut kemudian dilepas oleh BKSDA.

Ia juga menyatakan sosialisasi sudah dilakukan namun karena luasnya wilayah Kalbar menyebabkan sukarnya menjangkau seluruh masyarakat.

 Baca Juga: Ramalan Zodiak Karir Jumat 30 April 2021, Scorpio, Sagitarius dan Capricorn, Kamu Mulai Bersinar di Kantor

Praperadilan yang ditolak

Menanggapi aksi penolakan penangkapan dan proses hukum terhadap Jumardi, Ketua Komisi II (Bidang Perekonomian dan Keuangan) DPRD Kabupaten Sambas, Ahmad Hapsa menyatakan, akan melakukan pendampingan hukum kepada warga kabupaten itu, baik tanpa atau dengan penangguhan penahanan agar ia diberikan hukuman seringan-ringannya.

Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang mendukung pembebasan Jumardi, menyambut positif pernyataan tersebut.

Namun di sisi lain, mereka menyayangkan pernyataan sikap dari lembaga eksekutif seperti Bupati Sambas atas kasus Jumardi dan kekhawatiran terjadinya kasus serupa terjadi kepada masyarakat lain, khususnya masyarakat desa.

Baca Juga: Keutamaan Hari ke-19 Ramadhan, Seluruh Malaikat Ziarah ke Kuburnya Setiap Hari

Terkait penangkapan itu, Jumardi didampingi penasihat hukumnya, Andel SH, kemudian menempuh persidangan Praperadilan dengan termohon Kapolda Kalbar.

Namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Pontianak, Deny Ikhwan, menolak Praperadilan yang diajukan kuasa hukum Jumardi terkait kasus penjualan satwa yang dilindungi, yaitu burung Bayan.

“Berdasarkan rangkaian pertimbangan, maka surat penangkapan dan surat ketetapan tersangka dianggap sah menurut hukum, sehingga permohonan yang diajukan oleh termohon Praperadilan ditolak," kata Deny Ikhwan.

Hakim itu telah mempertimbangkan barang bukti yang ada untuk membuat penilaian yang logis dalam memutuskan perkara tersebut.

Baca Juga: TikTok Lantik Dua Bos Baru, Vanessa: TikTok Baru Mulai!

"Terhadap barang bukti yang telah dipertimbangkan dianggap telah cukup untuk memberikan penilaian yang logis dalam memutuskan perkara," katanya.

 

Pendampingan FRKP dan JPIC OFM Cap

Menanggapi putusan itu, Ketua FRKP dan JPIC OFM Cap, Bruder Stephanus Paiman, OFM Cap menyatakan karena penyebabnya ketidaktahuan, seharusnya Jumardi tidak ditahan dan jika pun harus diperiksa dan diadili cukup Tipiring (tindak pidana ringan) saja.

"Kami tidak ingin hal ini terjadi lagi kepada masyarakat lain seperti masyarakat Kapuas Hulu yang masih menangkap ikan belida yang kini juga termasuk satwa dilindungi," ujarnya, mengambil perumpamaan.

Sebelumnya, dari awal, Ketua FRKP dan JPIC OFM Cap, Bruder Stephanus Paiman, OFM Cap menyuarakan sisi kemanusiaannya.

Baca Juga: Peristiwa Gunung Meron, PM Israel: Mengerikan

Ia mengawal kasus Jumardi sejak awal, dari penangkapan hingga sidang praperadilan.

Saat praperadilan ditolak oleh Hakim PN, menurutnya apapun putusan Hakim, akan diterima asal sesuai fakta hukum di persidangan.

"Karena, nantinya juga ada pengadilan lainnya, namun bukan pengadilan di bumi atau dunia ini, tetapi pengadilan di akhirat, yang tidak pernah salah. Kita harap, Jumardi siap dan tabah menerima ini dan kami tetap akan mengawal kasus ini," kata Bruder Steph.

Ia menjelaskan, bahwa dengan Praperadilan kasus Jumardi yang ditolak Hakim Tunggal PN Pontianak, artinya kasus Jumardi berlanjut dan Jumardi tetap ditahan sampai ada putusan kasusnya lewat sidang-sidang nantinya.

Baca Juga: Ramalan Zodiak karir Jumat 30 April 2021, Aquarius, Pisces dan Aries, Tetap Fokus pada Tujuan Awal

Sebelumnya, kasus kemanusiaan yang menimpa Jumardi, tidak mendapat simpati dan perharian dari masyarakat luas.

Hanya beberapa mahasiswa dari AMKS, yang terus melaksanakan aksi membela pria yang menjual burung yang katanya dilindungi.

Namun, begitu FRKP dan JPIC OFM Cap, turut mengawal aksi ini, dengan menggelar aksi damai di beberapa tempat, di antaranya Polda Kalbar dan PN Pontianak, maka banyak pihak kemudianh berlomba-lomba menunjukkan simpatinya.

Tidak hanya melaksanakan aksi-aksi untuk mendampingi Jumardi, FRKP di bawah Komando Bruder Stephanus Paiman, OFM Cap, juga menyiapkan penasehat hukum (pengacara), yaitu Andel, yang juga tergabung di FRKP.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Karir Jumat 30 April 2021, Scorpio, Sagitarius dan Capricorn, Kamu Mulai Bersinar di Kantor

Salah satu aksinya adalah pada Jumat, 26 Maret 2021 siang.

Siang terik, puluhan massa dari AMKS dan FRKP menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Pontianak.

Aksi ini terkait penahanan terhadap penjual burung bayan bernama Jumardi di Polda Kalbar.

Digelar menjelang Salat Jumat, aksi ini bertujuan mengawal jalannya sidang praperadilan yang diajukan pihak Jumardi sebagai penggugat terhadap Polda Kalbar sebagai tergugat.

"Kami kembali menggelar aksi damai untuk menyuarakan sekaligus mengetuk hati hakim agar membuat putusan perkara ini sesuai fakta persidangan. Apapun hasil putusannya, kami siap menerima asal sesuai dengan fakta," tegasnya usai sidang.

Kemudian, lanjut Bruder Steph, pihaknya sempat melaksanakan Bakti Sosial (Baksos) dengan cara mengunjungi kekediaman Jumardi di Kecamatan Sebawi.

Baca Juga: Bantu Pekerja Dapatkan Hak, Kadisnakertrans Minta Pemda Segera Buka Posko THR

Selain menyerahkan berbagai paket Sembako, sekaligus untuk mengetahui situasi kebenaran tempat tinggal Jumardi, yang sempat diragukan oleh bebaerapa pihak.

"Kami membantu moral dan moril ke keluarga Jumardi. Ada paket Sembako dan motivasi untuk keluarga. Yang terpenting adalah membuktikan tempat tinggal Jumardi, yang menurut Polisi dan BKSDA sudah mapan, ternyata kondisinya memprihatinkan," paparnya.

Kesulitan ekonomi yang menerpa hidup selama pandemi, membuat dia mencari penghasilan tambahan, sebagai penjual burung.

Alih-alih keuntungan yang diperoleh, melainkan sel tahanan menjadi tempat persinggahannya kini, ini lah ironi penegakkan hukum di Indonesia, di mana hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Baca Juga: Kawah Sileri Pegunungan Dieng Alami Erupsi, Muntahkan Batu dan lumpur, Asap Tebal Hingga 70 Meter

Masyarakat kecil, yang hanya mendapatkan Rp75.000 untuk bertahan hidup harus mendekam di pernjara, sementara koruptor triliunan rupiah, masih banyak yang bebas melenggang. ***

 

Editor: Ponti Ana Banjaria

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler