Gas dari Rusia sangat Dibutuhkan, Rakyat Eropa Berontak Jika Pemerintahnya Sanksi Rusia

- 8 Februari 2022, 16:03 WIB
Tabel Eskpor gas Rusia ke negara-negara Eropa sampai 2022. Eropa terancam dalam krisis gas jika NATO dan AS memilih mengembargo negara tersebut pasca ketegangan dengan Ukraina
Tabel Eskpor gas Rusia ke negara-negara Eropa sampai 2022. Eropa terancam dalam krisis gas jika NATO dan AS memilih mengembargo negara tersebut pasca ketegangan dengan Ukraina /Istimewa/Statstitia

KALBAR TERKINI - Gas dari Rusia sangat Dibutuhkan, Rakyat Eropa Berontak Jika Pemerintahnya Sanksi Rusia

DIPREDIKSI bisa saja terjadi pemberontakan rakyat melawan pemerintah di sebagian besar negara Benua Eropa.

Ini jika AS dan NATO menjatuhkan sanksi ke Rusia karena kecurigaaan bahwa Rusia akan segera menginvasi Ukraina.

Baca Juga: Rusia Kaya Gas dan Minyak Mentah, UE akan Terbelah dalam Mendukung Sanksi AS, NATO Tak Bisa Hidup Tanpa Rusia?

Pakta Pertahanan Atlantik Utara ini terdiri dari negara-negara alias pemerintah dari masing-masing anggotanya.

Dalam sebulan terakhir, NATO yang dipelopori AS sedang menyiapkan sanksi ke Rusia jika negara bekas Uni Soviet itu menginvasi Ukraina.

Padahal, rakyat di sebagian besar negara-negara Eropa, kesehariannya sangat bergantung dari pasokan gas alam Rusia.

Terutama Jerman dan Italia, di mana masing-masing sekitar 50 dan 46 persen dari total kebutuhan gasnya.

Baca Juga: Suriah Kejam Gunakan Gas Beracun, Ribuan Anak Negeri Dikorbankan

Toh Jerman dan Italia tergolong sama galaknya dengan AS dibandingkan negara-negara anggota NATO lainnya dalam mengancam akan menjatuhkan sanksi ke Rusia.

Selain rakyat. diprediksi tidak semua negara anggota NATO yang kelak setuju atas sanksi AS dan aliansi tersebut, jika dijatuhkan ke Rusia.

Sebab, dampak sanksi itu sangat terkait dengan hajat hidup rakyat di negara-negara tersebut.

Itu sebabnya pada Senin, 7 Februari 2022, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.Com dari The Associated Press, Selasa, 8 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu selama lebih lima jam di Moskow, Ibukota Rusia.

Baca Juga: Rusia Tuding NATO Langgar Wilayahnya, Tanggapi Penolakan AS dan NATO

Pertemuan itu sendiri terjadi secara bersamaan dengan pembicaraan langsung antara Presiden AS Joe Biden dengan pemimpin baru Jerman, Kanselir Jerman Olaf Scholz di Gedung Putih di Washington, Ibukota AS.

Pembicaraan Biden dan Scholz terkait upaya meredakan krisis sebelum konflik bersenjata pecah.

Rusia dilaporkan telah mengumpulkan ribuan tentara di perbatasan Ukraina, dan terus menambah kekuatan militernya hampir setiap hari.

Biden bertemu Scholz di tengah kesibukan diplomasinya di dua benua. Dalam pertemuan itu, Biden berjanji bahwa pipa gas penting Nord Stream 2 Rusia-Jerman akan diblokir jika Rusia menginvasi Ukraina.

Namun, Putin sendiri mengklaim bahwa justru AS dan sekutunya adalah satu-satunya yang selalu berbicara tentang invasi.

Putin dan Macron sendiri bertemu selama lebih dari lima jam di Moskow.

Tema pembicaraan itu sendiri belum dirinci, tapi diduga terkait santernya kabar rencana onvasi Rusia ke Ukraina dan tentang pasokan gas Rusia ke Prancis.

Gedung Putih telah menyatakan kekhawatiran yang meningkat tentang kemungkinan perang, dan Biden telah mencari untuk memperkuat dukungan di antara sekutu Eropa untuk sanksi ekonomi yang menggelegar ke Rusia jika menyerang.

“Jika Rusia menyerang, itu berarti tank dan pasukan melintasi perbatasan Ukraina lagi, maka tidak akan ada lagi Nord Stream 2. Kami akan mengakhirinya," katanya.

Sanksi tersebut dipastikan akan merugikan Rusia secara ekonomi, tetapi juga menyebabkan masalah pasokan untuk Jerman. Pembangunan pipa itu telah selesai, tetapi belum beroperasi.

“Kami bersama-sama siap, dan semua NATO siap,” kata Biden, mengacu pada aliansi Barat yang diklaimnya kuat, meskipun Ukraina bukan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara.

Sementara Biden menegaskan kembali dengan pasti bahwa jalur pipa tidak akan bergerak maju, Scholz menekankan tentang perlunya menjaga ambiguitas tentang sanksi untuk menekan Rusia agar mengurangi eskalasi krisis.

“Penting bagi Rusia untuk memahami bahwa lebih banyak yang bisa terjadi daripada yang mungkin mereka hitung sendiri,.” kata Scholz.

Penumpukan lebih dari 100.000 tentara Rusia di dekat Ukraina telah memicu kekhawatiran Barat tentang kemungkinan serangan.

Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan pada Minggu lalu memperingatkan bahwa Rusia dapat menginvasi Ukraina 'kapan saja', memicu konflik yang akan menimbulkan 'biaya manusia yang sangat besar'.

Adapun dalam pertemuan antara Macron dan Putin, mereka terlihat harmonis, dan menikmati makan malam yang menyajikan menu pilihan berupa ikan sturgeon atau rusa.

Sementara itu, banyak analisa mengklaim bahwa mengganti pasokan gas alam Rusia ke Eropa tidaklah segmpang membalikkan telapak tangan.

Sebagaimana dilansir dari Statitista, Kamis, 3 Februari 2022, negara kaya minyak sekelas Kerajaan Qatar saja menyatakan tak akan sanggup memenuhi kebebutuhan gas sebanyak itu untuk Benua Eropa

Jika pasokan gas Rusia ke Eropa diblokir maka tindakan itu akan memicu krisis energi di benua itu.

Sebab, banyak ketergantungan Eropa dari gas Rusia, yang tiba di benua itu melalui jaringan pipa.

Menurut laporan Reuters, sekutu dekat AS, Qatar, menginginkan jaminan bahwa gas alam yang dialihkan ke Eropa, tidak akan dijual kembali.

Qatar juga mendesak negara-negara Eropa untuk menyelesaikan penyelidikan terhadap kontrak gasnya untuk menjadi pelanggan tetap sendiri, yang dapat secara lebih permanen menggeser ketergantungan gas di Eropa.

Data dari Badan Uni Eropa untuk Kerjasama Regulator Energi menunjukkan pasokan energi negara mana saja yang paling berisiko, jika terjadi pembekuan gas Rusia.

Di antaranya, Jerman, negara yang tergolong sebagai kekuatan ekonomi utama Eropa.

Jerman mengimpor sekitar setengah dari gasnya dari Rusia, sementara Prancis hanya memperoleh seperempat dari pasokannya dari negara itu, menurut data terbaru.

Sumber gas Prancis terbesar adalah Norwegia, dan memasok 35 persen.

Italia juga akan menjadi salah satu yang paling terkena dampak ketergantungan 46 persen pada gas Rusia.

Inggris berada di posisi yang berbeda, mengambil setengah dari pasokan gasnya dari sumber dalam negeri, dan mengimpor sebagian besar dari Norwegia dan juga Qatar.

Spanyol juga tidak ada dalam daftar pelanggan utama Rusia, karena mitra dagang terbesar negara itu adalah Aljazair dan AS.

Beberapa negara Eropa lebih kecil yang bergantung secara eksklusif pada gas Rusia, yakni Makedonia Utara, Bosnia dan Herzegovina, serta Moldova.

Ketergantungan juga berada di atas 90 persen pasokan gas di Finlandia dan Latvia, dan 89 persen di Serbia, sesuai data terbaru yang tersedia.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Reuters statista The Associated Press


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah