Seorang pria muda yang diwawancarai oleh media Taiwan di sebuah rumah sakit menyatakan bahwa dia sedang bepergian dengan teman-temannya untuk liburan. "Tapi, saya tidak tahu lagi ke mana mereka sekarang," katanya.
"Semua orang terbang ke mana-mana," lanjut pria itu, yang hanya menyebut nama belakangnya sebagai Chen, sambil duduk di kursi roda dengan tangan digips.
Sebagian besar dari 24 juta penduduk di negara pulau berpegunungan ini, tinggal di dataran datar di sepanjang pantai utara dan barat, yang merupakan rumah bagi sebagian besar lahan pertanian, kota terbesar, dan industri teknologi tinggi.
Bagian timur Taiwan yang berpenduduk sedikit, tempat kecelakaan terjadi, sangat populer di kalangan wisatawan. Banyak di antaranya yang bepergian ke sana dengan menaiki kereta api untuk menghindari jalan pegunungan.
Dalam tweet-nya, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyatakan, layanan darurat telah sepenuhnya dimobilisasi untuk menyelamatkan, dan membantu para korban baik penumpang maupun staf kereta api nahas itu.
"Kami akan terus melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan keamanan mereka setelah insiden yang memilukan ini," katanya.
Kecelakaan itu terjadi pada hari pertama dari empat hari Festival Penyapuan Makam, sebuah hari libur keagamaan tahunan. Selama festival, orang-orang melakukan perjalanan ke kampung halamannya untuk pertemuan keluarga, sekaligus memberi penghormatan di makam leluhur.
Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang menegaskan, pihaknya akan memerintahkan pihak Administrasi Kereta Api untuk segera memeriksa sepanjang jalur rel lain guna mencegah terulangnya peristiwa serupa.
Sekitar 50 relawan dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang ditempatkan di tenda bantuan dekat lokasi kecelakaan, menyatakan bahwa anak-anak termasuk di antara lusinan korban telah melarikan diri dari gerbong kereta. Mereka merawat luka ringan, dan menawarkan makan siang.
"Kami melihat orang-orang turun dari kereta, dan mereka terlihat sangat terpukul atau gugup," kata Chen Tzu-chong, pemimpin tim Tzu Chi di lokasi.