Namun, para aktivis menyatakan, penggerebekan itu mengingatkan pada operasi polisi di mana ribuan orang telah terbunuh sebagai bagian dari perang Duterte terhadap narkoba, di mana polisi mengatakan bahwa semua korban adalah bersenjata dan menolak penangkapan.
Di antara mereka yang terbunuh adalah seorang koordinator dari Bagong Alyansang Makabayan, sebuah kelompok sayap kiri yang menyerukan diakhirinya 'penandaan merah', suatu praktik mencap lawan komunis atau teroris untuk membenarkan penargetan mereka, yang sudah ada sejak aturan mendiang dari era diktator Ferdinand Marcos.
Baca Juga: TNI di Mata Tentara AS: Petarung Hutan Sejati
Human Rights Watch menyatakan, kampanye kontra-pemberontakan pemerintah tidak lagi membedakan antara pemberontak bersenjata dan aktivis non-kombatan, pemimpin buruh, dan pembela HAM.
Sejak berkuasa pada 2016, Duterte menilai bahwa berbagai upayanya untuk berdamai dengan pemberontak komunis Maois, berulang kali gagal sehingga Duterte mengancam untuk memusnahkan mereka.***
Sumber: Reuters