Waduh, Pejabat Suu Kyi Tewas Berdarah: China bakal Duel dengan Junta?

- 7 Maret 2021, 19:41 WIB
    BERCAK DARAH - Jenazah U Khin Maung Latt dikelilingi kerabatnya. Ada bercak darah yang bagian kepala dari kain putih pembungkus jenazahnya.  Maung Latt dilaporkan ewas di dalam tahanan polisi, Sabtu, 6 Maret 2021 malam./ BACKGROUND SEARCHES/
BERCAK DARAH - Jenazah U Khin Maung Latt dikelilingi kerabatnya. Ada bercak darah yang bagian kepala dari kain putih pembungkus jenazahnya. Maung Latt dilaporkan ewas di dalam tahanan polisi, Sabtu, 6 Maret 2021 malam./ BACKGROUND SEARCHES/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Myanmar kian berdarah dan rumit. Setelah lebih 50 pengunjuk rasa tewas, seorang pejabat dari partai pimpinan Aung San Suu Kyi, tewas di dalam tahanan polisi, Sabtu, 6 Maret 2021 malam.

Bahkan, militer China dikabarkan akan segera dikerahkan  ke Myanmar untuk menjadi penengah   untuk berdiri di antara rakyat dan junta supaya stabilitas di Myanmar pulih. Pihak junta sendiri diklaim tak mau dekat dengan China melainkan ke AS. Pemerintahan pimpinan Aung San Suu Kyi, yang digulingkan  pada kudeta 1 Februari 2021, dianggap oleh pihak junta, selama ini terlalu dekat dengan China.

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari Reuters, Minggu, 7 Maret 2021, penyebab kematian Khin Maung Latt belum diketahui. Tapi berita kematiannya semakin memicu aksi protes dan massa yang lebih banyak, setidaknya di setengah lusin kota di Myanmar.  

Baca Juga: Melihat Sakralnya Lianghui di Negeri Tirai Bambu Tiongkok

Menurut seorang anggota parlemen yang sudah dibubarkan lewat sebuah posting di Facebook-nya menulis,  Khin Maung Latt adalah manajer kampanyenya yang ditangkap aparat pada Sabtu malam lalu di distrik Pabedan, Kota Yangon.

Seperti Bunuh Ayam 

Hingga Minggu ini, pasukan keamanan terus menindak aksi protes di seluruh negeri. Polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut ke arah pengunjuk rasa di Yangon dan di Kota Lashio, wilayah Shan utara, video menunjukkan.  

Seorang saksi mata mengatakan, polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan protes di kota kuil bersejarah Bagan, dan beberapa penduduk mengatakan di postingan media sosial, bahwa peluru tajam digunakan. 

Baca Juga: Skuadron Jet F/A-18C Hornet Dipensiunkan: Dilepas Haru Korps Marinir VMFA-323 di Dek USS Nimitz

Video yang diposting oleh grup media Myanmar Now menunjukkan,  tentara memukuli pria di Yangon, di mana setidaknya tiga protes digelar meskipun terjadi penggerebekan tadi malam oleh pasukan keamanan terhadap pemimpin kampanye dan aktivis oposisi. 

Pihak PBB menyatakan, pasukan keamanan telah membunuh lebih dari 50 orang untuk membasmi demonstrasi dan pemogokan yang berlangsung setiap hari di salah satu negara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) ini,  sejak militer menggulingkan dan menahan Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

"Mereka membunuh orang seperti membunuh burung dan ayam," kata seorang pemimpin protes kepada kerumunan massa di Dawei, sebuah kota di selatan Myanmar. “Apa yang akan kita lakukan jika kita tidak memberontak melawan mereka? Kita harus memberontak." 

Para penduduk Yangon mengatakan, tentara dan polisi pindah ke beberapa distrik dalam semalam, melepaskan tembakan. Mereka menangkap sedikitnya tiga orang di Kotapraja Kyauktada, dan tidak diketahui alasan penangkapan. 

“Mereka meminta untuk mengeluarkan ayah dan saudara laki-laki saya. Apakah tidak ada yang akan membantu kami? Apakah Anda bahkan tidak menyentuh ayah dan saudara laki-laki saya. Bawa kami juga jika Anda ingin mengambilnya, ”teriak seorang wanita ketika dua dari mereka, seorang aktivis dan putranya, dibawa pergi. 

Reuters tidak dapat menghubungi polisi untuk dimintai komentar. Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar. Surat kabar Global New Light Of Myanmar yang dikelola negara mengutip pernyataan polisi bahwa pasukan keamanan menangani protes sesuai dengan hukum.

Dikatakan, pasukan menggunakan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan kerusuhan dan protes yang memblokir jalan umum. Lebih dari 1.700 orang telah ditahan di bawah  junta militer pada Sabtu lalu, menurut angka dari kelompok advokasi Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP).

Itu tidak memberikan angka untuk penahanan semalam. "Tahanan dipukul dan ditendang dengan sepatu bot militer, dipukuli dengan tongkat polisi, kemudian diseret ke dalam kendaraan polisi," kata AAPP dalam sebuah pernyataan.

"Pasukan keamanan memasuki daerah pemukiman dan mencoba untuk menangkap pengunjuk rasa lebih lanjut, dan menembak ke rumah, menghancurkan banyak," tambahnya.

Baca Juga: Paus Bertemu Ayatollah Ali al-Sistani, Pemerintah Irak Setujui Syarat

Tiongkok Siap ke Myanmar

Pembunuhan itu telah memicu kemarahan di Barat dan dikutuk oleh sebagian besar negara demokrasi di Asia. AS dan beberapa negara Barat lainnya telah memberlakukan sanksi terbatas pada junta. 

China, tetangga raksasa Myanmar di timur laut, mengatakan pada hari Minggu ini bahwa pihaknya siap untuk terlibat dengan 'semua pihak' untuk meredakan krisis dan tidak berpihak. 

"China ... bersedia menghubungi dan berkomunikasi dengan semua pihak atas dasar menghormati kedaulatan Myanmar dan keinginan rakyat, sehingga dapat memainkan peran konstruktif dalam meredakan ketegangan," kata Anggota Dewan Negara Wang Yi, diplomat top China, kepada AFP. 

Pelobi Israel-Kanada, Ari Ben-Menashe, yang dipekerjakan oleh junta Myanmar mengatakan kepada Reuters bahwa para jenderal ingin meninggalkan politik, dan berusaha untuk meningkatkan hubungan dengan AS dan menjauhkan diri dari China. 

Ditegaskan,  Suu Kyi telah tumbuh terlalu dekat dengan China untuk disukai para jenderal. Menurut Ben-Menashe, dia juga ditugaskan mencari dukungan Arab untuk rencana pemulangan pengungsi Muslim dari etnis Rohingya, yang sebanyak ratusan ribu diusir dari Myanmar pada 2017, lewat tindakan keras pihak militer setelah serangan pemberontak dari etnis tersebut.*** 

 

Sumber: Reuters

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah