Tentara Myanmar kian Beringas, PBB: 18 Pendemo Tewas!

- 28 Februari 2021, 23:53 WIB
PROTES - Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan ketika polisi tiba selama protes terhadap kudeta militer di Mandalay, Myanmar, Minggu, 28 Februari 2021./THE ASSOCIATED PRESS/
PROTES - Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan ketika polisi tiba selama protes terhadap kudeta militer di Mandalay, Myanmar, Minggu, 28 Februari 2021./THE ASSOCIATED PRESS/ /KALBAR TERKINI/CORNELIS OKTAVIANUS

YANGON, KALBAR TERKINI -  Seorang pejabat PBB mengklaim, 18 orang tewas dan 30 lainnya terluka selama terjadinya unjuk rasa di Myanmar paska kudeta militer atas kepemimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Dikutip Kalbar-Terkini-com dari The Associated Press, Minggu, 28 Februari 2021, informasi tersebut dinyatakan oleh seorang pejabat hak asasi manusia PBB yang mengklaim berasal dari sumber yang dapat dipercaya.

Hingga hari Minggu  malam ini, pasukan keamanan di Myanmar berusaha membubarkan massa sambil melepaskan tembakan dan melakukan penangkapan massal. Korban pun berjatuhan.

Baca Juga: Drone Kecil 'Lelet', Siluman bakal Intai Perbatasan China-India

"Kematian dilaporkan akibat peluru tajam yang ditembakkan ke kerumunan di Yangon, Dawei, Mandalay, Myeik, Bago dan Pokokku," kata Kantor Hak Asasi Manusia PBB dalam sebuah pernyataan sambil menambahkan bahwa pasukan juga menggunakan gas air mata. granat flash-bang, dan granat setrum.

"Kami mengutuk keras kekerasan yang meningkat terhadap protes di Myanmar, dan menyerukan kepada militer untuk segera menghentikan penggunaan kekuatan terhadap pengunjuk rasa damai," kata juru bicaranya, Ravina Shamdasani.

Seorang jurnalis dari The Associated Press, ditahan polisi pada Sabtu, 27 Februari 2021  pagi saat bertugas meliput aksi protes tersebut. Wartawan lain, Thein Zaw, tetap ditahan polisi. Suara Demokratik Burma melaporkan hal itu pada hari Minggu ini pukul lima sore.

Baca Juga: Luncurkan Satelit Arktika-M, Rusia Pantau Komunikasi Dunia dari Luar Angkasa?

Di Myanmar, 19 kematian dikonfirmasi terjadi di sembilan kota, dengan 10 kematian lainnya belum dikonfirmasi. Adapun mengonfirmasi kematian pengunjuk rasa, sulit dilakukan di tengah kekacauan dan kurangnya berita dari sumber resmi, terutama di daerah di luar Yangon, Mandalay dan ibu kota Naypyitaw.

Namun dalam banyak kasus, foto dan video yang beredar, menunjukkan terjadinya pembunuhan dan foto mayat yang mengerikan. Tembakan dilaporkan terjadi selama aksi protes di Yangon, ketika polisi juga menembakkan gas air mata dan meriam air ketika mencoba membersihkan jalan.

Foto selongsong peluru dari amunisi aktif yang digunakan dalam senapan serbu, di-posting di media sosial. Laporan awal di media sosial mengidentifikasi seorang pemuda yang diyakini telah terbunuh. Tubuhnya terlihat dalam foto dan video tergeletak di trotoar hingga pengunjuk rasa lain membawanya pergi.

Baca Juga: Ratusan Siswi Nigeria Diculik, Bertahun-tahun Pemerintah jadi Sapi Perah Gerombolan

Di Dawei, media lokal melaporkan, setidaknya tiga orang tewas dalam pawai protes yang terlihat lewat foto dan video. Foto di media sosial menunjukkan seorang pria terluka sedang dalam perawatan tenaga medis. 

Sebelum hari Minggu ini, ada delapan laporan pembunuhan yang dikonfirmasi terkait dengan pengambilalihan tentara, menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik independen. Pada Minggu pagi ini, mahasiswa kedokteran berbaris di Yangon, dekat persimpangan Center Hledan, yang telah menjadi titik berkumpul para pengunjuk rasa yang kemudian menyebar ke bagian lain kota.

Video dan foto menunjukkan pengunjuk rasa berlari ketika polisi mengejar dan penduduk memasang penghalang jalan darurat untuk memperlambat gerak maju mereka.  Beberapa pengunjuk rasa berhasil melemparkan kembali tabung gas air mata ke arah polisi.

Di dekatnya, warga memohon kepada polisi untuk membebaskan orang-orang yang mereka jemput dari jalan, dan didorong ke truk polisi untuk dibawa pergi. Puluhan atau lebih orang diyakini telah ditahan.

“Dunia sedang menyaksikan tindakan junta militer Myanmar, dan akan meminta pertanggungjawaban mereka,” kata Phil Robertson, Wakil Direktur Asia untuk Human Rights Watch yang berbasis di New York, AS.  "Amunisi aktif tidak boleh digunakan untuk mengendalikan atau membubarkan protes, dan kekuatan mematikan hanya dapat digunakan untuk melindungi nyawa atau mencegah cedera serius."   

Pasukan keamanan mulai menggunakan taktik yang lebih kasar pada hari Sabtu lalu, mengambil tindakan pencegahan untuk membubarkan protes, dan membuat puluhan, jika bukan ratusan, penangkapan.

Lebih banyak tentara juga bergabung dengan polisi.  Banyak dari pengunjuk rasa yang ditahan,  dibawa ke Penjara Insein di pinggiran utara Yangon, yang secara historis terkenal karena menahan tahanan politik.

Menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik, hingga Sabtu lalu, 854 orang telah ditangkap, didakwa atau dihukum  sehubungan dengan kudeta, dan 771 ditahan atau dicari untuk ditangkap.  

Kelompok tersebut mengatakan bahwa meskipun telah mendokumentasikan 75 penangkapan baru, mereka memahami bahwa ratusan orang lainnya juga ditangkap pada hari Sabtu  lalu di Yangon dan di tempat lain.*** 

 

Sumber: The Associated Press

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x