JENEWA, KALBAR TERKINI - Duta Besar Pakistan untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Khalil Hashmi mendesak PBB segera meminta pertanggungjawaban India atas berbagai pelanggaran hak azasi manusia (HAM) di wilayah Kashmir.
Kasus-kasus pemerkosaan, pembunuhan, atau pemenjaraan terhadap warga tak bersalah di Kashmir, tak pernah adil diselesaikan oleh otoritas India. Dunia pun seakan membisu. Itu sebabnya, kini saatnya PBB diminta segera turun tangan supaya permasalahan di Kashmir tidak berlarut-larut.
“Kegagalan meminta pertanggungjawaban India atas pelanggaran HAM di IIOJ & K (singkatan wilayah Kashmir) akan mengikis kredibilitas dewan ini, anggota, dan agenda hak azasi manusia global,” kecam Hashmi dalam debat umum di markas PBB di Jenewa, Swiss, Minggu, 28 Februari 2021.
Baca Juga: Ritual Eksorsis Dukun Sri Lanka, Bocah Tewas Dipukul Tongkat
Untuk itu, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.com dari koran Pemerintah Pakistan Associated Press of Pakistan, Minggu, PBB diminta utnuk berupaya mendapatkan akses bagi pengamat independen ke Jammu dan Kashmir di wilayah Kashmir. Harus dilakukan penyelidikan yang tidak berpihak atas laporan berbagai pelanggaran HAM di wilayah sengketa tersebut.
Awalnya, utusan Pakistan tersebut berterima kasih kepada Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Michelle Bachelet, karena telah menyuarakan keprihatinan atas situasi HAM di Kashmir. Bachelet mengakui, wilayah yang diduduki India ini telah disorot oleh berbagai laporan baik oleh pihaknya, media global, dan LSM independen.
Bahkan pekan lalu, Bachelet menyatakan bahwa PBB sudah memperingatkan tentang berlanjutnya perubahan demografis di IIOJ & K atas dasar agama dan etnis, karena lebih dari tiga juta sertifikat kewarganegaraan ilegal dikeluarkan untuk non-Kashmir.
Baca Juga: Kapok, Cari Suaka di Jerman, Algojo Intelijen Suriah ini malah Dikerangkeng
Awal pekan ini juga, Duta Besar Hashmi menunjukkan, bahwa sekelompok pakar PBB lainnya menyatakan bahwa serangan oleh pasukan India terhadap pembela hak asasi manusia dan jurnalis Kashmir, sebagai 'pola membungkam pelaporan independen melalui ancaman sanksi pidana'.