AS Musnahkan Pasukan Rusia di Ukraina: Jika Moskow Gunakan Nuklir

5 Oktober 2022, 09:24 WIB
Dikatakan kekuatan senapan Snipex Alligator yang digunakan tentara Ukraina ditakuti wajib militer Rusia.* /Snipex /

KALBAR TERKINI - Jika Moskow menyerang Ukraina dengan senjata nuklir maka AS diklaim akan memimpin pasukan NATO.

AS dan pasukan NATO bakal memusnahkan semua pasukan dan pangkalan militer Moskow di negara itu.

Pernyataan itu muncul setelah adanya kecurigaan AS dan negara-negara Pakta Atlantik Utara yang dipimpinnya itu bahwa Rusia akan menggunakan senjata nuklir.

Hal ini diprediksi terjadi karena pasukan Rusia diklaim kalah telak di sejumlah wilayah Ukraina dalam beberapa pekan terakhir.

Baca Juga: Rusia Tolak Serang Ukraina dengan Nuklir: Tanggapi Saran Pemimpin Chechnya

Hanya saja, sebagaimana catatan Kalbar-Terkini.com, Moskow menyatakan, pihaknya memiliki pedoman sendiri terkait penggunaan senjata nuklir.

Dengan demikian maka senjata nuklir belum akan digunakan di Ukraina.

Sebab, belum ada ancaman atas kedaulatan Rusia, apalagi kualitas pasukan Ukraina yang 'seperti itu', walaupun mereka mulai 'bergigi' karena dibantu persenjataan Barat.

Tapi, pernyataan purnawirawan Jenderal Angkatan Darat AS David Petraeus benar-benar provokatif, dilansir dari Russia Today, Senin, 3 Oktober 2022.

Baca Juga: Trump Gugat CNN: Mengamuk Dituding Rasis, Hitler dan Antek Rusia!

Petraes meramalkan, Washington akan memimpin respons yang menghancurkan terhadap setiap serangan nuklir Rusia di Ukraina.

Serangan ini diklaimnya akan memusnahkan semua pasukan dan pangkalan militer Moskow di wilayah negara tersebut.

Patraeus sendiri sempat menjabat sebagai Direktur CIA kemudian dipecat setelah strategi kontra-pemberontakannya gagal di Afghanistan.

Menurutnya kepada ABC News pada Minggu, 2 Oktober 2022, AS akan merespons dengan memimpin NATO.

Hal ini disebutnya sebagai upaya kolektif.

"Ini akan mengalahkan setiap kekuatan konvensional Rusia yang dapat kami lihat, dan mengidentifikasi di medan perang di Ukraina," ujarnya.

"Juga di Krimea, dan di setiap kapal di Laut Hitam," klaimnya.

Tapi, Patraeus tidak menawarkan secara spesifik tentang bagaimana pasukan NATO akan mempermudah pekerjaan militer Rusia.

Hanya diakui bahwa dia berbicara secara hipotetis dan tidak mengetahui rencana Administrasi Biden.

Patraeus menambahkan, Washington harus menghindari pertukaran 'nuklir-untuk-nuklir.

"Tetapi, Anda harus menunjukkan bahwa ini tidak dapat diterima dengan cara apa pun," lanjutnya.

Hanya saja, dalam skenario seperti itu maka AS akan berperang langsung dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia.

Masalahnya, Presiden Vladimir Putin memperingatkan bulan lalu, Moskow akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi Rusia dan rakyatnya.

Apalagi jika integritas teritorial negara itu dalam bahaya.

Namun, Gedung Putih menafsirkannya sebagai ancaman penggunaan nuklir terhadap Ukraina.

AS kemudian juga menanggapinya dengan mengancam adanya 'konsekuensi bencana'.

Pensiunan jenderal itu menyinggung pula tentang referendum di Republik Donbass dan wilayah Kherson dan Zaporozhye.

Referendum yang digelar pekan lalu itu dinilainya sebagai langkah 'putus asa' Putin di tengah kekalahan di medan perang.


Referendum tersebut mendeklarasikan kemerdekaan wilayah-wilayah itu untuk bergabung dengan Rusia.

"Dia kalah, dan realitas medan perang yang dia hadapi, menurut saya, tidak dapat diubah," kata Petraeus.

“Tidak ada jumlah mobilisasi shambolic, yang merupakan satu-satunya cara untuk menggambarkannya," lanjutnya.

"Tidak ada jumlah aneksasi, tidak ada jumlah ancaman nuklir terselubung, yang benar-benar dapat mengeluarkannya dari situasi khusus ini," kata mantan intelijen gagal itu.


Prediksi Petraeus mengikuti komentar berani serupa pada bulan lalu oleh pensiunan Jenderal Angkatan Darat AS, Ben Hodges.

Hodges telah mengawasi pasukan AS di Eropa dari 2014 hingga 2018.

Hodges juga mengklaim, Washington dapat menanggapi serangan nuklir terhadap Ukraina.

AS diyakini dapat memusnahkan pangkalan Rusia di Krimea atau menghancurkannya Armada Laut Hitam Moskow.

Moskow sendiri akan menggunakan senjata apa pun yang dianggap cocok untuk digunakan untuk membela rakyatnya.

Hal itu ditegaskan oleh mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev.

Tanpa menyebut nama, Medvedev memperingatkan, 'pensiunan idiot dengan garis-garis jenderal' tidak boleh berusaha mengintimidasi Moskow'.

Juga tidak bisa untuk mengklaim bahwa NATO dapat menyerang Krimea.

“[rudal] hipersonik pasti akan mencapai target di Eropa dan AS lebih cepat,” kata Medvedev.

Dia menambahkan bahwa 'pembentukan Barat dan warga NATO perlu memahami bahwa Rusia telah memilih jalannya sendiri', dan 'tidak ada jalan kembali'.

Sementara itu, Petraeus mengklaim, Putin sedang mencoba untuk mengintimidasi negara-negara Eropa agar tidak lagi mendukung Ukraina.

“Saya tidak berpikir dia akan mengalahkan Eropa. Eropa akan mengalami musim dingin yang sulit," katanya.

".Tetapi, mereka akan melewatinya, dan saya tidak berpikir mereka akan memecahkan masalah dukungan untuk Ukraina," klaimnya.

Petraeus memimpin pasukan AS di Afghanistan pada 2010- 2011.

Dia memimpin jumlah kematian tertinggi oleh AS selama perang 20 tahun di negara itu.

Petraeus juga telah meningkatkan korban sipil. Jenderal itu membantu membujuk Presiden Barack Obama saat itu.

Hal ini untuk mengerahkan 30.000 tentara AS tambahan ke negara itu.

Tetapi, rencana kontra-pemberontakannya, yang bergantung pada 'mengamankan dan melayani' penduduk setempat, gagal.

Petraeus kemudian menjadi Direktur CIA pada 2011, hanya untuk mengundurkan diri tahun berikutnya setelah berselingkuh dengan wanita yang menulis biografinya.***

Sumber: Russia Today

 

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Russia Today

Tags

Terkini

Terpopuler