Ukraina Bantai Rakyat Sendiri: Cari Perhatian Dunia dan Memfitnah Dilakukan Rusia

26 September 2022, 15:40 WIB
Kuburan massal yang diduga warga sipil di Bucha, Ukraina /Reuters/


KALBAR TERKINI - Pembunuhan berantai dilakukan Pemerintah Ukraina di mana-mana terhadap rakyatnya sendiri kemudian dituduh dilakukan Rusia.

Pembunuhan terbanyak dilakukan secara sporadis di Donbas, wilayah Ukraina yang populasinya mayoritas keturunan Rusia.

Kekejaman ini ditebar oleh tentara Ukraina, tentara bayaran dan batalyon nasionalis, yang nota bene diketahui Barat tapi menutup mata.

Baca Juga: Provokasi AS 'Kelewatan', Wamenlu Rusia: Jangan Pancing Bentrok Fisik Langsung!

Vladislav Ugolny, jurnalis Rusia yang berbasis di Donetsk, melaporkan kekejaman yang sengaja dan biadab tersebut.

Dilansir Kalbar-Terkini,com dari Russia Today, Jumat, 23 September 2022, Ugolny melaporkan bahwa pihak Ukraina melakuan 'pembersihan' manusia.

Semua itu dilakukan di luar hukum acara pidana, dan tidak diatur oleh undang-undang apa pun.

Hukum mungkin datang ke wilayah itu kemudian.

Baca Juga: Barat Klaim Opini Internasional Salahkan Rusia: Termasuk Tetangganya China dan India!

Tetapi, pada hari-hari pertama, 'keadilan revolusioner' dilakukan, tanpa pengacara, dan dengan fungsi hakim, jaksa dan algojo yang dilakukan oleh kombatan Ukraina.

Menurut Ugolny, Ukraina menargetkan warga sipil untuk pembalasan di timur negara itu, sementara pendukung Barat-nya menutup mata.

Serangan Ukraina di wilayah Kharkov, awal September 2022, menyebabkan angkatan bersenjata Rusia kehilangan kendali atas sejumlah pemukiman.

Ini termasuk kota Balakleya, Izium, Kupiansk, Volchansk dan sejumlah desa dan daerah kecil.

Baca Juga: Donbass Bergabung dengan Rusia, Moskow akan bela Mati-matian jika Diserang!

Namun demikian, tentara Rusia, dengan berkonsentrasi pada pertempuran barisan belakang, mampu menghindari kerugian yang signifikan.

Pasuklan Rusia berhasil mundur ke tepi kiri Sungai Oskol untuk berkumpul kembali.

Namun, korban utama dari pergantian peristiwa ini adalah penduduk daerah tersebut, yang sekarang berada di bawah kendali Ukraina.
Tidak ada informasi pasti tentang populasi wilayah ini.

Sensus terakhir dilakukan Kiev lebih 20 tahun lalu, dan statistik itu diketahui sangat tidak akurat.

"Pada awalnya, kita dapat memperkirakan populasi sebelum perang mencapai 200.000 orang," tulis Ugolny.

Setelah pecahnya permusuhan, beberapa warga terpaksa melarikan diri.

Jumlah pengungsi tergantung pada intensitas pertempuran. Misalnya, di Kota Volchansk yang berbatasan dengan Rusia, orang-orang terus hidup normal.

Mereka tidak pernah mendengar tembakan di kota itu sejak Maret 2022, dan selalu ada bantuan kemanusiaan.

Namun, desa-desa garis depan di selatan Izium hampir terhapus dari muka bumi.

"Bagaimanapun, kita berbicara tentang puluhan ribu orang. Kemungkinan besar, setidaknya 100.000 orang tinggal di wilayah yang dikuasai Rusia," katanya.

Beberapa dari mereka tetap berada di bawah perlindungan tentara Rusia, yang menguasai tepi kiri Oskol.

Juga di desa-desa seperti Kupiansk-Uzlovoi dan Borovaya, yang kini menjadi lokasi permusuhan sengit.

Setelah dimulainya serangan Ukraina, beberapa penduduk wilayah Kharkov terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Evakuasi dilakukan di Volchansk, Veliky Burluk, Kupiansk dan Izium.

Berbagai perkiraan menunjukkan bahwa antara 5.000, dan pada September ini saja, 25.000 orang telah melarikan diri ke Rusia.

Menurut wartawan Readovka, Wilayah Voronezh menampung sekitar seribu pengungsi.

Sejumlah kecil lainnya meninggalkan Kharkov dan menuju ke Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, khususnya ke pusat distrik terdekat Svatovo.

"Bagaimanapun, sebagian besar penduduk lokal tetap di situ," tambah Ugolny.

Berdasarkan komunikasi dengan penduduk kota-kota kecil di garis depan Donbass, keputusan seperti itu tidak bermotif politik.

Penduduk di daerah tersebut, banyak dari mereka adalah orang tua, cacat, keluarga dengan petak rumah tangga atau kerabat bermobilitas rendah .

Mereka membutuhkan perawatan, biasanya berpegang teguh pada tanah, rumah dan cara hidup tradisional mereka sampai akhir.

Mereka adalah orang-orang yang tidak evakuasi dari rumah dalam beberapa bulan terakhir, dan merekalah yang sekarang terancam.

Sejumlah saluran telah muncul di aplikasi messenger Telegram, salah satu platform media sosial terkemuka untuk kedua belah pihak yang berkonflik.

Media sosial ini mempublikasikan data pribadi dari apa yang disebut 'kolaborator'.

Dasar tuduhan bisa apa saja, termasuk berkomunikasi dengan militer Rusia, atau menerima bantuan kemanusiaan.

Beberapa saluran ini saat ini diblokir, setelah gelombang keluhan ke dukungan teknis Telegram.

Meskipun demikian, beberapa di antaranya tetap beroperasi, dan banyak yang merendahkan para pendukung Rusia sebagai 'zhduny(rus' ( pelayan).

Menurut konsensus publik di Ukraina, orang-orang seperti itu, yang bersimpati dengan Moskow, adalah penyebab konflik.

Di mata kaum radikal Ukraina, siapa pun yang menunjukkan sikap positif terhadap Rusia, adalah ancaman bagi keamanan nasional.

Dengan demikian, data pribadi mereka selama hari-hari awal serangan Rusia, diterbitkan untuk satu tujuan: menunjukkan musuh.

Sehingga mereka akan dibunuh selama 'penyapuan', serangkaian tindakan yang bertujuan membangun kontrol atas wilayah pendudukan.

Semua ini dilakukan oleh tentara, tentara bayaran dan batalyon nasionalis.

Untuk membantu tujuan pembunuhan mereka, saluran serupa sedang dibuat, yang mempublikasikan data pribadi dengan panggilan untuk hukuman mati, tanpa pengadilan.

Setelah 'pembersihan' selesai, elemen sistem hukum Ukraina akan datang ke kota-kota yang direbut.

Mereka akan fokus pada penyembunyian kejahatan perang yang dilakukan selama 'pembersihan'.

"Dan sebagai gantinya, mereka menuding Rusia. Dua tugas terakhir akan dilakukan secara bersamaan, seperti di Bucha," lapor Ugolny.

"Dan, mereka yang terbunuh oleh Ukraina akan disajikan secara sinis sebagai korban tentara Rusia," lanjutnya.


Pada Minggu lalu, mnenurut Dinas Keamanan Ukraina (SBU), 16 orang yang dicurigai bekerja sama dengan pihak berwenang Rusia telah ditahan.

Agen keamanan ini lebih tertarik kepada pejabat pajak.

Mereka dianggap bertanggung jawab atas berfungsinya bisnis lokal selama kontrol Moskow atas wilayah tersebut.

Namun, guru lokal yang beralih ke pengajaran kurikulum Rusia, juga berisiko.

Terlepas dari hukum humaniter internasional, Ukraina tampaknya bertekad untuk menghukum guru.

Hukuman ini dilakukan sebagai contoh bagi orang lai, .yang diklaim merupakan kewajiban bagi pengendali suatu wilayah.

Dalihnya, melestarikan proses pendidikan, dan menekankan bahwa tidak ada kerugian yang dilakukan terhadap pendidik,

Wakil Perdana Menteri Ukraina Irina Vereshchuk menyatakan, para guru ini melakukan kejahatan.

Diklaim, mereka harus dihukum karena pengkhianatan tingkat tinggi.

Langkah-langkah semacam itu oleh Pemerintah Ukraina, yang ditujukan terutama untuk mengintimidasi para pendidik di wilayah yang dikuasai Rusia.

Dengan menunjukkan kesediaan untuk menuntut pekerja sipil, Kiev meningkatkan taruhannya.

Penegakan hukum Ukraina juga diketahui menahan pekerja kehutanan.

Mereka dianggap membantu tentara Rusia untuk mengumpulkan kayu bakar.

Rinciannya tidak diketahui: apakah mereka memasok Rusia dengan kayu bakar secara komersial.

"Atau menebang hutan yang dipercayakan kepada mereka, atau hanya memberi tahu tentara di mana harus menebang, masih belum diketahui," tulis Ugolny.

Setiap warga sipil yang tinggal di wilayah yang dikuasai Rusia, dapat didakwa dengan kolaborasi.

Ukraina memiliki kementerian khusus untuk reintegrasi 'wilayah pendudukan sementara'.

Sejak 2016, kementrian telah mengembangkan kebijakan 'menyaring' penduduk sipil.

Awalnya, aktivitasnya terkonsentrasi di sekitar Donbass dan Krimea, tetapi kini cakupannya telah berkembang.

Contoh yang paling mencolok adalah undang-undang (UU) 'Tentang Kebijakan Negara Masa Transisi'.

UU ini telah dikritik, antara lain oleh Komisi Venesia [tentang hukum konstitusional].

Ini karena fakta bahwa kebijakan negara Ukraina di wilayah yang didudukinya, ditujukan untuk hanya menyelidiki dugaan kejahatan perang.

Targetnya adalah pihak yang berlawanan, dan mengabaikan tujuan menegakkan kebenaran tentang semua kejahatan.

UU ini juga memperkenalkan perlakuan yang berbeda terhadap warga negara.

Ini tergantung tingkat interaksi mereka dengan Rusia, dan/atau Republik Donbass.

Topik ini membedakan rasa bersalah seluruh penduduk sipil pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil.

Kemudian, tudingan ini dipromosikan oleh semua jenis organisasi nirlaba.

Organisasi-organisasi ini, antara lain, Pusat Sumber Daya Tatar Krimea, yang terlibat dengan 'Vozrozhdeniye' dari Yayasan Soros.

Juga, organisasi ekstremis 'Mejlis orang Tatar Krimea,' yang mengaku sebagai Pemerintah Ukraina yang diasingkan di Krimea.

"Mereka mengembangkan seluruh metodologi untuk mengevaluasi tingkat kolaborasi," tambah Ugolny.

Selain memerangi guru dan rimbawan, penegak hukum Ukraina dan media juga sibuk memalsukan kejahatan perang.

Mereka membuka apa yang disebut 'ruang bawah tanah', penjara ilegal dan ruang penyiksaan.

Di sini, tersangka tawanan perang dan warga sipil ditahan.
Proses pemalsuan bergantung pada bidikan yang jelas, dan ditemukan bingkai dengan doa tergores di dinding salah satu ruang bawah tanah.

Fabrikasi lain melibatkan tujuh mahasiswa Sri Lanka yang kuliah di Kupiansky Medical College.

Mereka diduga ditahan oleh personel militer Rusia sejak Maret 2022, yang bersaksi tentang penyiksaan oleh Rusia.

Tapi, menurut Ugolny, posisi resminya sederhana: orang Rusia yang marah, hanya menahan dan menyiksa orang asing.

Bahwa tentara Rusia sebenarnya mengevakuasi mereka dari Mariupol dan Kherson, diabaikan.

Untuk saat ini, Kementerian Luar Negeri Sri Lanka meminta Kiev untuk memberikan informasi lebih lanjut tentang warganya.

Investigasi yang adil, bagaimanapun, seharusnya tidak diharapkan sampai orang-orang Sri Lanka itu menemukan diri mereka berada di luar tangan negara Ukraina.

Bukti nyata dari kejahatan rasial oleh Kiev: seorang pria dibunuh karena memakai simbol Ukraina.

Ternyata, mayat itu adalah Sergey Sova, anggota Brigade Mekanik ke-93, yang terbunuh dalam pertempuran di dekat Izium.

Secara umum, satu-satunya kuburan massal yang sekarang ditempeli propaganda Ukraina.

Ini adalah kuburan yang digali oleh Rusia, tempat para korban konflik militer dimakamkan, termasuk tentara Ukraina.

Ada tulisan di salah satu salib, khususnya: 'APU [Angkatan Bersenjata Ukraina] 17 orang, Izium, dari kamar mayat'.

Tapi, Ukraina mengklaim bahwa ada 440 mayat di sana. Beberapa salib memiliki plakat peringatan, beberapa hanya nomor inventaris.

Jenazah dikuburkan oleh tentara Rusia sesuai dengan tradisi wilayah tersebut.

Mungkin, tentu saja, di antara mereka yang terkubur di bawah salib adalah Muslim, dan Yahudi.

Juga kemungkinan terdapat penganut kepercayaan pagan, yang populer di kalangan batalyon neo-Nazi Ukraina.

Tetapi, Rusia melakukan segala kemungkinan untuk memastikan sisa-sisa musuh tidak dinodai.

Dalam keadaan normal, mayat-mayat ini akan diberikan ke pihak Ukraina dengan imbalan mayat tentara Rusia yang tewas.

Tetapi, Ukraina memboikot pertukaran ini karena keengganan untuk mengakui kerugian yang signifikan.

Secara khusus, putra Sergey Sova, mengetahui beberapa bulan kemudian tentang nasib ayahnya.

Dia melalui media kemudian meminta jenazah ayahnya dipindahkan kembali ke rumah untuk dimakamkan secara layak.

Sebelum itu, Sova kemungkinan besar telah terdaftar sebagai orang hilang.

Inilah sebuah taktik yang menekan jumlah resmi tentara Ukraina yang tewas, dan menghindari pembayaran kompensasi kepada keluarga mereka.

Tentara Ukraina yang tewas dalam pertempuran dan dikuburkan sesuai dengan tradisi agama yang dominan di Ukraina akan dihitung sebagai korban 'dugaan genosida'.

Mereka akan disajikan sebagai korban tentara Rusia yang mundur.

"Semua ini adalah cerita yang menyeramkan dan sinis, yang kebenarannya hanya dapat kita pelajari setelah kembalinya tentara Rusia ke Kharkov," tulis Ugolny.

Menurut nya, inilah mesin kebohongan, propaganda, dan disinformasi besar-besaran, yang merupakan pekerjaan Pemerintah Ukraina di wilayah pendudukan.

Namun, semuanya akan dihancurkan, dan dunia akan dapat belajar tentang penjahat perang yang sebenarnya.

Semua itu mirip yang terjadi setelah pembebasan Mariupol, dan pembentukan kontrol atas bangunan Bandara Mariupol.

Ketika itu, Dinas Keamanan Ukraina dan Azov mengubahnya menjadi kamp konsentrasi, yang dikenal sebagai 'Perpustakaan'.***

Sumber: Russia Today

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Russia Today

Tags

Terkini

Terpopuler