Sudah 510 Orang Dibunuh, Militer Myanmar Kesetanan karena Narkoba?

30 Maret 2021, 20:46 WIB
DICECOKI NARKOBA? - Orang-orang membawa jasad Tun Tun Aung (14) yang ditembak di bagian dada oleh pasukan rezim di Mandalay, Myanmar, Senin, 22 Maret 2021.Tentara dan polisi di Myanmar ditengarai kuat dicecoki narkoba sehingga menjadi brutal./FOTO: TWITTER KHIN MYAT TREASA/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Tentara dan polisi di Myanmar ditengarai kuat dicecoki narkoba sehingga menjadi brutal. Terbukti, sudah  510 orang yang dibunuh hingga Selasa, 30 Maret 2021. Bahkan, laras senjata kerap masih didekatkan ke kepala korban yang sudah tewas, dan ditembak berkali-kali. 

Tak sedikit pula korban yang setelah tewas atau sekarat karena ditembak, masih disayat tubuhbnya menggunakan pisau. Menurut Pihak Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, jumlah ini sudah termasuk empat orang yang tewas pada Selasa ini.  

Myanmar Now menulis, jumlah ini belum termasuk jenazah sejumlah bayi, anak-anak, dan remaja, yang dihancurkan untuk menutupi  fakta bahwa  para korban termasuk kalangan ini. Juga orang-orang hilang yang diduga telah mati. 

Dugaan penggunaan narkoba di kalangan aparat selama terjadinya unjuk rasa paska kudeta 1 Februari 2021, dikaitkan dengan fakta tentang mudahnya memperoleh semua jenis narkoba di Myanmar. Apalagi, Myanmar tercatat sebagai satu dari tiga negara Segitiga Emas Penghasil Narkoba.  

Baca Juga: Dibunuh seperti Binatang, Malam Ini Sembilan Tewas: Total 459!

Baca Juga: Hapus Bukti, Junta Hancurkan Mayat Anak-anak

Baca Juga: Tentara Main 'Dor', Pasien Ketakutan: Nyaris Mati karena 'Stroke'

Dikutip Kalbal-Terkini.com dari Jurnal Relasi Internasional Universitas Diponegoro, Semarang, perdagangan obat terlarang di Asia Tenggara,  berpusat di kawasan Segitiga Emas. Disebut Segitiga Emas karena wilayahnya berbentuk segitiga, yang terdiri dari Laos, Myanmar dan Thailand.  

Kawasan tersebut merupakan wilayah pegunungan seluas 950 kilometer persegi dan digunakan untuk menanam opium. Segitiga Emas merupakan kawasan terbesar kedua di dunia setelah Afghanistan (Golden Crescent) untuk penghasil opium.

Produksi narkoba di kawasan Segitiga Emas termasuk dalam kategori narkotika dan potential addictive. Aktivitas perdagangan narkotika di Asia Tenggara begitu besar, yang berasal dari Myanmar, dengan cara menyelundupkan ke perbatasan-perbatasan negara.

Perdagangan narkotika tidak hanya membahayakan stabilitas dan integritas negara, akan tetapi berpengaruh terhadap keamanan sosial negara.  Pada dekade 1970-an, tak sedikit tamtama tentara AS selama Perang Vietnam, yang menjadi beringas karena terjebak penggunaan narkoba.

Menurut laporan pada 1971, dilansir dari laman National Institute on Drug Abuse, Departemen Pertahanan AS menyebut, 51 persen angkatan bersenjatanya  telah menghisap mariyuana, 31 persen telah menggunakan psikedelik, seperti LSD, jamur mescaline dan psilocybin, dan tambahan 28 persen telah menggunakan obat-obatan keras, seperti kokain dan heroin.  

Tetapi penggunaan narkoba tidak hanya dibatasi oleh apa yang dapat dibeli secara ilegal di pasar gelap. Komando militer mereka juga banyak meresepkan pil kepada pasukan dengan alih-alih  peningkatan kinerja. 

Menurut laporan Komite Kejahatan DPR AS, angkatan bersenjata menggunakan 225 juta tablet stimulan antara 1966 dan 1969. Selain amfetamin, yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan dalam misi yang lama, obat penenang diresepkan untuk membantu meredakan kecemasan dan mencegah gangguan mental.    

Anjing pun Ditembak

Keberingasan pihak junta hingga Senin malam kemarin, mengakibatkan empat orang, termasuk seorang pengamat, tewas dalam tindakan keras terhadap unjuk rasa anti-kediktatoran di Myingyan, Wilayah Kota Mandalay. Tentara dan polisi Myanmar dilaporkan kian kalap.  

"Mereka menembaki setiap bayangan, bahkan anjingnya," kata seorang saksi mata, sebagaimana dilaporkan Myanmar Now, Selasa ini. 

Tiga pengunjuk rasa ditembak mati di tempat kejadian, dan seorang pengamat yang terluka, meninggal pada Selasa pagi, menurut sumber setempat.

Para korban diidentifikasi sebagai Kyaw Min Zin yang berusia 33 tahun, Thu Htoo San yang berusia 28 tahun, Wai Lwin Oo yang berusia 21 tahun, dan Zaw Lin Tun, yang usianya tidak diketahui pada saat pelaporan. Wai Lwin Oo - pengamat - ditembak di bagian perut saat pasukan melepaskan tembakan.

Salah satu kerabatnya mengatakan kepada Myanmar Now, dengan syarat tidak disebutkan namanya. Pengunjuk rasa Kyaw Min Zin awalnya terluka setelah ditembak di kaki saat penumpasan.

Karena tidak dapat lari, pasukan menangkap. dan menembaknya enam kali lagi, menurut kerabat Wai Lwin Oo dan warga Myingan lainnya. Ketika penduduk setempat menemukan tubuh Kyaw Min Zin dari jalan, korban mengalami beberapa luka di kaki yang tampaknya terjadi setelah dia disayat dengan pisau.

Orang-orang bersenjata junta menembak di daerah pemukiman sampai Senin larut malam. Foto yang beredar di media sosial menunjukkan pria bersenjata berpakaian preman mengendarai sepeda motor melintasi kota. 

Pada 3 dan 29 Maret 2021, angkatan bersenjata rezim telah membunuh total 19 orang di Myingan. 

Pekerja Pabrik Militer Mogok

Ratusan pekerja mogok di pabrik milik Kementerian Pertahanan yang membuat suku cadang kendaraan militer Myanmar. Selasa ini. Beberapa di antara mereka ditekan untuk kembali ke pabrik, tapi  mereka menolak. 

Ratusan pekerja milik Tatmadaw -nama Angkatan Bersenjata Myanmar- yang membuat suku cadang untuk kendaraan militer, bergabung dengan gerakan melawan rezim, dan melakukan pemogokan pasa awal Maret 2021 ini.

Seorang jenderal pun turun tangan untuk menekan mereka agar kembali bekerja. 

Pemogokan dimulai pada 7 Maret 2021 di lima pabrik di seluruh negeri, tetapi sebagian rusak setelah kunjungan Mayor Jenderal Ko Ko Lwin, Wakil Kepala Industri Pertahanan Myanmar, yang membuat senjata dan peralatan lain untuk Tatmadaw. 

Pekerja di pabrik  lain, yakni di Yangon, Magway, Myaing, Myingyan di wilayah Mandalay dan Htone Bo di wilayah Bago, telah mengumumkan bahwa mereka bergabung dalam aksi mogok. 

Di Htone Bo, yang mempekerjakan sekitar 600 orang, setidaknya 193 pekerjamelakukan aksi mogok, menurut angka yang dikumpulkan dari media sosial oleh Myanmar Now.

Sebanyak 65 lainnya di Magway dan 34 di Myaing menyatakan bahwa mereka juga bergabung dalam pemogokan. 

Tidak jelas berapa banyak yang bergabung dalam pemogokan di pabrik lain.

Banyak dari mereka di pabrik Htone Bo telah kembali bekerja, tetapi yang lain mengundurkan diri, dan lainnya masih ditangkap, kata para pekerja, tanpa memberikan angka rinci. 

Seorang pekerja di pabrik Htone Bo mengatakan, meskipun dipaksa kembali bekerja, dia tetap tidak melakukan apa pun di pabrik.

“Kami tidak bekerja. Saya di rumah, ”katanya. “Saya pergi ke pabrik, hanya pada hari-hari saya ingin pergi. Bahkan pada hari-hari saya di pabrik, saya tidak bekerja."  

 

Sumber: Myanmar Now

Mari berdonasi bagi jurnalis-jurnalis independen yang bertaruh nyawa untuk menulis fakta dan melawan militer Myanmar: https://www.myanmar-now.org/en/donate

 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler