Ledek AS, Korut Uji Rudal Balistik: Jepang dan Korsel Panik

25 Maret 2021, 18:51 WIB
RUDAL BALISTIK KORUT - Kim Dong-yub, seorang analis dari Institut Kajian Timur Jauh Korea Selatan, mengatakan, data menunjukkan bahwa uji coba rudal balistik Korut kemungkinan untuk menguji sistem bahan bakar padat baru yang meniru model rudal balistik seluler 9K720 Iskander buatan Rusia./NHK NEWS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

SEOUL, KALBAR - Korea Utara menguji coba rudal balistiknya yang pertama sejak Joe Biden menjabat Presiden AS, Kamis, 25 Maret 2021, menurut The Asociated Press.  Namun kantor berita North Korea  News pada hari yang sama menyatakan, dua rudal yang sama sudah diuji coba  pada Minggu, 21 Maret 2021.

Hanya saja, intinya sama: meledek pemerintahan AS yang baru menyusul upaya Biden lewat pejabat-pejabat tinggi AS, yang pekan ini mati-matian melakukan pendekatan ke Korut yang dianggap alot alias keras kepala terkait untuk membuka dialog terkai program nuklir Korut.

Dikutip Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press pada Kamis ini, Korut disebut melakukan uji coba rudal balistik pertamanya sejak Biden menjabat Presiden AS di tengah upaya negara Paman Sam memperluas kemampuan militernya.  

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menyatakan, kembalinya uji coba balistik Korut mengancam perdamaian dan keamanan di Jepang dan kawasan. Tokyo akan berkoordinasi erat dengan Washington dan Seoul mengenai kegiatan militer Utara.

Baca Juga: Pastikan Tak Mata-Matai Negara Manapun, Ellon Musk: Saya Langsung Tutup Pabrik Jika Ada Data Bocor

Baca Juga: Komunis Filipina kian Alot, Pemerintah Serukan Kembali ke Ibu Pertiwi

Baca Juga: Dibantai Superior Kulit Putih, Orang Indian Tersisa 238 dari 5 Juta Jiwa

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chung Eui-yong, setelah bertemu dengan mitranya dari Rusia di Seoul, menyatakan keprihatinan yang mendalam, dan mendesak Korut untuk menjunjung tinggi komitmennya terkait perdamaian. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyerukan pula untuk dimulainya kembali dialog secepatnya guna menyelesaikan perselisihan dengan Korut.

Kepala Staf Gabungan Korea Selatan menyatakan,dua rudal jarak pendek ditembakkan pada pukul 07:06 dan 07:25 di pantai timur Korut, dan terbang 450 kilometer (279 mil) dan mencapai ketinggian puncak 60 kilometer (37 mil) sebelum mendarat di laut.

Seorang pejabat senior AS, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas pengamatan militer yang cocok dengan informasi dari Tokyo dan Seoul, mengatakan bahwa penilaian awal menunjukkan bahwa Korut menembakkan dua rudal balistik jarak pendek. 

“Kegiatan ini menyoroti ancaman yang ditimbulkan oleh program senjata terlarang Korea Utara terhadap tetangganya, dan komunitas internasional,” kata juru bicara Komando Indo-Pasifik AS, Kapten Mike Kafka. 

Peluncuran itu dilakukan sehari setelah pejabat AS dan Korea Selatan menyatakan Korut menembakkan senjata jarak pendek yang diduga rudal jelajah ke laut baratnya selama akhir pekan. 

Korea Utara memiliki sejarah pengujian rudal, dan provokasi lain yang bertujuan memaksa AS kembali ke meja perundingan.

Namun, peluncuran pada Kamis ini adalah provokasi terukur dibandingkan dengan uji coba rudal nuklir dan antarbenua pada 2017, yang menginspirasi ketakutan terjadinya perang, sebelum Korut beralih ke diplomasi dengan pemerintahan Trump pada 2018. 

Analis memperkirakan, Korut secara bertahap meningkatkan tampilan senjatanya untuk mendapatkan kekuatan tawar-menawar, karena akan kembali ke pembicaraan yang macet, yang bertujuan untuk memanfaatkan senjata nuklir demi keuntungan ekonomi yang sangat dibutuhkan negara ini.

Korut sejauh ini menyatakan, pihaknya tidak akan terlibat dalam pembicaraan yang berarti, kecuali Washington meninggalkan kebijakan permusuhannya. Tidak jelas bagaimana pemerintahan Biden akan menanggapi uji coba rudal ini sebelum menyelesaikan tinjauan kebijakannya di Korut dalam beberapa pekan mendatang. 

Peluncuran rudal tersebut menyusul perjalanan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin ke Jepang dan Korea Selatan pekan lalu, saat Washington mendorong untuk memulihkan aliansinya di Asia.

Selama perjalanan, Blinken dengan keras mengkritik program nuklir Korut dan catatan hak asasi manusia, dan menekan China untuk menggunakan pengaruhnya yang luar biasa untuk meyakinkan Korut, agar melakukan denuklirisasi. 

Media pemerintah Korut pada Selasa lalu menyatakan bahwa pemimpinnya, Kim Jong Un akan kembali ke aliansi tradisional negaranya dengan China. Hal ini dinyatakannya  saat bertukar pesan dengan Presiden China Xi Jinping, sebagai tanggapan nyata atas upaya Biden untuk mengoordinasikan tindakan terhadap Korut dengan sekutunya. 

Negosiasi mengenai program nuklir Korut tersendat, setelah runtuhnya KTT kedua Kim dengan Presiden Donald Trump pada Februari 2019, ketika AS menolak tuntutan Korut untuk pencabutan sanksi besar, dengan imbalan penyerahan sebagian dari kemampuan nuklirnya.

Sejak pertemuan pertama Trump dengan Kim pada 2018, Korut belum melakukan uji coba nuklir atau rudal jarak jauh, meskipun para analis yakin bahwa pihak Korut telah melanjutkan kedua program tersebut.

Korut terus melanjutkan uji coba rudal jarak pendek dan menengah selama penangguhan uji coba nuklir dan jarak jauh, memperluas kemampuannya untuk menyerang target di Korea Selatan dan Jepang, termasuk pangkalan AS di sana. 

Kim Dong-yub, seorang analis dari Institut Kajian Timur Jauh Korea Selatan, mengatakan bahwa data  menunjukkan, Korut kemungkinan menguji sistem bahan bakar padat baru yang meniru model rudal balistik seluler 9K720 Iskander Rusia. 

Rudal terbang rendah, yang menurut para analis berpotensi memiliki kemampuan nuklir, dirancang untuk dapat bermanuver, sehingga memiliki peluang lebih baik untuk menghindari sistem pertahanan rudal. 

Korut telah melakukan setidaknya 16 peluncuran rudal ini, dan sistem jarak pendek baru lainnya pada 2019- 2020. Trump telah dituduh memberi Korut ruang untuk mengembangkan persenjataannya meskipun ada ancaman ke Korea Selatan dan Jepang. 

Jika Biden mengambil pendekatan berbeda dengan memberlakukan sanksi tambahan atas peluncuran balistik jarak pendek, maka Korut dapat menggunakannya sebagai alasan untuk tes yang lebih provokatif. "Termasuk yang melibatkan sistem rudal yang diluncurkan kapal selam,"  kata Cheong Seong-Chang, seorang analis di Institut Sejong, Korea Selatan.

Pekan lalu, adik perempuan Kim Jong Un mencaci AS terkait putaran terakhir latihan militer gabungan dengan Korea Selatan, Maret 2021 ini. Dia  memperingatkan Washington untuk menahan diri dari upaya menimbulkan bau busuk, jika ingin 'tidur dalam damai' selama empat tahun ke depan. 

Tes jarak pendek Korut pada hari Minggu adalah penembakan rudal pertama yang diketahui sejak April 2020. Biden mengecilkan peluncuran itu dengan berkata kepada wartawan: "Tidak ada kerutan baru dari apa yang mereka lakukan."

Sementara itu, North Korea News melaporkan, kedua rudal ditembakkan dari daerah Hamju Korea Utara di Provinsi Hamgyong Selatan, pukul 7:06 pagi dan 7:25 pagi.

Otoritas Korea Selatan dilaporkan langsung mengadakan pertemuan darurat atas peluncuran pada Kamis pagi ini, dan menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang bagaimana rudal itu ditembakkan di tengah sedang dilakukannya peninjauan kebijakan Korut oleh AS. 

Peninjauan kebijakan ini diharapkan untuk menguraikan pendekatan masa depan Pemerintahan Biden ke Korut dengan Washington yang baru-baru ini mengirim menteri luar negeri dan menteri pertahanan AS ke Seoul.

Insiden uji coba itu terjadi hanya sehari setelah muncul berita adanya uji coba dua rudal jarak pendek pada Minggu, 21 Maret 221. 

Pada Kamis ini, juru bicara militer AS Mike Kafka dilaporkan menyatakan, peluncuran terbaru ini menyoroti ancaman yang ditimbulkan oleh program senjata terlarang Korut terhadap tetangganya dan komunitas internasional. 

Ankit Panda, seorang analisis senior di Carnegie Endowment for International Peace menyatakan, peluncuran terbaru ini tidak terlihat seperti uji perkembangan untuk menyebut meningkatkannya teknologi rudal terbaru Korut. Sebab, uji coba ini melibatkan lebih dari satu proyektil.  

Dia menambahkan bahwa proyektil itu bisa berupa rudal balistik jarak pendek KN-23, KN-24 atau KN-25. "Jika itu hanya satu rudal, dan itu adalah rudal balistik di Laut Jepang, itu bukan pertanda baik," katanya.

“(Tapi) itu mungkin hanya tes operasional yang mereka lakukan pada Maret (tahun 2020) , juga sekitar waktu latihan militer AS dan Korea Selatan. AS dan Korea Selatan umumnya menggelar  latihan militer gabungan sekitar musim semi, dengan latihan simulasi komputer yang tahun ini dimulai  pada Senin, 8 Maret 2021 lalu.

Pada 20 Maret 2020, Korut menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ke Laut Timur, tapi tidak menimbulkan reaksi dari AS saat itu, yakni Presiden Donald Trump.

Semua peluncuran rudal balistik dilarang berdasarkan resolusi yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB. 

“Kali ini, saya pikir itu akan memiliki lebih banyak implikasi,” kata Panda. “Ini tentu saja tidak membantu lingkungan antar-Korea.”*** 

 

Sumber: The Associated Press & NK News

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler