Amnesti Tiga Kelompok Radikal, Duterte Ingin Akhiri Konflik Berkepanjangan di Filipina

16 Februari 2021, 22:04 WIB
MORO - Tentara-tentara Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) sedang melakukan operasi militer di selatan Filipina. Kelompok militan ini ikut mendapat amnesti dari Pemerintah Filipina./OFFICIAL BLOG SITE OF THE MNLF/ /

MANILA, KALBAR TERKINI - SP - Presiden Filipina Rodrigo Duterte setidaknya masih welas asih. Di balik ketegasannya menumpas kriminalitas, Duterte berniat baik menciptakan perdamaian di negaranya lewat amnesti kepada tiga organisasi garis keras di negaranya.

Paska disetujui Kongres Filipina, amnesti tersebut akhirnya diteken oleh Duterte di Manila, Selasa, 16 Februari 2021. Amnesti diberikan kepada dua kelompok Islam garis keras dan satu kelompok  komunis. Kedua kelompok Islam ini, yakni Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Satunya lagi, Rebolusyonaryong Partido ng Mangagawa ng Pilipinas/ Revolutionary Proletarian Army/ Alex Brigade Boncayao (RPMP-RPA-ABB).

Dilansir Kalbarterkini.com dari kantor berita nasional Philippine News Agency (PNA) pada Selasa ini, amnesti ini diberikan setelah Duterte pada 5 Februari menandatangani Proklamasi 1090, 1091, 1092, dan 1093, terkait amnesti untuk tiga kelompok tersebut yang telah melakukan kejahatan terkait  keyakinan politiknya.

Menurut Duterte, kebijakan perdamaian pemerintah adalah memelihara iklim yang kondusif demi perdamaian, menerapkan program rekonsiliasi, dan reintegrasi pemberontak ke dalam masyarakat. Itu sebabnya Pemerintah Filipina  menindaklanjuti permintaan amnesti dari kalangan mantan kombatan, supaya mereka dapat hidup damai dalam mengejar kehidupan yang produktif.

Baca Juga: Digali, Makam Remaja Perempuan yang Dibunuh Sesama Personel Tentara Komunis

Hanya saja, tegas Duterte, amnesti itu tidak mengurangi aturan hukum yang mungkin dihasilkan dari penyelesaian, melalui negosiasi yang diupayakan pemerintah dengan berbagai kelompok pemberontak tersebut. Amnesti yang diyakini menguntungkan mantan pemberontak ini, akan semakin 'mendorong suasana yang kondusif', demi terciptanya perdamaian yang adil, komprehensif, dan abadi.

Mengutip isi amnesti, Duterte menegaskan, pemberian amnesti tersebut sejalan dengan seruan pemerintah untuk perdamaian, persatuan, dan rekonsiliasi untuk mengakhiri permusuhan masa lalu, dendam, dan kepahitan yang selama ini menghalangi persahabatan abadi di antara sesama rakyat Filipina. 

Namun, amnesti tidak akan diberikan kepada semua pihak yang telah dilarang, atau diubah di bawah Human Security Act 2007 atau Republic Act (RA) 9372 atau Anti-Terrorism Act of 2020 atau RA 11479.  Proklamasi mencatat tentang kejahatan untuk mengejar keyakinan politik.

Baca Juga: Dendam Masa Lalu, Banyak Orang Indonesia Ikut Milisi Radikal Filipina

Termasuk 'tindakan dan kelalaian' yang dilakukan, atau dilakukan sebagai bagian dari rencana, program aksi, atau strategi yang diputuskan oleh pemimpin pemberontak untuk menggulingkan dan menggantikan pemerintah yang sah.  

Amnesti yang diberikan, tidak mencakup penculikan untuk tebusan, pembantaian, pemerkosaan, terorisme, dan kejahatan lain yang dilakukan terhadap kesucian manusia. Kejahatan-kejahatan tersebut juga didefinisikan lewat revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Filipina.

Hal ini mencakup  kejahatan untuk tujuan pribadi dan pelanggaran atas Undang-undang Berbahaya Komprehensif 2002 atau RA 9165, dan tindakan serius terkait pelanggaran Konvensi Jenewa 1949. 

Baca Juga: Kampanyekan PPKM, Upaya Koramil Matan Hilir Utara Bersama Instansi Terkait Tekan Penyebaran Covid-19

Kejahatan lain yang tidak tercakup dalam amnesti Duterte juga diidentifikasi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai tidak akan pernah bisa mendapatkan amnesti. Di antaranya, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, penyiksaan, penghilangan paksa, dan pelanggaran berat hak asasi manusia lainnya.   Lahir dari

Wilayah 'Keras'

Lahir di Maasin, Leyte Selatan, Mindanao, selatan Filipina, 28 Maret 1945, Presiden Filipina bernama lengkap Duterte Rodrigo Roa Duterte ini, adalah kepala negara Filipina pertama dari Mindanao. Inilah wilayah paling keras di negara tetangga Indonesia.

Lebih dikenal sebagai Digong dan Rody, Duterte mengawali kariernya sebagai  seorang politikus yang pernah memimpin PDP-Laban, partai politik yang berkuasa di Filipina.  Memimpin Filipina dalam usia 71 tahun pada 30 Juni 2016, Duterte tercatat sebagai orang tertua yang menjabat sebagai Presiden Filipina. Rekor sebelumnya dipegang oleh Sergio Osmena pada usia 65 tahun. 

Belajar ilmu politik di Lyceum of the Phlippines University,  Duterte lulus pada 1968 kemdian meraih , gelar sarjana hukum dari San Beda College of Law pada tahun 1972. Duterte kemudian bekerja sebagai pengacara dan menjadi jaksa penuntut di Kota Davao sebelum menjabat wakil wali kota kemudian wali kota paska Revolusi Filipina People Power pada 1986. Duterte tujuh kali memenangkan Pilwako Davao dan memegang jabatan tersebut selama lebih 22 tahun.

Baca Juga: Ringankan Beban Warga Perbatasan, Satgas Yonif 407/PK Gotong-Royong Perbaiki Jembatan

Keberhasilan politik Duterte dibantu oleh ketegasannya menghadapi  kasus narkoba dan penjahat lainnya. Karier politiknya mendapat sorotan. Berbagai kelompok hak asasi manusia mendokumentasikan lebih dari 1.400 pembunuhan yang diduga dilakukan atas perintah Duterte  yang beroperasi di Davao pada 1998- 2016.

Senpi Selundupan Filipina-Manado

Mindanao merupakan basis gerakan-gerakan garis keras Filipina, terutama MNLF dan MILF. Dari wilayah inilah, dibuat senjata-senjata api (senpi) rakitan secara tersembunyi kemudian diekspor. Di antaranya ke sejumlah wilayah Indonesia, termasuk untuk kelompok teroris Poso dan di Papua.

Berdasarkan catatan Kalbarterkini.com, penyelundupan senjata Filipina ke Indonesia dilakukan lewat transportasi laut yang kerap lolos di Pelabuhan Manado, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara.

Baca Juga: Temukan Cinta Lewat Aplikasi, Love Alarm 2 Rilis Maret

Pun kerap dilakukan lewat perahu yang aman bersembunyi di pulau-pulau kecil jika muncul kapal patroli pemerintah. Dari Manado, senjata ilegal ini, antara lain dikirim kepada pemesan lewat jalur darat Trans-Sulawesi yang membentang dari Manado hingga ke Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, melalui dua provinsi lain, yakni Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat dan melewati satu provinsi, yakni Sulawesi Tenggara.***

 

Editor: Cornelis Oktavianus

Sumber: Philippine News Agency (PNA)

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler