Sri pun bergegas, di kampung itu, memang hanya bu Menik yg punya pesawat telpone, karena itu, banyak warga yg selalu minta tolong kepada beliau.
termasuk untuk urusan ini.
Sri menjawab telpon, menyampaikan kesiapannya, ia di minta datang esok hari, ke rumah si penyalur.
Untuk sementara, Sri menunda keberangkatannya. ia berharap, bila memang rejekinnya tidak jauh dari tempatnya tinggal.
Ia akan menyanggupinnya, mengingat, bapak sudah tua, dan mungkin ia tidak mau jauh dari anak semata wayangnya, yg hanya lulusan SD, seperti kebanyakan--anak perempuan di kampung itu.
Baginya yg sekarang Sri pikirkan adalah, ia harus mencari uang, untuk menopang kebutuhan yg kian hari semakin melejit, untuk makan sehari-hari saja sudah susah.
Karena alasan itu, Sri nekat melamar untuk menjadi pembantu di rumah orang yg mampu.
Langit masih gelap, namun Sri begitu antusias, meski ia janjian akan datang pukul 8, Sri sudah bergegas keluar rumah, saat fajar pertama sudah menyingsing tinggi.
Ia harus naik angkutan kota, kampungnya ada di pinggiran, butuh waktu 1 setengah jam untuk sampai ke kota.