Biden Gagal Galang G-7 Sikat China: Jerman dan Italia Ragu

14 Juni 2021, 02:39 WIB
DOMINASI CHINA - Dominasi ekonomi China, negara yang kerap diidentikkan dengan liukan naga, berusaha dilawan oleh AS. Di antaranya, menggalang kekuatan dari tujuh negara G-7 sekalipun upaya itu masih gagal hingga hari terakhir KTT G-7 di Inggris yang berakhir pada Minggu, 13 Juni 2021./GAMBAR NAGA DARI CHINA OLEH FRANCINE SRECA DARI PIXABAY/CAPTION: OKTAVIANUS CORNELIS/ /FRANCINE SRECA

NEW QUAY, KALBAR TERKINI- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tujuh negara Kaya (G-7) digunakan Presiden AS Joe Biden untuk menggalang kekuatan melawan dominasi ekonomi China.  Tudingan bahwa China melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Muslim Uighur di Xinjiang dan di HongKong, menjadi 'daya tarik jualan' dalam kampanye Biden. 

Toh hingga hari terakhir KTT G-7 di Inggris, Minggu, 13 Juni 2021, Biden tak bisa langsung menggalang kekuatan G-7 untuk melawan China. Selain AS, enam pemimpin negara kaya  tersebut- Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris- mengakui dukungan untuk AS ini masih terbelah. 

Hal ini  terjadi di kalangan G-7, sekalipun Biden mengklaim bahwa AS di masa pemerintahannya,  'telah kembali' pasca pemerintahan Donald Trump -seoang kepala negara yang paling cerewet bagai perempuan dan pemberang- yang kelakuannya telah melukai banyak negara kelompok G-7.  

Baca Juga: G-7 Lawan China: Ketika Negara Kaya Rayu Vaksin ke Negara Miskin

Dikutip Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press, Minggu, ketika pembicaraan di KTT berlanjut pada Sabtu, 12 Juni 2021, para pemimpin G-7 menyatakan, koordinasi yang lebih besar diperlukan bagi AS untuk melawan China,  menurut seorang pejabat di Gedung Putih, yang mengamati beberapa pembicaraan selama KTT G-7, dan memberi pengarahan kepada wartawan, dengan syarat anonim.  

Pejabat itu  menegaskan bahwa Kanada, Inggris, dan Prancis mendukung posisi pemerintahan Biden, sementara Jerman, Italia, dan sebagian besar negara-negara Benua Eropa,  menunjukkan keraguan. Ditambahkan, Biden ingin negara-negara G-7 berbicara dengan satu suara tentang pelanggaran HAM di China. 

“Kita harus mampu menghadapi China di semua bidang yang datang,  dari posisi yang kuat,  dan berasal dari posisi yang bersatu," kata Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken, mewakili kebijakan Biden,  ketika diwawancarai stasiun televisi CBS News lewat program Face the Nation, Minggu.   

Baca Juga: Sering Dapat Cibiran Jadi Menteri Kabinet Jokowi, Prabowo: Saya Ingin Berbakti Kepada Indonesia

“Saya pikir,  apa yang dapat dilakukan oleh presiden dalam beberapa hari terakhir ini adalah mendekatkan negara-negara (G-7) dalam menghadapi beberapa tantangan yang ditimbulkan oleh China," tambah Blinken. 

Sementara itu, Biden dalam hari terakhir KTT G-7 menegaskan, AS telah memulihkan kehadirannya di panggung dunia ketika dirinya menggunakan perjalanan luar negeri pertamanya sejak menjabat Presiden AS, untuk terhubung dengan generasi baru pemimpin dari beberapa negara paling kuat di dunia (G-7).

Biden juga mengklaim bahwa dalam KTT G-7, dia telah lebih erat menyatukan sekutu AS dalam mengatasi pandemi virus korona,  dan praktik perdagangan dan tenaga kerja China.

“Amerika kembali dalam bisnis, memimpin dunia bersama negara-negara yang memiliki nilai-nilai yang paling kami pegang,” kata Biden pada konferensi pers sebelum meninggalkan Cornwall, Inggris, lokasi KTT G-7, untuk mengunjungi Ratu Inggris,  Elizabeth II di Kastil Windsor.

Baca Juga: Simon Kjaer Selamatkan Christian Eriksen dari Serangan Jantung, Aksi Sigap Kapten di Tengah Hujan Tangis

“Saya pikir,  kami (AS) telah membuat kemajuan dalam membangun kembali kredibilitas Amerika di antara teman-teman terdekat kami," lanjut Biden.

Biden -yang melakukan perjalanan delapan hari di tiga negara telah meninggalkan jejaknya di G-7, dengan mengumumkan komitmen untuk berbagi 500 juta dosis dosis vaksin virus korona kepada negara-negara miskin dan berkembang.

Selain itu, Biden mendesak negara-negara sekutu AS ini untuk melakukan hal yang sama. Para pemimpin G-7 pada Minggu mengkonfirmasi niat mereka untuk menyumbangkan lebih dari satu miliar dosis vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah pada tahun depan. 

“Ini akan menjadi proyek konstan untuk waktu yang lama,” kata Biden tentang kampanye vaksinasi global, seraya menambahkan bahwa dia berharap dunia dapat membasmi pandemi pada 2022 atau 2023.

Baca Juga: Bantuan BST Kemensos Rp 300 Ribu Akan Cair, Ini Syarat Agar Anda Bisa Dapat Juga

“Ini bukan hanya hal yang benar untuk dilakukan dari sudut pandang moral,"  tambah Biden, "tetapi juga hal yang benar untuk dilakukan dalam hal kesehatan kita sendiri.” 

Biden juga menegaskan bahwa AS mungkin dapat menyumbangkan satu miliar dosis vaksin tambahan ke dunia pada tahun-tahun mendatang. 

Mengenai China, menurut Biden,  diserukan supaya para pemimpin G-7 memasukkan bahasa khusus yang mengkritik penggunaan kerja paksa China,  dan pelanggaran HAM lainnya,  saat Biden berupaya menjadikan persaingan dengan Beijing dengan klaim sebagai persaingan menentukan untuk abad ke-21.  

Biden menolak membahas negosiasi pribadi mengenai ketentuan tersebut, tetapi menyatakan bahwa dia 'puas' dengan retorika yang keras, meskipun perbedaan tetap ada di antara sekutu tentang seberapa kuat untuk memanggil Beijing terkait permasalahan HAM. 

Para pemimpin G-7 juga menerima seruan Biden untuk tarif pajak perusahaan minimum global 15 persen. 

Baca Juga: Lirik Lagu Unlock The Key Beserta Artinya, Isyana Sarasvati Bicara Soal Emosi Diri

Sekutu G-7 lainnya telah menciptakan kesan bahwa Biden adalah benar-benar bagian dari klub (G-7), dan berusaha membantu memperkuat 'mantra' Amerika kembali Biden, termasuk dengan merangkul slogan kampanyenya untuk 'membangun kembali dunia yang lebih baik pasca pandemi'. 

Sebagian besar sekutu Eropa-nya telah kecewa dengan gerutuan Trump. Biden sendiri memiliki tantangan untuk meyakinkan audiens yang skeptis bahwa pemerintahan AS terakhir bukanlah pertanda negara yang lebih picik.

“Kami benar-benar berada di halaman yang sama,” kata Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tentang Biden.

Secara implisit mengkritik Trump , yang mengklaim supaya negara-negara lain harus membayar kehadiran militer AS di luar negeri, Biden menegaskan bahwa dia tidak memandang Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sebagai 'raket perlindungan'.     

Biden mengakhiri harinya di Brussel untuk pertemuan dengan para pemimpin NATO dan Uni Eropa pada Senin dan Selasa, sebelum pertemuan puncaknya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu,16 Kuni 2021  di Jenewa, Swiss.   

Baca Juga: Honda Pamerkan Mobil N7X Concept, Adopsi Sistem 7 Penumpang Layaknya Innova dan Terios

Para pejabat AS menyatakan  bahwa pertemuan satu lawan satu akan menguji apakah Biden dan Putin dapat mengembangkan hubungan yang konstruktif,  bahkan ketika Biden siap menegur Putin atas berbagai pelanggaran hak dan campur tangan Rusia selama Pemilihan Presiden AS pada 2020. 

Ditekan wartawan dalam konferensi pers tentang mengapa Putin tidak mengubah perilakunya setelah gelombang sanksi AS ke Rusia, Biden berkat sambil tertawa: "Dia Vladimir Putin!" 

KTT G-7 sendiri menandai beberapa pertemuan tatap muka pertama Biden dengan para pemimpin global sejak menjabat pada Januari 2021 di tengah pandemi Covid-19. Termasuk dengan Emmanuel Macron (43) dari Prancis, yang untuk pertama kali bertemu Biden. 

Baca Juga: Menag Yaqut Pastikan Jamaah Haji 2021 Khusus Warga Domestik dan Ekspatriat, Minta Polemik Diakhiri

Macron  mulai menjabat pada Mei 2017 -beberapa bulan setelah dua masa jabatan Biden sebagai Wakil Presiden AS di era Barack Obama berakhir- tampaknya memiliki chemistry yang cepat dengan pria Amerika berusia 78 tahun itu.

Keduanya saling merangkul, dan mengobrol dengan penuh semangat,  ketika mereka berjalan bersama setelah sesi berfoto bersama para pemimpin G-7 di awal KTT pada Jumat, 11 Juni 2021. 

Dalam sambutannya kepada wartawan, Macron tidak menyebut nama Trump,  tetapi menawarkan sasaran 'tembakan' yang jelas kepada mantan Presiden AS tersebut. nato

Macron mencatat kelegaannya bahwa dengan Biden, dia sekarang bekerja dengan seorang Presiden AS,  yang 'bersedia bekerja sama'. “Apa yang Anda tunjukkan adalah kepemimpinan adalah kemitraan,” kata Macron tentang Biden. 

Baca Juga: Youtuber Pemula, Simak 5 Tips supaya Viewer Kamu Meledak!

Selama masa jabatan Trump, Macron mencoba menemukan titik temu,  tetapi sering marah kepada retorika nativis Trump.

Macron, yang telah bekerja untuk menggambarkan Prancis sebagai kekuatan yang lebih menonjol dalam beberapa tahun terakhir, juga menggunakan kebangkitan Trumpisme untuk mendorong kepemimpinan global Eropa yang lebih besar. 

Dia mengeluh pada November 2019,  bahwa kurangnya kepemimpinan AS menyebabkan 'kematian otak' NATO, dan bersikeras dalam sebuah wawancara dengan Economist bahwa Uni Eropa harus melangkah,  dan mulai bertindak sebagai kekuatan dunia yang strategis.

Biden sendiri, dalam sambutannya, tampaknya mengakui kekhawatiran Macron, mencatat bahwa Eropa Barat memberikan 'tulang punggung dan dukungan untuk NATO'.*** 

 

Sumber: The Associated Press 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler