Tren Wisata Virtual di Tengah Pandemi Covid-19, Begini Sensasinya

- 10 Maret 2021, 14:25 WIB
wisata virtual
wisata virtual /Antara

Ira tidak cuma membuat tur virtual bertema jalan-jalan, dia juga kerap membuat tema khusus, seperti yang berhubungan dengan edukasi, disesuaikan dengan siapa pesertanya.

Suatu saat bila kondisi dunia kembali pulih, dia meyakini tur virtual tetap eksis sebagai pelengkap pariwisata.

Kesempatan promosi wisata lokal

Secanggih apa pun tur virtual, memang takkan bisa menggantikan pengalaman datang langsung ke tempat yang diinginkan, mengeksplorasi semuanya dengan panca indera.

Direktur Wisata Alam, Budaya dan Buatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Alexander Reyaan mengatakan, kepuasan wisatawan ada pada pengalaman yang dirasakan panca indera ketika mendatangi tempat yang dituju.

"Tapi karena lagi pandemi, mobilitas masyarakat untuk bisa wisata dibatasi, maka untuk melengkapi kebutuhan masyarakat pada saat pandemi muncullah wisata virtual," kata Alexander.

Sepanjang masyarakat belum bisa bebas bepergian, wisata virtual menjadi kebutuhan untuk memuaskan dahaga jalan-jalan.

Setelah nanti pandemi usai, dia memperkirakan tur virtual masih tetap akan ada, namun untuk kebutuhan-kebutuhan khusus.

Tapi alternatif ini merupakan peluang untuk menggenjot promosi pariwisata dalam negeri. Terlebih di tengah kondisi seperti ini memang wisatawan domestik yang bakal jadi andalan sebelum perbatasan negara bebas dibuka untuk wisatawan asing.

"Kita menganggap kalau wisata virtual ini strategi pemasaran untuk daya tarik wisata, saatnya kita provokasi wisatawan untuk datang kemudian hari," kata Chief Operating Officer Atourin, Reza Permadi Halim.

Atourin awalnya fokus membantu pemakainya untuk membuat rencana perjalanan. Saat pandemi muncul, mereka menawarkan produk baru berupa wisata-wisata virtual.

"Sekarang berkembang ke B2B, seperti anak-anak sekolah, kantor yang tidak bisa outing, kegiatannya diganti secara virtual," lanjutnya.

Berdasarkan data kuartal 4 tahun 2020, Atourin menyelenggarakan 159 tur virtual yang menjangkau 1.555 peserta.

Sepertiganya, komposisi terbesar, berlatar belakang swasta atau bisnis, diikuti kalangan akademisi, komunitas dan pemerintah.

Lebih dari setengahnya berdomisili di Pulau Jawa, sisanya dari Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara. Sebagian kecil dari pulau-pulau lain, ada pula segelintir dari mancanegara.

Tujuan wisata virtualnya bermacam-macam, tapi setengahnya didominasi jalan-jalan ke tempat di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Ketimbang mencari informasi sendirian di dunia maya, mengikuti wisata virtual yang ditemani pemandu bisa menjadi cara efektif dalam menggodok rencana perjalanan mendatang, kata Reza.

Peserta bisa mengintip tempat yang ingin dikunjungi, lalu bertanya sepuasnya kepada pemandu yang berasal dari daerah setempat.

"Dengan ikut tur virtual, orang jadi lebih tahu, cukup dua jam tahu mau ke mana sampai tempat makan di mana saja. Banyak informasi yang didapat dan hemat waktu," ujar Reza.

Pergeseran cara liburan ini menjadi peluang untuk para pemandu wisata yang kehilangan pekerjaan akibat lesunya pariwisata.

Mereka bisa kembali beraksi meski interaksi berlangsung secara daring. Atourin punya pemandu lokal di semua provinsi.

Ekosistem bisa tercipta dengan melatih pemandu-pemandu wisata agar tidak gagap teknologi juga operator tur yang mengurus bagian teknis sehingga kualitas tur virtual semakin bagus.

Awalnya, tidak semua pemandu wisata menyambut konsep jalan-jalan virtual. Tapi belakangan sebagian besar sudah beradaptasi dan terbiasa dengan konsep baru ini.

Berdasarkan data Atourin pada kuartal 4 tahun 2020, ada 1342 orang yang mengikuti pelatihan memandu secara virtual.

Tema wisata yang dikuasai rata-rata berkenaan dengan alam, juga sejarah budaya.

Perihal teknis jadi faktor penting dalam sebuah tur virtual.

Halaman:

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah