Pementasan Ketoprak 'Minak Jingga' Peringati Setahun Corona

- 3 Maret 2021, 09:48 WIB
Ketoprak "Minak Jingga" di Pendopo Padepokan Warga Budaya Gejayan, kawasan Gunung Merbabu Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (1/3/2021) malam.
Ketoprak "Minak Jingga" di Pendopo Padepokan Warga Budaya Gejayan, kawasan Gunung Merbabu Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (1/3/2021) malam. /Hari/ANTARA

Baca Juga: Miliki Ruang Tenun dan Ruang Tato, Rumah Betang Dayak Iban Sungai Utik Segera Kelar

Bre menuliskan kisah itu secara bersambung. Pada Selasa 2 Maret 2021 sampai cerita sambungan ke-12, sedangkan saat awal bercerita yang diakuinya secara suka-suka itu, ia menyebut "Minak Jingga versi Ciawi".

Riyadi, yang juga salah satu pimpinan Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang itu, mengetahui kalau Bre mendapat informasi tentang pentas ketopraknya.

Teknologi informasi memungkinkan kabar tertutup untuk warga setempat itu tak terbendung hingga keluar dusun, termasuk sampai Ciawi.

Meski demikian, sudah bisa dipastikan sang penulis tak bisa hadir ke padepokan itu dalam waktu mepet untuk ikut nonton ketoprak "Minak Jingga", biarpun sudah ada jalan tol.

Beberapa waktu lalu, Bre datang ke Festival Lima Gunung 2020, agenda tahunan Komunitas Lima Gunung yang dirintis dan dihidupi selama dua dasa warsa terakhir oleh budayawan Magelang Sutanto Mendut. Tanto bersahabat dengan Bre.

Saat pidato singkat, Senin malam di padepokannya itu, Riyadi menyelipkan pesan dengan tekanan suara kuat tentang pentingnya warga setempat, yang umumnya petani sayuran tersebut, menjaga kesehatan agar tidak tertular COVID-19.

Pemerintah hingga saat ini terus berupaya mengatasi pandemi dan mencegah makin meluasnya penularan virus corona jenis baru tersebut.

Program vaksinasi sedang diselenggarakan secara bertahap untuk menjangkau semua masyarakat.

Meski sudah ada vaksinasi, pemerintah termasuk melalui Satuan Tugas COVID-19, tetap mendorong dan mengingatkan masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam rangkaian kerja keras mengakhiri serangan pandemi.

Riyadi, salah satu yang secara mandiri meneruskan pesan pemerintah tersebut, dalam lingkup tetangga di dusunnya.

Arena pertemuan

Bagaimana pun juga suasana pentas ketoprak "Minak Jingga" menjadi arena pertemuan khusus dalam suasana rileks warga sekampung, sambil menyeruput teh hangat, menyantap makan malam, dan menikmati camilan ala desa.

Mereka saling berbagi obrolan, termasuk di antara mereka dengan polos, tanpa khawatir akan stigma terhadap penyintas COVID-19, keluar pengakuan telah menghadapi tanda-tanda terhinggap virus dan menjalankan solusinya.

"Baru ini tadi saya dengar, mereka ada yang mengaku pernah kehilangan indra penciuman, tidak bisa mengecap rasa makanan," kata Riyadi yang pernah menjadi Kepala Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, itu.

Namun, mereka menyatakan banyak cara ditempuh sepengetahuannya untuk mengatasi tanda-tanda tertular virus, antara lain banyak minum yang hangat, makan pedas, meminum jamu, makan dalam porsi lebih banyak.

Mereka mendapatkan informasi cara mengatasi hal itu, selain dari kawan-kawan di tempat lain yang dijumpai, juga dari informasi yang banyak dan beragam diperoleh melalui gawainya.

Meski merasakan ada perbedaan tentang kondisi tubuhnya dari hari-hari biasa, mereka tetap beraktivitas mengolah pertanian dan beternak.

Pawit, warga setempat yang pernah menghadapi tanda-tanda serangan virus, mengaku tetap menggarap pertanian sayurannya sebagai mata pencaharian utama sehari-hari yang tak boleh kalah oleh dampak pandemi.

Namun, ia bersama istri dan anak, mengatasi gangguan kesehatan dengan lebih banyak mengonsumsi makanan dan minuman sehat.

Sedangkan tetap bekerja di lahan sayurannya dianggap sebagai berolahraga untuk mengembalikan kebugaran tubuh.

Gejala serupa juga diakui menerpa seorang lainnya, Febri. Pemuda dusun yang beberapa tahun terakhir menjalani jual-beli aneka burung dengan pasar penggemar hingga luar daerah tersebut, saat ini mengurangi mobilitas.

Pengiriman pesanan dagangannya hingga luar daerah dengan memanfaatkan transportasi daring yang menjangkau dusun di kawasan gunung setempat.

"Waktu itu, mungkin karena saya banyak pergi ke sana ke mari. Mulut saya tidak bisa merasakan apa-apa, hidung juga tidak bisa membau.

Saya cari informasi di HP (telepon seluler) lalu banyak minum air putih yang panas, juga makan yang banyak dan minum vitamin," ujar dia.

Ia menyadari usahanya tak boleh runtuh karena pandemi. Ia juga mulai beternak kambing seiring dengan menurunnya mobilitas ke luar desa untuk berjualan burung.

Saat ini, alumnus sekolah pertanian tersebut memiliki 24 ekor kambing dengan target penjualan setidaknya saat Idul Adha mendatang, untuk memenuhi kebutuhan daging pada Lebaran Besar tahun ini.

Tidak diceritakan apakah ketika mereka menjumpai tanda-tanda terinfeksi virus itu kemudian melaporkan kesehatannya kepada pihak berwenang supaya masuk pendataan.

Halaman:

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x