Tragis! Bebas dari Tahanan Iran, Mantan Marinir AS Ini Dituduh Mata-mata

- 16 Maret 2021, 17:18 WIB
DITUDUH MATA-MATA -  Amir Hekmati melambai setelah tiba dengan penerbangan pribadi di Bandara Internasional Bishop di Flint, Michigan, AS. Hekmati, mantan Marinir AS yang dibebaskan dari tahanan Iran, lima tahun lalu, kini  dituduh sebagai mata-mata./FOTO AP / PAUL SANCYA/
DITUDUH MATA-MATA - Amir Hekmati melambai setelah tiba dengan penerbangan pribadi di Bandara Internasional Bishop di Flint, Michigan, AS. Hekmati, mantan Marinir AS yang dibebaskan dari tahanan Iran, lima tahun lalu, kini dituduh sebagai mata-mata./FOTO AP / PAUL SANCYA/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

WASHINGTON , KALBAR TERKINI -  Amir Hekmati, mantan personel Korps Marinir dari jajaran Angkatan Laut AS (Navy Seal), stres berat. Setelah bebas dari penjara Iran pada 2016,  Hekmati batal memperoleh total kompensasi dari dana khusus pemerintah bernilai 20 juta dolar AS. 

Setelah mencairkan pembayaran awal 839 ribu dolar  AS, transfer dari pemerintah mendadak macet, setelah Biro Investigasi Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI)  menyatakan, Hekmati adalah seorang mata-mata Iran yang menjual berbagai informasi milik Pemerintah AS ke Iran, 'musuh bebuyutan'  AS.  

Tak jelas apakah pernyataan itu terkait dengan sentimen anti-Iran,  yang pasti FBI menyatakan, karena itu Hekmati tak berhak menerima seluruh kompensasi berjumlah gede itu, dana khusus bagi korban terorisme internasional. 

Baca Juga: Pengembang Mal Dituding Caplok Tanah Warga, PTUN Pontianak pun Didemo Ormas

Baca Juga: Larang Warganya ke Malaysia Dengan Alasan Apapun, Sutarmidji: Ada TKI Pulang dengan Membawa Jutaan Virus

Baca Juga: Adik Kandung Kim Jong Un Gertak Joe Biden, Jangan Buat Bau Busuk Jika Ingin Tenang 4 Tahun

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press (AP), Selasa, 16 Maret 2021, berdasarkan dokumen dari FBI, yang baru diajukan ke pengadilan, Hekmati berangkat ke Iran untuk menjual rahasia,  bukan untuk mengunjungi neneknya, walaupun Hekmati membantah tuduhan itu.

Perjalanan ke Iran pada 2011, persis dengan tahun dimulainya penahanan  Hekmati di negara Teluk Persia itu. Pembebasan Hekmati sendiri melibatkan upaya petinggi-petinggi di Pemerintahan AS, termasuk Joe Biden semasa menjabat wakil presiden, dan menteri luar negeri ketika itu, John Kerry.

Dalam sebuah pernyataan di bawah sumpah, Hekmati mengklaim bahwa tuduhan menjual informasi ke Iran terhadapnya, adalah konyol, dan menyinggung harga dirinya. Pengacara Hekmati juga menyatakan, kecurigaan pemerintah, yang dirinci dalam laporan FBI sehingga Hekmati batal menerima kompensasi, merupakan tuduhan tidak berdasar yang hanya dari desas-desus. 

“Dalam kasus ini, Pemerintah AS harus menahan diri atau tutup mulut,” kecam Scott Gilbert, pengacara Hekmati. “Jika pemerintah yakin dengan tuduhan itu, tuntut.  Tetapi, Pemerintah AS tidak akan bisa melakukannya, karena tidak memiliki cukup bukti yang faktual untuk melakukan itu. " 

Hanya saja, Gilbert menolak untuk menyediakan waktu bagi Hemkati untuk diwawancarai AP, padahal tuntutan hukum Hekmati untuk meminta kompensasi, sudah ditunda Pemerintah AS. 

FBI dan Departemen Kehakiman AS menolak berkomentar, tetapi rincian dari penyelidikan muncul di ratusan halaman dokumen terkait tuduhan tersebut. Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa FBI membuka penyelidikan spionase terhadap Hekmati sejak tahun 2011, tahun yang sama dia ditahan di Iran karena dicurigai menjadi mata-mata Badan Pusat Intelejen (Central Intelligence Agency/CIA). 

Hekmati -yang dibesarkan di Michigan, dan bertugas sebagai infanteri dan penerjemah di Irak sebelum diberhentikan dengan hormat dari Korps Marinir AS pada 2005- menyatakan bahwa dia pergi ke Iran untuk mengunjungi neneknya  yang sakit. Ini karena  masa tugasnya  yang singkat selama menjadi kontraktor di Departemen Pertahanan AS yang bertugas melakukan analisis intelijen di Afghanistan.

Adapun pernyataan FBI bahwa Hekmati menjual rahasia selama di Iran, sebagian didasarkan pada laporan empat saksi independen, tetapi tidak disebutkan namanya. Hekmati dilaporkan mendekati pejabat Iran dengan menawarkan informasi rahasia.

Fakta lain, Hekmati tiba-tiba mengundurkan diri  sebelum kontraknya habis di Afghanistan, dan berangkat ke Iran tanpa memberi tahu teman dan kolega.  Bahkan,  pencarian forensik komputer oleh FBI menyimpulkan bahwa selama berada di Afghanistan, Hekmati telah mengakses ratusan dokumen rahasia Iran, yang diklaim FBI sebagai di luar cakupan dari tanggung jawab pekerjaannya. 

Hekmati mengklaim bahwa dia meneliti Iran secara terbuka, karena untuk mengembangkan keahliannya tentang pengaruh Iran di Afghanistan. “Semua orang tahu tentang pekerjaan yang saya lakukan,"  katanya dalam sidang di pengadilan AS pada 2020. 

Hekmati juga menyatakan bahwa  dia sudah berhenti dari pekerjaannya ketika  berangkat ke Iran. Jadi, dia  tidak berkewajiban memberi tahu rekan-rekan tentang perjalanannya.

Di Iran, lanjut Hekmati, dia juga tidak pernah bertemu dengan pejabat Iran atau mencoba menjual rahasia pemerintah. Pengacara Hekmati menegaskan, kecurigaan FBI tidak sesuai dengan perlakuan yang dialami Hekmati selama menjadi tahanan di Iran. Termasuk penyiksaan dan dipaksa merekam pengakuan yang dipaksakan tetapi palsu.

"Jika dia benar-benar memata-matai Iran, pasti dia akan menjadi aset yang berharga daripada menyiksanya," ujarnya.

Ketika ditahan di Iran, Hekmati awalnya dijatuhi hukuman seumur hidup, tetapi hukumannya dipotong menjadi 10 tahun.

Hekmati mendapat dukungan dari pejabat tingkat senior, termasuk Kerry, yang menuntut pembebasannya, dan Biden yang bertemu langsung dengan keluarga imigran Iran ini di Michigan, AS.  

Pada Januari 2016, setelah empat setengah tahun di balik jeruji besi, Hekmati dibebaskan bersama beberapa warga negara AS lainnya, termasuk jurnalis koran The Washington Post, Jason Rezaian, ketika pemerintahan Barrack Obama sudah memasuki tahun terakhir yang diwarnai tanda-tanda bakal membaiknya hubungan AS dengan Iran setelah kontroversial reaktor nuklir di negara tersebut. 

Beberapa bulan kemudian, Hekmati menggugat Iran atas penyiksaannya. Amar putusan seorang hakim federal di Washington, AS, mencantumkan ganti rugi senilai 63,5 juta dolar AS setelah Iran gagal menggugat klaim tersebut.  

Hekmati kemudian mengajukan permohonan untuk mendapatkan dana yang dikelola Departemen Kehakiman AS untuk korban teror yang dibiayai oleh aset sitaan dari musuh AS, Buntutnya, Hekmati  dianugerahi maksimum 20 juta dolar AS, sesuai undang-undang. 

Pemegang otoritas atas dana tersebut adalah Kenneth Feinberg, yang terkenal karena mengawasi pembayaran kepada para korban serangan 11 September.

Pada Desember 2018, Hekmati mengotorisasi pembayaran awal, lebih dari 839 ribu dolar AS. 

Tapi berbulan-bulan kemudian, tidak ada lagi uang yang masuk ke rekeningnya.

Setelah pengacaranya  memperingatkan bahwa mereka harus menuntut dana itu, Departemen Kehakiman AS secara samar-samar menyatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji ulang pemberian dana tersebut. 

Pada Januari 2020, Feinberg secara resmi mencabut kelayakan Hekmati untuk dana tersebut dengan dalih bahwa aplikasinya mengandung kesalahan dan kelalaian, Pun disebutkan, hal ini karena Departemen Kehakiman AS mendukung kesimpulan FBI bahwa Hekmati mengunjungi Iran dengan maksud untuk menjual informasi rahasia. 

Hekmati menolak menjawab ketika ditanya apakah dia pernah mengakses informasi rahasia di Iran. Dia hanya  menjawab bahwa FBI dapat mengetahuinya sendiri. Dalam wawancara lanjutan, seorang agen FBI mencecar Hekmati bahwa dia pergi ke Afghanistan untuk mendapatkan informasi rahasia yang dapat dijual ke Iran.  

Belakangan, Hekmati menyatakan kepada FBI bahwa dia mengakses materi untuk menjadi ahli terkait materi pelajaran tentang Afghanistan.

Hekmati dan pengacaranya juga menilai, hasil dari wawancara dengan FBI, tidak boleh dianggap kredibel, karena Hekmati menderita efek stres paska trauma akibat penahanan di penjara Iran.*** 

 

Sumber: The Associated Press 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah