AS telah mengucurkan dana untuk membiayai pasukannya selama di negara itu. Dengan budget yang yang lebih banyak daripada untuk membangun kembali negara-negara Eropa setelah Perang Dunia II, hanya sedikit kemajuan yang dicapai AS selama di Afghanistan.
Tidak mengherankan, jika Taliban terus menguasai seluruh Afghanistan, menebar teror, dan kian memperlemah pemerintahan.
Baca Juga: Bom Mobil Kabul, Hazara Persenjatai Diri : Sudah Cukup Kami Diserang!
Negara yang Sulit Diperintah
Afghanistan dikenal sebagai negara yang sulit diperintah. Kekaisaran demi kerajaan, bangsa demi bangsa, telah gagal menenangkan apa yang sekarang menjadi wilayah modern Afghanistan, sehingga memberi wilayah itu julukan 'Makam Kerajaan'.
Bahkan, semua kekaisaran yang pernah hadir di sana, hanya sekedar memenangkan beberapa pertempuran awal.
Ketika AS dan NATO akhirnya memutuskan meninggalkan Afghanistan, langkah itu akan menjadi yang terbaru, dari serangkaian negara yang sudah terlebih dahulu melakukannya.
Seperti yang dipelajari Inggris dalam perang pada 1839-1842 di Afghanistan: kerap lebih mudah berbisnis dengan penguasa lokal dengan dukungan rakyat, ketimbang mendukung pemimpin yang didukung oleh kekuatan asing.
Jika pun lumayan bertahan, biaya untuk menopang pemimpin dukungan asing pun akhirnya bertambah. Kerajaan paling bersejarah, yang paling dekat untuk mengendalikan Afghanistan, telah mengadopsi pendekatan 'ringan tangan'.
Seperti yang dilakukan Kerajaan Mughal: berhasil mengontrol daerah itu secara longgar, dengan membayar berbagai suku, atau memberi mereka otonomi. Upaya apapun yang menyerupai kontrol terpusat, bahkan oleh pemerintah asli Afghanistan sekalipun, sebagian besar telah gagal.