Beberapa orang dapat mentolerir dosis elemen yang akan membunuh orang lain, menurut Britannica.
Dalam sebuah studi pada 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Mammalian Genome, para peneliti melaporkan bahwa gen, diet, dan mikroba usus manusia dapat memengaruhi peluang mereka untuk bertahan hidup dari racun mematikan.
Meskipun berpotensi mematikan, keracunan arsenik dapat diobati jika diketahui lebih awal, menurut Badan Pendaftaran Zat dan Penyakit Beracun.
Obat kuncinya adalah dimercaprol, yang dikembangkan oleh ilmuwan Inggris selama Perang Dunia II sebagai penangkal senjata kimia berbasis arsenik.
Obat ini bekerja dengan menyerap arsenik dan menetralkan toksisitasnya, menurut National Library of Medicine.
Meskipun arsenik memiliki reputasi mematikan, arsenik juga dapat membantu menyembuhkan penyakit, menurut Perpustakaan Wellcome di Inggris.
Pada 1909, ahli kimia Jerman dan pemenang Hadiah Nobel Paul Ehrlich dan rekan-rekannya mengembangkan senyawa arsenik yang disebut Salvarsan.
Senyawa ini menjadi pengobatan efektif pertama untuk sifilis, menurut Science History Institute di Philadelphia.
Prinsip di balik cara kerja Salvarsan, di mana obat mencari dan menghancurkan sel-sel yang sakit, akhirnya ditemukan dan digunakan dalam kemoterapi, menurut Wellcome Library.***
Sumber: Toxicological Journal, Live Science