Bom Makassar: Serangan 'Lone Wolf' Tulen atau Katibah Nusantara?

- 28 Maret 2021, 16:25 WIB
SRIGALA TUNGGAL - Pasukan gerombolan teror ISIS ini juga melibatkan orang-orang Indonesia yang termakan ideologi sesat mereka. Saat ISIS tercerai berai di Suriah dan Irak, para anggotanya pun 'pulkam' , dengan alasan 'tertipu'. Mereka notabene sudah memiliki ilmu tempur yang lumayan, kemudian kerap beraksi secara tunggal. Istilahnya, Lone Wolf ./FOTO: FUTUREUAE.COM/
SRIGALA TUNGGAL - Pasukan gerombolan teror ISIS ini juga melibatkan orang-orang Indonesia yang termakan ideologi sesat mereka. Saat ISIS tercerai berai di Suriah dan Irak, para anggotanya pun 'pulkam' , dengan alasan 'tertipu'. Mereka notabene sudah memiliki ilmu tempur yang lumayan, kemudian kerap beraksi secara tunggal. Istilahnya, Lone Wolf ./FOTO: FUTUREUAE.COM/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Ledakan bom di depan pintu masuk Gereja Katedral Makassar di Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, Minggu, 28 Maret 2021 Wita, ditengarai dilakukan lewat aksi bom bunuh diri Penyerang Tunggal (Lone Wolf ). Bisa pula dicitrakan sebagai Lone Wolf  karena sebenarnya serangan tersebut sudah direncanakan kelompok teror secara matang. 

Ironisnya, aksi Lone Wolf  -istilah internasional untuk teroris penyerang tunggal- terjadi hanya dua bulan paska penangkapan 20 tersangka teroris dari kota tersebut yang kemudian dibawa ke Jakarta, Kamis, 6 Januari 2021. 

Baca Juga: Bom Gereja Guncang Makasar, Menag Yaqut: Tidak Ada Agama Membenarkan Terorisme

Baca Juga: Sejarah 28 Maret, Peristiwa Woyla Pembajakan Pesawat Bermotif Jihad Pertama di Dunia

Baca Juga: Bantu Vietcong Usir AS dari Vietnam, Inilah Pasukan Khusus Korut

Pantauan Kalbar-Terkini.com belum lama berselang di sejumlah kabupaten dan kota di Sulsel, Tanah Anging Mamiri sebenarnya merupakan wilayah yang antarumat beragamanya hidup rukun dan damai, walaupun didominasi umat Muslim.

Di beberapa kabupaten wilayah Sulsel, semisal  Luwu atau Luwu Utara (Lutra), yang wilayahnya berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), bahkan tak sedikit terdapat komunitas-komunitas Muslim fanatik.  Dalam keseharian, mereka berbaju jubah.

Misalnya di Kota Palopo, kota kedua terbesar di Sulsel, terdapat sebuah komunitas Islam, yang hidup  berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, atau dari satu kabupaten ke kabupaten di Sulsel, bahkan kerap menyeberang ke Kabupaten Poso di Provinsi Sulteng. Poso merupakan kawasan yang berbatasan dengan Sulsel, tepatnya Lutra. 

Adapun anggota komunitas berjubah ini, hidup dari sedekah beras pemberian warga, dan melakukan syiar Islam dari rumah ke rumah atas inisiatif sendiri.  Jika misalnya terdapat keluarga baru di suatu pemukiman, mereka kerap mendatangi nya untuk bersilaturahmi, dan menunjukkan toleransi  ketika mengetahui bahwa yang dihadapi adalah non-Muslim.  

Aktor Tunggal

Lone Wolf sendiri berarti aktor tunggal: seseorang yang mempersiapkan, dan melakukan tindakan kekerasan secara sendirian di luar struktur komando apa pun,  dan tanpa bantuan material dari kelompok mana pun. Mereka dipengaruhi atau dimotivasi oleh ideologi dan kepercayaan kelompok eksternal, dan dapat bertindak sendiri untuk mendukung kelompok tersebut.  

Dalam arti, 'serigala sendirian' adalah hewan atau orang yang umumnya hidup atau menghabiskan waktu sendirian, bukan dengan kelompok. Dilansir dari Wikipedia, para pengamat mencatat, serangan serigala tunggal adalah jenis serangan teroris yang relatif jarang. 

Kendati begitu, serangan tunggal  telah mengalami peningkatan, dan terkadangsulit untuk menyebut apakah pelaku adalah aktor tunggal atau aktor yang telah menerima bantuan dari luar. Kesan serangan tunggal kerap disengaja karena sudah diatur secara hati-hati dari luar. 

Aksi terakhir di Gereja Katedral Makassar, bisa saja terkait erat dengan 20 terduga teroris, yang sudah diseret ke Jakarta pada  6 Januari 2021. Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyam menyatakan kepada pers, mereka adalah bagian dari ratusan jemaah yang telah dibaiat oleh ISIS sejak 2015  di Pondok Pesantren Ar Ridho, pimpinan Basri di Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar.   

Selain melakukan kajian tertutup yang berpusat di Villa Mutiara, lokasi ke-20 tersangka disergap, Merdisyam juga menyatakan bahwa gerombolan  ini juga berlatih menembak,  dan naik gunung untuk melatih ketahanan fisik sejak Oktober 2020. 

Kelompok ini juga terlibat dalam pendanaan pelaku bom bunuh diri di Filipina. Ini terungkap lewat peran Andi Baso, terduga pelaku pengeboman gereja Oukomene di Kota Samarinda pada 2017.   

Peran Kunci dari Suriah

Sekitar 500 orang Indonesia telah mencoba melakukan perjalanan ke Suriah, dan bergabung dengan ISIS, tetapi sebagian besar ditahan sebelum sampai di sana dan dikirim kembali ke Indonesia.  Namun sebagaimana dikutip dari The New York Times, 26 Mei 2017, beberapa orang Indonesia, yang berhasil bergabung dengan ISIS,  telah memainkan peran kunci di Suriah dalam mengkoordinasikan kegiatan di Filipina dan Indonesia.  

Menurut Sidney Jones, peneliti terorisme di Asia Tenggara, yang juga penasihat senior International Crisis Group (ICG), para pemimpin asal Indonesia dari tiga kelompok Negara Islam Suriah (ISIS), bersaing satu sama lain untuk mendapatkan sumber daya guna mengatur serangan. 

Senada itu, Zachary M Abuza, profesor di National War College di Washington, AS, spesialis masalah keamanan Asia Tenggara, menyatakan bahwa ISIS dengan senang hati bertanggung jawab atas serangan teroris di negara lain. 

Tapi diyakininya, fokus kelompok itu ke Asia Tenggara mulai berkurang saat menghadapi tekanan militer dari AS dan sekutunya di Irak dan Suriah. “Asia Tenggara tidak pernah menjadi prioritas bagi ISIS,” katanya. 

Filipina selatan, rumah bagi populasi Muslim yang cukup besar -di negara mayoritas beragama Katolik- telah lama menjadi basis bagi ekstremis Islam. Termasuk militan dari Indonesia, Malaysia, dan negara lain, yang telah berlindung di sana atau berlatih di kamp-kamp di hutan terpencil. 

Indonesia dan Filipina sendiri memiliki hampir 25 ribu pulau, dan berbagi perbatasan laut yang sedikit dijaga aparat terkait. Itu sebabnya militan dapat dengan mudah melakukan perjalanan dengan perahu antara Filipina bagian selatan dan Indonesia bagian timur, tanpa harus melalui pemeriksaan imigrasi. 

Sejak awal 2000-an, AS telah menempatkan penasihat militer di Filipina selatan untuk membantu perang melawan Abu Sayyaf dan ekstremis Islam lainnya. Menurut Richard Javad Heydarian,  profesor ilmu politik di De La Salle University di Manila, Presiden Filipina Rodrigo Duterte berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengatasi krisis di pulau asalnya, Mindanao, dan  dia mungkin membutuhkan bantuan lebih lanjut dari Washington. 

“Sebagai presiden pertama dari Mindanao, ekspektasi publik terus tinggi,” kata Heydarian. "Kontraterorisme kemungkinan akan mendominasi agendanya dalam jangka pendek hingga menengah, dan ini kemungkinan akan mendorongnya untuk meminta bantuan dari sekutu yang telah teruji, seperti Amerika." 

Berdasarkan pantauan sebagaimana pula dilansir dari media Pemerintah Filipina, Phillipine News Agency, sejak awal 2021, terjadi peningkatan operasi Angkatan Bersenjata Filipina terhadap milisi-milisi teroris Islam radikal, antara lain ISIS, serta milisi radikal Komunis-Mao, yakni tentara Rakyat Baru (New People Army/NPA).

Hampir setiap hari terjadi kontak senjata antara gerombolan ini dengan militer Filipina, sehingga diduga tak sedikit di antara mereka yang mencari wilayah aman, yakni di Indonesia.  Perjalanan laut ke Indonesia ini mengarah ke Kota Manado, Ibu Kota Sulawesi Utara, dan bisa dilanjutkan dengan menaiki bus-bus penumpang antarprovinsi dari Terminal Malalayang, kemudian menyusuri jalur darat Trans-Sulawesi, ke empat provinsi lain di Pulau Sulawesi: Sulteng, Sultra, Sulbar, dan Sulsel.  

Sementara itu, The Diplomat edisi 15 Maret 2017 menulis, ISIS telah kehilangan wilayah di pangkalannya, Irak utara dan Suriah timur. Itu sebabnya muncul kekhawatiran baru tentang kembalinya para anggotanya ke negara masing-masing, yang mengalami peningkatan di Asia Tenggara terutama Indonesia.  

Pada Desember 2015, Grup Soufan, konsultan keamanan dan intelijen internasional swasta, memperkirakan bahwa sekitar 900 anggota ISIS dari Asia Tenggara -yang didominasi orang Indonesia- telah melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak untuk bergabung dalam pertempuran.

Perkiraan resmi dari badan intelijen swasta ini, jumlah mereka antara 1.200-1.800. Meskipun sulit untuk memperkirakan secara tepat berapa banyak anggota dari Asia Tenggara yang bergabung dengan gerombolan teror ini, namun Straits Times melaporkan , sekitar 392 orang Indonesia diyakini berjuang untuk ISIS di Suriah.

Orang Malaysia juga telah terlihat di video ISIS, tetapi mereka diyakini merupakan orang kedua yang berbeda dengan dari Indonesia. 

Namun, tidak semua orang Asia Tenggara yang bepergian ke wilayah yang dikuasai ISIS adalah anggota. Diperkirakan, sekitar 45 persen dari jumlah ini adalah perempuan dan anak-anak, yang ikut berperang bersama suami.

Perkiraan ini juga mencakup jumah dari mereka yang pergi berperang bersama kelompok pemberontak lainnya, termasuk Jabhat-al-Nusra. 

Katibah Nusantara-nya ISIS

Sejak Juli 2014, ISIS menggunakan media sosial, propaganda, dan video perekrutan, yang dirilis oleh sayap medianya, Al-Hayat Media Center, untuk membujuk orang Indonesia, Filipina, dan Malaysia untuk bepergian, dan bergabung dengan grup tersebut.  

Jumlah anggota asing dari Indonesia  dan penutur bahasa Melayu di ISS, cukup untuk membentuk unit tempurnya sendiri di Suriah, yang dikenal sebagai Katibah Nusantara.

Diresmikan pada September 2014 melalui serangkaian baiat (sumpah setia), Katibah Nusantara secara aktif merekrut anggota dari wilayah Nusantara, bahkan menyediakan platform sosial bagi rekrutan yang ingin menetap dan terhubung dengan anggota ISIS lainnya, serta tutorial untuk pelatihan logistik dan taktis.

Masih dari The Diplomat, jajak pendapat publik yang pernah dilakukan oleh Pew Research Center mengungkapkan, dukungan terhadap ISIS sulit ditemukan di Indonesia: 79 persen memiliki pandangan yang tidak menyenangkan tentang grup ini,  dibandingkan dengan hanya empat persen yang memandangnya secara baik.  

Hampir 50 orang Indonesia telah kembali ke negaranya, dengan alasan kecewa terhadap kelompok ekstremis tersebut. Tambahan 200 orang, 60 persen di antaranya adalah wanita dan anak-anak, telah dideportasi dari perbatasan Turki sebelum mencapai tujuan mereka di Suriah atau Irak.

Indonesia Marak Serangan Teroris

Serangan teroris bukanlah hal baru di Indonesia. Setelah serangan 9/11 di AS, peringatan ancaman teror meningkat di banyak bagian dunia. Jemaah Islamiya (JI), sebuah kelompok teroris yang terkait dengan al-Qaeda, dan organisasi sempalannya, telah melakukan berbagai pemboman dan serangan di seluruh wilayah.  

Insiden paling menonjol di Indonesia adalah pemboman di Bali pada 2002,  yang menewaskan 202 orang (termasuk puluhan orang asing); pemboman Hotel JW Marriott di Jakarta pada 2003 yang menewaskan 12 orang; pemboman mobil di luar Kedutaan Besar Australia di Jakarta, merenggut nyawa 10 WNI.

Juga pemboman lebih lanjut di Bali pada 2005 yang menewaskan 26 orang; pemboman pada 2009 di Hotel Marriott dan Ritz-Carlton di Jakarta, menewaskan sedikitnya sembilan orang. Serangan lain terjadi pada Januari 2016, ketika beberapa ledakan di dekat pusat perbelanjaan Sarinah dan pusat informasi PBB, mengguncang Jakarta, menewaskan delapan orang, dan melukai lebih banyak lagi.

Serangan itu adalah yang pertama diklaim oleh ISIS. 

Saat ini,  tidak ada kehadiran resmi ISIS di Asia Tenggara. Namun, masih dari The Diplomat, kelompok jihadis, seperti Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Indonesia, dan Kelompok Abu Sayyaf di Filipina, telah bersumpah setia kepada ISIS, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai pembentukan ISIS formal.

Di Indonesia, JI juga telah berjanji setia kepada kelompok tersebut pada Juli 2014.  JI dapat berfungsi sebagai ancaman karena basis dukungannya yang mapan, secara teologis berbeda dari ISIS dalam banyak masalah mendasar. 

Mewaspadai yang 'Pulkam'

Ketika ISIS kehilangan pijakan di wilayah terkonsolidasi, ada kekhawatiran yang berkembang, bahwa gerombolan ini akan menyerang ke luar negeri, mendorong serangan Lone Wolf yang diilhami ISIS.

Ada juga kekhawatiran yang meningkat, bahwa para anggota ISIS dari Indonesia akan pulang setelah dibekali pelatihan dan pengalaman tempur, yang selanjutnya dimanfaatkan oleh keyakinan ideologis yang kuat. Istilah 'orang yang kembali' ini, mencakup berbagai kategori: anggota gerombolan ISIS yang kembali, serta wanita dan anak-anak yang telah menemani mereka, anak di bawah umur, non-anggota, dan banyak lagi.

Seperti analisis Joseph Chinyong Liow, pengamat terorisme dari Brookings Institution,  ada keyakinan bahwa para anggota ISIS yang pulang ke negaranya, memilih  'menyelesaikan pertarungan'  yang dianggap sebagai 'pertempuran akhir zaman yang hebat', ketimbang 'sekadar pulang kampung'.

 

Sumber: The Diplomat & Wikipedia

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah