Selain Habis Gelap Terbitlah Terang, Berikut Deretan Buku Lain Berisi Surat RA Kartini

- 21 April 2021, 08:31 WIB
Raden Ajeng Kartini-dan-suami
Raden Ajeng Kartini-dan-suami /akarnews.com

KALBAR TERKINI – Buku habis gelap terbitlah terang hanya satu dari sekian banyak buku-buku RA Kartini lain.

Buku-buku tersebut berisi pemikiran besar seorang Kartini sebagai perempuan Jawa yang mengerti benar hak dan kewajibannya.

Berikut perjalanan buku-buku tentang RA Kartini yang Kalbar-Terkini.com lansir dari beberapa sumber.

Baca Juga: Kartini Rupanya Murid Mbah Soleh Darat, Minta Al Fatihah Terjemahan Berbahasa Jawa

Buku tersebut sebagian besar membahas surat RA Kartini kepada sahabat penanya Abendanon.

Habis Gelap Terbitlah Terang

Pada 1922, oleh Empat SaudaraDoor Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka

Armijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.

Baca Juga: Sejarah 20 April, Pesawat Apollo 16 Berhasil Mendarat di Bulan

Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht.

Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda.

Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya.

Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan.

Baca Juga: PIP Makasar Terus Berbenah, Capt Sukirno Yakin Sekolah PIPMKS Jadi Yang Terdepan

Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi.

Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat.

Alasan lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman.

Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan.

Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.

Baca Juga: Sejarah 18 April, Negara Kalimantan Bentukan Belanda Dibubarkan

Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya

Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno.

Pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972.

Salah seorang dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat Kartini tersebut.

Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa Belanda dengan cukup sempurna.

Kemudian, pada 1979, sebuah buku berisi terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht pun terbit.

Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya.

Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah: "Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa".

Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba sesungguhnya oleh Kartini adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia.

Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door Duisternis Tot Licht.

Selain diterbitkan dalam Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya.

Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900–1904

Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904.

Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. 

Joost Coté juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir.

Pada buku terjemahan Joost Coté, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon.

Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap.

Buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon.

Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.

Panggil Aku Kartini Saja

Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan.

Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer.

Buku Panggil Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.

Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya

Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya.

Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalam Door Duisternis Tot Licht.

Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang sangat maju dalam cara berpikir dibanding perempuan-perempuan Jawa pada masanya.

Baca Juga: Sejarah 17 April, Perjuangan Petani Brasil Dijawab Dengan Pembantaian Eldorado dos Carajás

Dalam surat tanggal 27 Oktober 1902, dikutip bahwa Kartini menulis pada Nyonya Abendanon bahwa dia telah memulai pantangan makan daging.

Bahkan sejak beberapa tahun sebelum surat tersebut, yang menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang vegetarian.

Dalam kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal dan akhir.

Padahal, bagian itu menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon.

Banyak hal lain yang dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.

Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903

Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya.

Baca Juga: Sejarah 19 April, Perang Revoluasi Kemerdekaan Amerika Serikat Dimulai

Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Coté, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme.

Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.

"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan.

Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah