Bahaya Tendangan 'Kungfu' Selama Tes PCR ke Unta Penyebar CoV

- 20 April 2021, 22:33 WIB
TES PCR KE UNTA - Para petugas cagar  alam dan tenaga medis melakukan tes PCR ke unta-unta jenis dromedaris di Institut Penelitian Ternak Internasional (Ilri), kawasan Cagar Alam Kapiti, Kabupaten Machakos, Kenya selatan./TWITTER AFP PHOTO VIA AFRICA NEWS/
TES PCR KE UNTA - Para petugas cagar alam dan tenaga medis melakukan tes PCR ke unta-unta jenis dromedaris di Institut Penelitian Ternak Internasional (Ilri), kawasan Cagar Alam Kapiti, Kabupaten Machakos, Kenya selatan./TWITTER AFP PHOTO VIA AFRICA NEWS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Di pagi yang berkabut ini, seorang petugas tak luput dari tendangan keras dari tapak unta selama pengambilan sampel hidung dan darah dari 35 dromedaris Kapiti. Di dataran hutan lebat di institut yang markas besarnya di Nairobi, Ibu Kota Kenya, hewan liar dan kawanan ternak hidup bersama yang didedikasikan untuk penelitian.

Ilri mulai mempelajari unta-unta Kenya pada 2013, setahun setelah wabah virus yang mengkhawatirkan di Arab Saudi: Mers-CoV, untuk virus korona yang menjadi sindrom penyakit pernapasan di Timur Tengah. 

Kelelawar, trenggiling, unggas diduga menjadi inang dari pandemi Covid-19. Dunia menemukan tingkat zoonosis, virus ini ditularkan oleh hewan yang merupakan 60 persen dari penyakit menular manusia,  menurut Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO).

Dalam kasus Mers-CoV,  menurut WHO, ditularkan melalui kontak dekat dengan hewan pemamah biak kemudian virus tersebut ditularkan kepada manusia, yang menyebabkan epidemi yang merenggut ratusan korban di seluruh dunia pada 2012 dan 2015, terutama di Arab Saudi. 

Virus ini menyebabkan gejala yang sama pada manusia seperti Covid-19 (demam, batuk, kesulitan bernapas - dibandingkan dengan flu ringan di dromedaris). Tetapi, virus ini  jauh lebih mematikan, menewaskan satu dari tiga penderita. 

Di laboratorium Ilri di Nairobi, ahli biologi Alice Kiyong'a secara teratur menerima sampel yang diambil dari unta di berbagai wilayah di Kenya. Berbekal pipet, reagen, dan mesin, dia menganalisis masing-masing keberadaan Mers, yang awalnya ditularkan oleh kelelawar. 

Penelitian yang dipimpinnya sejak  tahun 2014 telah menemukan antibodi terhadap Mers di 46 persen unta yang diteliti, tetapi hanya lima persen manusia yang diuji.

Uji ini menghasilkan enam orang  positif dari 111 penunggang unta dan pekerja rumah jagal. "Mers yang kita miliki di Kenya saat ini tidak mudah menular ke manusia, dibandingkan dengan Mers Arab Saudi yang lebih menular,"  pungkasnya. 

Penelitian juga menemukan kemunculan varian baru yang dapat membuat Mers Kenya lebih menular kepada manusia.

"Seperti Covid-19, variannya seperti B.1.1.7 di Inggris, itu sama dengan Mers. Virus Mers berubah sepanjang waktu," kata Eric Fevre,  spesialis penyakit menular di Ilri dan Universitas Liverpool, Inggris. 

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x