Semua pengguna piranti berbasis Microsoft yang diretas disarankan mengatisipasi serangan itu dengan cara menjalankan versi Web klien email Outlook, dan meng-hostingnya di komputer mereka sendiri, alih-alih mengandalkan penyedia cloud.
Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Federal AS tidak bersedia mengomentari peretasan ini. Sebelumnya, Jumat lalu, Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki menyatakan kepada wartawan, kerentanan yang ditemukan di server Exchange yang banyak digunakan Microsoft, signifikan untuk diretas sehingga dapat berdampak luas. “Kami prihatin jumlah korbannya banyak,” kata Psaki.
Baca Juga: Wah, China Gugup Hadapi Ancaman AS: Anggaran Militernya Naik Hari Ini!
Microsoft dan semua pihak yang bekerja sama dengan otoritas AS tealah menyalahkan gelombang serangan peretasan yang diklaim didukung Pemerintah China. Inilah suatu serangan terkontrol terhadap beberapa target lewat spionase klasik yang diketahui berkembang sejak akhir Februari 2021.
Pihak badan keamanan cyber mengatakan, serangan ini bisa mengindikasikan keterlibatan spionase, kecuali China telah mengubah taktiknya sehingga bisa jadi melibatkan kelompok kedua. Lebih banyak serangan diduga akan berdatangan dari kalangan peretas lain karena kode yang digunakan untuk mengendalikan server email telah menyebar.
"Para peretas hanya menggunakan pintu belakang untuk masuk kembali, dan bergerak di sekitar jaringan yang terinfeksi dalam persentase kasus yang kecil, kemungkinan kurang dari satu dari 10. Ratusan peretas bergerak secepat mungkin, mencuri data, dan memasang cara lain untuk kembali nanti, katanya.
Serangan awal jaringan peretas ini pertama kali ditemukan oleh peneliti dunia maya Taiwan, Cheng-Da Tsai. Tsai menyatakan bahwa dia melaporkan cacat tersebut ke Microsoft pada Januari 2021, tapi enggan . menanggapi permintaan untuk berkomentar lebih lanjut.***
Sumber: Reuters