Drone Kecil 'Lelet', Siluman bakal Intai Perbatasan China-India

28 Februari 2021, 23:20 WIB
SILUMAN - Drone serangan siluman GJ-11 melakukan debut parade pada parade Hari Nasional yang diadakan di Beijing pada 1 Oktober 2019./FOTO: FAN LINGZHI / GLOBAL TIMES/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

BEIJING, KALBAR TERKINI -  Drone atau pesawat nirawak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV)  berukuran kecil sudah tak kondusif  lagi bagi pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA)  untuk memantau keamanan dari udara  di atas tapal batas  India. UAV berukuran lebih besar dan bersayap bakal lebih  optimal karena tahan cuaca, kekuatan baterainya puluhan jam, dan dapat mengangkut logistik ke pos-pos terdepan.  

Hal ini ditegaskan dalam wawancara khusus Global Times dengan Hou Yun, komandan resimen pertahanan perbatasan yang berafiliasi dengan PLA dari Komando Militer Tibet dan juga Wakil Kongres Rakyat Nasional China.

Dilansir pada Minggu, 28 Februari 2021, Yun menyatakan, UAV berukuran kecil memiliki daya tahan baterai yang pendek, ketergantungan yang tinggi pada kondisi cuaca, dan kapasitas muatan yang tidak mencukupi.  

Baca Juga: Luncurkan Satelit Arktika-M, Rusia Pantau Komunikasi Dunia dari Luar Angkasa?

Menurut koran Pemerintah Tiongkok ini sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com, Hou menyatakan, PLA seharusnya menggunakan drone yang lebih canggih dan lebih besar, yang tersimpan di gudang-gudang persenjataan militernya. 

Belajar dari pengalamannya selama 22 tahun bertugas di tapal batas yang berada di wilayah dataran tinggi, Hou yakin bahwa penempatan peralatan pintar berukuran besar, dapat mencakup seluruh garis depan pertahanan perbatasan, dan setiap saat melakukan pemantauan.

Drone semacam ini akan menyelesaikan tiga masalah utama: bisa melihat di mana orang tidak bisa melihat, mendengar di mana orang tidak bisa mendengar, dan pergi ke mana orang tidak bisa pergi. 

Baca Juga: Ini Rahasia Tjhai Chui Mie Jadikan Singkawang Kota Tertoleran di Indonesia

Hou baru-baru ini memimpin  patroli ke sebuah lembah di ketinggian empat ribu meter. Rutenya lebih 80 kilometer. Pasukannya  ketika itu melewati berbagai medan berat, termasuk hutan, gletser, dan pegunungan bersalju.

Dalam kondisi seperti ini, apalagi selama musim salju, banyak lokasi yang tak bisa terjangkau untuk melakukan pengintaian. Penggunaan drone kecil tak bisa optimal. Meskipun  sudah digunakan secara luas, wahana tersebut memiliki daya tahan yang pendek, rentan terhadap hujan, dan akan bermasalah dalam misi pengintaian di tengah cuaca berkabut yang kerap terjadi di wilayah tersebut.  

Drone seharusnya dapat meningkatkan efisiensi misi pengangkutan untuk mengirimkan pasokan ke pos-pos terdepan yang sulit dijangkau. Drone yang saat ini digunakan oleh pasukan garis depan. sebagian besar adalah drone multi-rotor berukuran kecil atau sedang, 

Drone semacam itu dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal, membuatnya dapat dioperasikan di hampir semua lokasi. Drone kecil ini tidak membutuhkan lapangan terbang, dan mudah dioperasikan oleh pasukan garis depan sehingga menjadi pilihan pertama untuk misi perbatasan. 

Senada dengan Hou, Fu Qianshao, seorang veteran yang juga ahli penerbangan militer China menyatakan drone berukuran kecil memiliki banyak kekurangan seperti yang dilaporkan oleh pasukan garis depan.

Baca Juga: Pemerintah Luncurkan Vaksin Gotong-royong, Menkes: Wajib Gratis

Itu sebabny PLA disarankan menggunakan drone besar yang bersayap, seperti drone pengintai bersenjata GJ-1 dan GJ-2.  Drone model-model ini dapat bertahan di udara selama puluhan jam dan dilengkapi dengan muatan yang lebih canggih, walaupun hanya dapat lepas landas dan mendarat dari lapangan terbang.

"Selain itu, robot berbasis darat juga dapat dikembangkan dan disebarkan ke pasukan-pasukan perbatasan," katanya. "Industri persenjataan China harus mendorong teknologi yang lebih maju untuk meningkatkan kemampuan drone yang lebih kecil."

Pada April 2020, pasukan perbatasan India membangun fasilitas di garis kontrol Lembah Galwan, yang belakangan memicu bentrokan fisik tanpa senjata dengan pasukan China pada Juni 2021.

Selama bentrokan Galwan, PLA mengerahkan drone yang dikembangkan oleh Shenzhen Keweitai Enterprise Development Co, sebuah perusahaan swasta untuk melakukan pengintaian terhadap pasukan musuh.   

Drone perusahaan banyak digunakan oleh Komando Militer PLA Xinjiang untuk memantau dan mengontrol perbatasan, dan juga oleh pasukan PLA di Tibet untuk mengangkut pasokan ke pos-pos pertahanan perbatasan yang terisolasi. 

Menurut Fu, perusahaan milik negara, swasta dan departemen pengembangan militer China, harus mengembangkan drone yang lebih canggih untuk memenuhi permintaan pasukan  pertahanan perbatasan PLA. Sebab, China diklaimnya memiliki teknologi kelas dunia di bidang pembuatan drone dan robot pintar.*** 

 

Sumber: Global Times

Editor: Oktavianus Cornelis

Terkini

Terpopuler