DIO: Orang Dayak Dukung IKN, Keluarkan 9 Petisi Syarat Wajib untuk IKN Nusantara, Berikut Lengkapnya

- 1 Maret 2022, 17:00 WIB
Kekhususan Ibu Kota Nusantara IKN di Kalimantan
Kekhususan Ibu Kota Nusantara IKN di Kalimantan /Jurnal Ngawi/Gambar Ibu Kota Negara Indonesia

KALBAR TERKINI - DIO: Orang Dayak Dukung IKN, Keluarkan 9 Petisi Syarat Wajib untuk IKN Nusantara, Berikut Lengkapnya.

Masyarakat Dayak se-Pulau Kalimantan mendukung rencana keberadaan Ibu Kota Negara (IN) Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur.

Syaratnya, pemerintah pusat harus melibatkan orang-orang Dayak terpilih untuk ikut mengelola IKN Nusantara.

Baca Juga: Melirik Krisis Ukraina, DIO: Indonesia Hanya Sisakan Kalimantan, Malaysia dan Singapura Musuh Dalam Selimut

"Keterlibatan masarakat Dayak sangatlah penting," tegas Dr Yulius Yohanes, MSi, Sekjen Organisasi Dayak Internasional (Dayak International Organization/DIO) kepada Kalbar-Terkini.com di Pontianak, Ibukota Kalbar, Senin, 28 Februari 2022.

Yuliusyang juga Penasehat Hukum Majelis Dewan Adat Dayak Nasional menambahkan, keterlibatan masyarakat Dayak di IKN Nsantara di suatu negara berdaulat, juga merupakan bentuk dan tanggung jawan negara keoada warga negaranya.

Jika tak dilibatkan, Yulis khawatir akan terjadi suatu ancaman, yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan dan dapat mengnggu stabilitas suatu negara.

Baca Juga: Orang Dayak Kecewa kepada Jokowi, Tokoh DIO: Kami Hidupi Jakarta dan Jawa, tapi Terpinggirkan!

Hal ini ditegaskan oeh Yulius yang juga Pemimpin Umum portal Dio-Tv.com, menanggapi sembilan petisi yang ditadatangani oleh seluruh tokoh dan ormas Dayak se-Kalimantan pada Senin ini di Rumah Betang, Jalan Sutoyo, Pontianak.

Adapun sebelum pembacaan petisi disusul orasi para tokoh dan ormas Dayak se-Kalimantan, Kepala Divisi Ekonomi Kerakyatan DIO dan praktisi hukum Ajonedi Minton SE SH MKn, menyatakan bahwa petisi tersebut merupakan aspirasi dari seluruh masyarakat Dayak.

Dalam pengantarnya dik hadapan para hadirin, Minton menyatakan, warga Dayak berkomitmen sepakat untuk menjaga kedaulatan NKRI termasuk mendukung keberadaan IKN Nusantara.

Baca Juga: Jangan Paksakan Dayak jadi Yahudi atau Arab, Sekjen DIO: Harus Berkebudayaan Dayak!

"Tentu saja disertai syarat bahwa pemerintah pusat harus adil, antara lain, menjaga adat dan istiadat Kalimantan sebagai taah Dayak, serta juga ikut mendudukkan orang-orang Dayak pilihan di roda pemerintahan IKN Nusantara," katanya.

Adapun poin kelima petisi menyatakan, sebutan Pulau Kalimantan harus dikembalikan menjadi Pulau Dayak, sejalan dengan Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Nomor 4 Tahun 1967.

Isinya, pembakuan nama rupabumi yang dipertegas di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2021, tentang: Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Baca Juga: Polri Persilahkan Edy Mulyadi Ajukan Penangguhan Penahanan, Jubir Aliansi Dayak: Kami Pantau Prosesnya

Ditegaskan, penamaan wilayah administratif, fasilitas umum bentukan manusia, unsur geografi harus didasarkan penyebutan bahasa daerah masyarakat setempat.

Ini demi mewujudkan identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan Internasional, sebagaimana point empat dalam kesimpulan ini.

Petisi itu sendiri ditandatangani 40 pimpinan organisasi kemasyarakatan Suku Dayak dan tokoh Dayak dari Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Utara, dan Provinsi Kalimantan Tengah, sebagai berikut.

1. “Harus melibatkan masyarakat Dayak dalam pembangunan Ibu Kota Negara sebagai wujud keseriusan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dayak, rasa memiliki masyarakat Dayak terhadap Ibu Kota Negara termasuk mengakodomir kearifan lokal Suku Dayak.”

Salah satu jenis religi Dayak Bakatik di Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat.

2. “Harus melibatkan Suku Dayak di dalam perencanaan, pengengelolaan dan pengawasan Badan Otorita Ibu Kota Negara.”

3. “Merealisas ikan Otonomi Khusus Kebudayaan Dayak sebagai jaminan untuk pencapaian percepatan pembangunan infrastruktur, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, politik, di Pulau Kalimantan secara menyeluruh sebagai wilayah penyangga Ibu Kota Negara.”

4. “Memberikan kewenangan kepada Dewan Adat Dayak dalam hal rekomendasi bagi putera-puteri orang Dayak masuk di sekolah kedinasan, baik sipil, kepolisian maupun Tentara Nasional Indonesia yang harus diakomodir.”

5. “Memberikan ruang bagi masyarakat Dayak, khsususnya generasi muda secara ekonomi, politik dan pemerintahan.”

6. “Merealisasikan pembangunan Rumah Adat Dayak dan Museum Dayak untuk menyimpan benda pusaka maupun simbol-simbol Kebudayaan Dayak di Ibu Kota Negara sebagai identitas Bangsa Indonesia di Pulau Kalimantan dalam kawasan sentral Kebudayaan Dayak.”

7. “Mengembalikan dan memberi nama wilayah dan administrasi pemerintahan sesuai dengan ciri khas Dayak, meliputi: nama-nama jalan, pelabuhan, bandar udara, gedung sesuai dengan kesejarahan Dayak.

Juga untuk tokoh suci panutan dalam mitos dan legenda suci Dayak, tokoh-tokoh pejuang Dayak dari aspek pembakuan nama rupabumi di IKN Nusantara, demi mewujudkan identitas Dayak dalam skala nasional, regional dan internasional.”

8. “Presiden Republik Indonesia, Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif, memberikan jaminan kelangsungan pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur dengan produk perundang-undangan turunan.”

9. “Organisasi kemasyarakatan Suku Dayak dan Tokoh Dayak se Kalimantan, mendukung tindakan tegas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia dalam menumpas tindakan radikalisme dan premanisme serta anti Pancasila.

Sembilan point Petisi didasarkan tujuh rumusan dan tujuh Kesimpulanm sebagai berikut.

Tujuh point rumusan, terdiri dari:

1. “Kebudayaan mencakup pranata peradaban (sosial, religi, ekonomi, hukum dan politik).”

Kebudayaan adalah sebuah kebiasaan yang secara terus-menerus berlangsung dalam kehidupan bangsa sebagai pedoman untuk bersikap dan berperilaku dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan bagi sebuah bangsa.

Karena itu, dapat dipahami bahwa secara esensial kebudayaan itu sangat penting menentukan arah bagi keberlangsungan hidup suatu bangsa dalam sebuah negara yang berdaulat.

2. Kebudayaan merupakan kekayaan esensial yang tidak hanya manusia individu sendiri-sendiri, tetapi pula sebagai kelompok sosial, bangsa dalam peranannya memberi nilai-nilai.

Kebudayaan merupakan jantung hidup masyarakat dalam sebuah negara, dan sebagai pembentuk, pengembang, pematang, serta pemelihara manusia-manusia yang ada di dalam sebuah negara berdaulat.

3. Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan atau Borneo menganut trilogi peradaban, yaitu: hormat dan patuh kepada leluhur.

Juga, hormat dan patuh kepada orangtua dan hormat dan patuh kepada negara yang membentuk karakter dan jatidiri manusia Dayak beradat: berdamai dan serasi dengan leluhur, berdamai dan serasi dengan alam semesta, berdamai dan serasi dengan sesama dan berdamai dan serasi dengan negara.”

“Sebelum terbentuknya Negara Republik Indonesia, Kerajaan Brunei Darussalam dan Federasi Malaysia, masyarakat Suku Dayak, sudah memiliki sistem pemerintahan tradisional sendiri.

Juga hukum adat dengan mengedepankan peran para tokoh adat yang disebut Damang (Provinsi Kalimantan Tengah), Tomonggokng (Provinsi Kalimantan Barat), Kepala Adat (Provinsi Kalimantan Timur), Pemanca (Negara Bagian Sarawak) dan Anak Negeri (Negara Bagian Sabah).

4. Hasil Pertemuan Damai Tumbang Anoi, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, 22 Mei – 24 Juli 1894, menghasilkan sembilan poin 9 kesepakatan.

Ini dijabarkan dalam 96 (sembilan puluh enam) pasal hukum adat, di antaranya menghentikan praktik perbudakan dan potong kepala manusia (kayau).

Hal ini sebagai bentuk pengukuhan kembali keberadaan Masyarakat Adat Suku Dayak dalam skala lebih luas dan mengikat, dari sudut pandang sosiologi dan antropologi.”

5. Dari sudut pandang sosiologi, Hukum Adat Dayak sebagai salah satu produk hukum asli Indonesia, sebuah sistem untuk mengatur komunitas dan masyarakat Adat Suku Dayak.

Ini berupa interaksi yang melahirkan adat berupa norma-norma, aturan-aturan, tata susila/etika, budaya, sistem nilai, dan hukum dalam kebiasaan-kebiasaan yang hidup di masyarakat.”

6. Dari sudut pandang antropologi, dalam Mitos Suci, Masyarakat Adat Dayak, telah ada sejak penciptaan alam semesta, telah tinggal di Pulau Kalimantan atau Borneo.

Semua ini juga sudah sebelum adanya Kerajaan Hindu, Budha, Islam, Belanda, Jepang, Republik Indonesia, Federasi Malaysia dan Kerajaan Brunei Darussalam.”

7. “Dalam Agama Kaharingan, salah satu agama asli Suku Dayak, manusia Suku Dayak terikat Hadat, berupa perintah-perintah atau tuntunan-tuntunan yang bersumber dari peristiwa-peristiwa suci yang dialami para leluhur pada awal mula zaman.


Di mana dalam aplikasinya, kaya akan substansi nilai-nilai kehidupan, jalan menuju kedamaian di dalam hati, keharmonisan, perdamaian, cinta kasih, menghargai kemanusiaan, keberagaman.

Juga, keseimbangan hidup dengan alam, mengutamakan kearifan, kebijaksanaan dan toleransi, dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal dalam sebuah kehidupan masyarakatnya.”
Tujuh point kesimpulan sebagai berikut:

1. Deklarasi Hak-hak Penduduk Pribumi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 61/295, tanggal 13 September 2007.

Ini menekankan hak penduduk pribumi/asli/orang asal berhak mempertahankan identitasnya dalam aspek kehidupan; sosial, ekonomi, hukum, ideologi, politik dan kehidupan spiritual Dayak Dunia; serta menjaga sumber daya alam; ekosistem dan ekologi sebagai identitas penduduk pribumi.”

Perladangan Suku Dayak Bakatik di Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Dalam berladang, Suku Dayak membangun jaringan instrastruktur kebudayaannya.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 35-PUU-XI/2012, tanggal 16 Mei 2013, tentang Hutan adat menyatakan bahwa hutan adat milik masyarakat adat setempat.

Juga, putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) Nomor 96-PUU-IV/2016, tanggal 7 November 2017, tentang pengakuan aliran kepercayaan.

Dalam aliran kepercayana ini juga dimaknai pula pengakuan terhadap agama asli Suku Dayak, dengan sumber doktrin: legenda suci Dayak, mitos suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak.”

3. “Dalam mewujudkan Program Nawacita Pemerintahan Presiden Indonesia, Joko Widodo (20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2024), sebagai turunan dari pasal 18B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Hal ini disertai terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tentang: Pemajuan Kebudayaan, untuk mewujudkan Program Nawacita, cita-cita bangsa Indonesia.

Ini untuk menjadi masyarakat berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari secara ekonomi, dan berdaulat secara politik, serta Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 40 Tahun 2009, tentang: Pedoman Kelestarian Kebudayaan.”

Berkepribadian dalam berkebudayaan diamanahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tentang: Pemajuan Kebudayaan, menggariskan.

UU ini juga menegaskan, setiap warga Indonesia harus kembali kepada karakter dan jatidirinya, menjadi kebudayaan asli Indonesia, termasuk Kebudayaan Dayak sebagai filosofi etika berperilaku, sebagai sumber pembentukan karakter dan jatidiri.”

4. “Protokol Tumbang Anoi 2019, hasil Seminar International dan Napak Tilas International di Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, 24 – 26 Juli 2019.

Protokol ini menghasilkan keputusan mengembalikan nama Pulau Kalimantan menjadi Pulau Dayak dan Otonomi Khusus Kebudayaan Dayak.”

5. “Sebutan Pulau Kalimantan dikembalikan menjadi Pulau Dayak, sejalan dengan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 4 Tahun 1967, tentang pembakuan nama rupabumi dan dipertegas di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2021.

Isinya tentang: Penyelenggaraan Nama Rupabumi, dimana menegaskan, penamaan wilayah administratif, fasilitas umum bentukan manusia.

Selain itu, unsur geografi harus didasarkan penyebutan bahasa daerah masyarakat setempat, demi mewujudkan identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan Internasional, sebagaimana point 4 dalam kesimpulan ini.”

6. “Kebudayaan telah dijadikan tren sebagai alat diplomasi antar bangsa pada abad ke-21.

Diplomasi kebudayaan sebagai soft power dan alat melucuti ketegangan dan menciptakan lingkungan yang mendukung penyisipan kepentingan nasional dan internasional bagi sebuah negara.

Ini mesti diimplementasikan dalam Progam Heart of Borneo (HoB) Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam sejak 2 Februari 2007, dan aspek keadilan sosial, ekonomi dan politik dalam komitmen dunia international terhadap hasil carbon trade.

Komitmen tersbeut sebagai upaya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang tidak pernah menyentuh kepentingan akar rumput dalam masyarakat Dayak.”

“Di samping itu keberadaan hutan adat harus dikembalikan ke masyarakat adat untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam.

Ini diperkuat dengan keputusan adat yang diselaraskan dengan regulasi negara yang bersangkutan, kewenangan reboisasi dikembalikan kepada masyarakat Dayak setempat.”

7. “Masyarakat Dayak Kalimantan berkomitmen mengawal dan mengawasi proses pembangunan berkelanjutan Ibu Kota Negara Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur, wujud dari geostrategi dalam menjalankan geopolitik.

Hal ini sebuah showcase transformasi baik di bidang lingkungan, cara kerja, basis ekonomi, teknologi, pelayanan kesehatan dan pendidikan berkualitas, dengan tata sosial yang lebih majemuk dan toleran.

Menjunjung tinggi etika dan mengedepankan akhlak mulia sebagai karakter kebudayaan asli Suku Bangsa Dayak yang merupakan bagian integral Kebudayaan Indonesia.”***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah