Mengenang RA Kartini, Mulai Dari Karir, Keluarga, Suami Hingga Rekam Jejaknya Dalam Memperjuangkan Hak Wanita

21 April 2023, 14:01 WIB
Ilustrasi RA Kartini. /Pixabay @arvlove

KALBAR TERKINI – Setiap tanggal 21 April Indonesia memperingati hari Kartini.

Hari Kartini untuk mengenang sosok R.A Kartini yang dikenal sebagai pahlawan nasional yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.

Bernama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat, dia  berupaya memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Berikut profil dan rekam jejak RA Kartini.

Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.

Baca Juga: Alasan Mengapa Hari Kartini Terus Dikenang Setiap Tahunnya, Begini Sepak Terjangnya Usung Emansipasi Wanita

Kartini adalah putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.

Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama.

Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan.

Baca Juga: Kronologi KKB Serang TNI di Papua, Gunakan Anak-anak Sebagai Tameng Hidup. Panglima TNI: Kami Siap Tempur

Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini kecil termasuk sosok wanita yang beruntung, dia diperbolehkan bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS).

Di sinilah Kartini belajar bahasa Belanda. Namun, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Baca Juga: Harry Warganegara Buka Suara dan Meminta Maaf Atas Insiden Pistol Miliknya yang Meletus di Bandara

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.

Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa.

Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Oleh orang tuanya, Kartini muda dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri.

Beruntungnya, sang suami mengerti keinginan Kartini.

Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Dia memiliki anak semata wayang bernama Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904.

Sayangnya, beberapa hari kemudian, tepatnya pada 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun.

Beliau dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.

Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.***

 

Editor: Yuni Herlina

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler