Pasca pencabutan pembatasan tersebut, terjadi lonjakan kasus Covid-19, yang diklaim oleh Edi berasal dari warung-warung kopi (warkop), sehingga kembali diterapkan PPKM tahap II.
Permasalahan terkait warkop sebagai episentrum pandemi pun menjadi sengkarut. Ironisnya, ketika Walikota Pontianak menuding bahwa warkop sebagai kluster Covid-19, berdasarkan pantauan selama masa transisi 41 hari sebelum dimulainya PPKM mikro tahap II, banyak warkop, terutama sebagian warkop di Jalan Hijas, buka hingga lepas tengah malam.
Baca Juga: Pontianak Punye Cerite: Mortal Combat pun Jualan Kelapa!
Pengunjung di beberapa warkop ternama ini, sejak pagi hingga lepas tengah malam bahkan dini hari, tak pernah sepi. Para penggemar kopi pun membludak. Mereka duduk tanpa menjaga jarak. Banyak pula di antara mereka yang tidak mengenakan masker.
Keramaian pengunjung pun menciptakan suara gegap-gembita yang mencolok bagai di pasar tradisional. Selama itu, jarang terlihat petugas Satpol PP Pontianak yang melakukan razia, minimal memantau tingkat penegakkan prokes pencegahan Covid-19.
"Ini ibarat pepatah, 'guru kencing berdiri, murid kencing berlari'," kata seorang pengunjung warkop dari Jakarta, yang mengaku sengaja datang ke sebuah warkop, karena 'terkesan' dengan kabar tentang longgarnya tindakan aparat terkait pencegahan penularan Covid-19 di Pontianak.
"Karena memang penegakan hukum terkait pencegahan pandemi di Pontianak lemah, maka jangan salahkan, jika pengelola warkop seperti bersikap masa bodoh, misalnya buka hingga larut malam bahkan dini hari," lanjutnya.
Baca Juga: Wan Abud Meninggal Dunia Setelah Terpapar Covid 19, Berikut Deretan Film yang Pernah Dibintangi
Jeritan Pengusaha Warkop
Pandemi yang belum selesai sejak awal 2020 terlanjur meluluhlantakkan perekonomian di banyak negara di termasuk di Indonesia.