Adapun perbandingannya, kalau dua sampai tiga ton, maka produksinya harus 3,2-3,5 ton. Tentunya ini bisa lebih dari 100 persen.
“Artinya biaya produksi yang dikeluarkan lebih mahal,” lanjut Sutarmidji.
Menurut dia, produksi nelayan di Kalbar seperti di Kecamatan Paloh, Kabupaten sambas, masyarakat di sana dapat melakukan panen ubur-ubur dua kali dalam setahun.
Saat masa panen ubur-ubur, yang setahun dua kali, bisa menghidupi mereka hingga setahun ke depan.
Namun, permasalahan ubur-ubur yang dijemur itu kualitas rendah karena garam industri di Kalbar cukup susah.
“Sehingga kalau bukan garam industry, maka hasilnya coklat kehitam-hitaman dan tidak putih dan harganya pasti turun,” paparnya.
Baca Juga: IPM Terendah di Kalimantan, Sutarmidji: Peran Cendikiawan Dayak Sangat Penting
Ia menambahkan, selain jenis ikan tangkap, ada jenis-jenis ikan air tawar di Kalbar yang sangat menjanjikan, yaitu Ikan Semah misalnya. Ikan Semah satu kilo harganya bisa sampai satu juta setengah, dan ini harus bisa dibudidayakan.
“Selain Ikan Semah ada juga jenis ikan yang nilai ekonominya cukup bagus, yaitu Ikan Baung, tapi saya tidak tahu apakah bisa dibudidayakan. Ikan Baung penyumbang inflasi setiap bulan di Sintang. Ikan Baung tetap sebagai penyumbang inflasi, karena jadi bahan konsumsi masyarakat di sana,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama, Witjaksono mengatakan sejak Juni 2020 telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk 27 provinsi dan 355 kabupaten/kota.