Duh Teganya, Negara Kaya Tolak Bantu Atasi Kelaparan di Negara Miskin

- 17 Juni 2022, 10:38 WIB
Bencana  Kelaparan di Somalia dan Sudan Selatan meningkat berdasarkan laporan FAO. Kini somalia miliki presiden
Bencana Kelaparan di Somalia dan Sudan Selatan meningkat berdasarkan laporan FAO. Kini somalia miliki presiden /Pixabay

BERLIN, KALBAR TERKINI- Sebagian besar sumber daya alam di bumi ini telah dikuras untuk negara-negara kaya sehingga memicu pemanasan global.

Banyak negara miskin menjadi semakin miskin karena sumber daya alamnya menciut sehingga menimbulkan dampak hebat akibat pemanasan global.

Ironisnya, negara-negara kaya termasuk Uni Eropa (UE) dan AS menolak upaya untuk menempatkan bantuan keuangan bagi negara-negara miskin yang menderita dampak buruk akibat pemanasan global.

Baca Juga: Laut Hitam Diblokade Rusia, 1,7 Miliar Orang Terancam Kelaparan!

Penolakan ini secara tegas mengemuka selama agenda KTT iklim PBB 2022 sehingga membuat frustasi kalangan pengamat dan juru kampanye lingkungan.

Hal ini disampaikan oleh mereka selama menghadiri pertemuan persiapan sepuluh hari KTT tersebut di Kota Bonn, Jerman, yang berakhir pada Kamis, 16 Juni 2022 ini.

Teresa Anderson dari kelompok kampanye ActionAid International, dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press, juga menyatakan frustrasinya.

Hal ini terkait perlawanan yang ditunjukkan oleh negara-negara maju untuk secara resmi membahas bagaimana negara-negara miskin dapat memperoleh lebih banyak bantuan ketika mereka dilanda bencana iklim.

Baca Juga: Tanduk Afrika Dilanda Kelaparan akibat Keringan: Banyak Anak Tewas

“Negara-negara kaya, khususnya UE, meningkatkan diskusi tentang kerugian dan kerusakan di setiap kesempatan,” kata Anderson.

Delegasi dari negara-negara berkembang berharap kesadaran yang meningkat akan biaya ekonomi yang parah akibat pemanasan global yang dihadapi miliaran orang di seluruh dunia.

Bantuan ini akan membantu menggerakkan jarum pada masalah yang telah lama memisahkan antara negara-negara kaya dan miskin.

Baca Juga: Laporan FAO : Krisis Kelaparan Meningkat Menjadi 193 juta, Apakah Akibat Perang?

Pada Mei 2022, para pejabat dari ekonomi terkemuka dari Kelompok Tujuh (G-7) untuk pertama kalinya mengakui perlunya lebih banyak uang publik dan swasta dalam mencegah dan mengatasi dampak buruk perubahan iklim.

Pertemuan di Bonn, yang merupakan rumah bagi kantor iklim PBB, dirancang untuk meletakkan dasar bagi KTT Iklim mendatang di resor tepi laut Sharm-el-Sheikhm Mesir, November 2022.

"Negara-negara kaya terus memblokir, memblokir, memblokir,” kata Anderson.

Sikap negara-negara ini juga terkait upaya mendirikan fasilitas keuangan baru, menyediakan dana, mengorganisir dukungan teknis, atau bahkan hanya memasukkan masalah itu ke dalam agenda diskusi di COP27 pada akhir 2022.

Baca Juga: Anjing Kelaparan Menyantap Mayat Tentara Ukraina, Warga Menjarah Toko-toko!

Memperhatikan kelaparan akibat kekeringan yang saat ini mengancam jutaan orang di Tanduk Afrika, Anderson menilai negara-negara kaya 'terputus secara mengerikan' dengan dunia nyata.

Komentarnya mendulang pernyataan dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang minggu ini menuduh banyak pemerintah 'menyeret kaki mereka' dalam aksi iklim.

Pengamat berpengalaman dari pertemuan iklim internasional memperingatkan agar tidak mengharapkan delegasi di Bonn membuat kemajuan besar pada poin-poin ketidaksepakatan yang sudah lama ada.

"Terutama yang akan memerlukan komitmen keuangan yang besar. Banyak masalah berada di atas tingkat gaji mereka,” kata Alden Meyer dari E3G, sebuah wadah pemikir lingkungan.

Namun, hasilnya lebih ramping dari yang diharapkan, katanya.

Masalah peningkatan bantuan iklim kemungkinan akan muncul pada Jumat dalam pertemuan virtual ekonomi utama yang diselenggarakan oleh Presiden AS Joe Biden, dan pada KTT para pemimpin G-7 di Jerman 26-28 Juni 2022.

Kepala kantor iklim PBB, Patricia Espinosa telah mendesak para delegasi pada awal pertemuan di Bonn untuk tidak putus asa.

Espinosa juga mencatat bahwa terjadi kemajuan dalam beberapa tahun terakhir terkait upaya mengatasi pemanasan global.

Para peserta mendapat sorakan dari pengumuman padaKamis ini oleh pemerintah baru Australia.

Ini karena Australia secara resmi berjanji menaikkan target pengurangan gas rumah kaca menjadi 43 persen pada akhir dekade, dibandingkan pada 2005.

Tujuan Pemerintah Australia sebelumnya adalah mengurangi emisi hanya 26 persen menjadi 28 persen pada tahun 2030, jauh di bawah target yang ditetapkan oleh pencemar besar lainnya.***

Sumber: The Associated Press

 

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: The Associated Press


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah