Menurut Murray Hiebert, penasihat senior dan wakil
direktur Program Asia Tenggara di Center for Strategic di Washington, AS, berbicara dan membangun hubungan adalah setengah dari tantangan untuk
memecahkan masalah.
Tanpa lingkungan itu, kesalahpahaman antara negara-negara ASEAN berpeluang lebih besar untuk menciptakan gesekan regional.
Beberapa faktor dapat menyebabkan pembubaran ASEAN, antara lain, akibat meningkatnya ketegangan geopolitik antara China dan AS.
Menurut Hiebert, upaya Washington dan Beijing untuk mencari pengaruh di kawasan itu, bisa menabur perpecahan di antara negara-negara anggota ASEAN.
Upaya berkelanjutan China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan (LCS) melalui pembangunan pulau-pulau buatan, juga memperparah perpecahan tersebut.
Meskipun fakta bahwa tindakan China menjadi perhatian besar bagi banyak negara ASEAN, ASEAN n belum mengadopsi sikap terpadu tentang masalah ini, dan kecil kemungkinan akan melakukannya.
"Dalam jangka panjang, mungkin ada kepentingan beberapa kekuatan besar untuk memanfaatkan perpecahan ASEAN," urai de Haan.
"Masalahnya, akan lebih mudah memberikan pengaruh melalui hubungan bilateral daripada melalui badan multilateral," lanjutnya.
Beberapa analis telah menuduh China menggunakan taktik semacam itu, sebagaimana diakui oleh Daniel O'Neil, profesor di Universitas Yale, AS.
O'Neil menulis bahwa ketika kekuatan Tiongkok jauh lebih besar dibandingkan setiap penuntut saingan tunggal, maka ASEAN berdiri sebagai lembaga multilateral.