AS Ragu-ragu Tekan Israel, Dubes Iran di PBB Mengamuk

- 19 Mei 2021, 21:48 WIB
SERANGAN ISRAEL -  Api dan asap membumbung selama serangan udara Israel di Jalur Gaza selatan./IBRAHEEM ABU MUSTAFA/REUTERS/
SERANGAN ISRAEL - Api dan asap membumbung selama serangan udara Israel di Jalur Gaza selatan./IBRAHEEM ABU MUSTAFA/REUTERS/ /IBRAHEEM ABU MUSTAFA/REUTERS

KALBAR TERKINI - Kecaman internasional bermunculan menyusul tidak secara terbukanya AS memprotes dan menyerukan penghentian serangan udara Israel ke Palestina. Pun terkait langkah AS yang memveto kecaman Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB) atas bombardemen serangan itu.

Sikap AS yang tak terbuka dan memveto itu, diklaim sebagai diplomasi belakang layar. Ini dikaitkan dengan panggilan telpon pribadi Presiden Joe Biden kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Senin, 17 Mei 2021.

Biden hanya meminta penghentian serangan dan gencatan senjata tapi enggan  merinci  isi pembicaraan. Itu sebabnya jika perang udara terus terjadi antara Israel dan Hamas sejak Senin, 10 Mei 2021, maka PBB diyakini akan menurunkan DK-PBB sebagai badan yang paling kuat di lembaga ini,  terkait pengamanan di wilayah konflik tersebut.

Baca Juga: Eran Zahavi Ubah Bendera Palestina jadi Israel, Sepak Bola Dunia Terpecah Pasca Perang Israel-Palestina

Menyusul kian berdarahnya konflik ini,  dikutip Kalbar-Terkini.com dari IRNA, Rabu, 19 Mei 2021, Sekretaris Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia Iran Ali Baqeri Kani menyatakan, AS telah mengubah DK-PBB menjadi altar hak asasi manusia (HAM).

Berbicara di Teheran, Baqeri Kani membuat pernyataan tersebut dalam pertemuan virtual Pemuda Mendukung Palestina,  sebagai reaksi terhadap pemvetoan AS baru-baru ini atas pernyataan DK-PBB terhadap serangan Israel yang ditudingnya sebagai kekejaman Zionis di tanah pendudukan.

Pertemuan tersebut diikuti oleh para aktivis hak asasi manusia dari berbagai negara termasuk Italia, Suriah, Pakistan, Bahrain, Palestina, Irak dan Yaman. Menurutnya,  veto AS ke DK-PBB yang diyakini mendukung rezim Zionis, yang datang untuk ketiga kalinya, sebenarnya adalah 'veto hak asasi manusia'.

Baca Juga: Iran Kuasai 35 Persen Saham Industri Persenjataan Sudan di Yarmouk

Israel dan sekutu Baratnya dianggap membayangkan bahwa mereka bisa membungkam 'suara perlawanan'. Padahal,  menurut Baqeri Kani, perlawanan sekarang ini lebih kuat dari sebelumnya, sementara Zionis lebih lemah dari sebelumnya.

Sementara dari Washington, The Associated Press mengutip seorang pejabat pemerintah AS, melaporkan pada Rabu, Biden dan pejabat pemerintah telah mendorong  Netanyahu dan pejabat tinggi Israel lainnya untuk menghentikan pemboman di Gaza.

Hal ini dilakukan ketika jumlah korban tewas Israel dan Palestina meningkat dan tekanan kepada Biden untuk bergerak lebih kuat untuk menghentikan pertempuran.

Pejabat tinggi pemerintahan Biden menggarisbawahi kepada Israel pada  Senin dan Selasa bahwa waktu tidak berpihak pada mereka terkait keberatan internasional terhadap sembilan hari serangan udara Israel dan roket Hamas.

Juga ditekankan bahwa merupakan kepentingan kedua belah pihak untuk segera menghentikan operasi militer mereka. 

Baca Juga: Tentara Bayaran Grup Warner Hadapi Pengadilan InternasionalBaca 

Pernyataan Gedung Putih tentang panggilan Biden ke Netanyahu pada Senin lalu menegaskan, Biden telah menyatakan dukungan untuk gencatan senjata, tetapi Biden tidak mengatakan apa-apa tentang rincian desakan AS yang mendesak Israel mengakhiri pertempuran. 

Pertempuran  telah menewaskan sedikitnya 213 warga Palestina dan 12 orang di Israel, dan menguji keengganan Biden untuk secara terbuka mengkritik Israel  dan tekad pemerintahannya untuk tidak menghentikan fokus kebijakan luar negerinya di titik-titik panas Timur Tengah.

Dubes Palstina di PBB Desak AS

Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour pada Selasa, 17 Mei 2021, menantang pemerintahan  Biden untuk menunjukkan hasil apa pun dari apa yang disebutnya diplomasi diam-diam untuk menghentikan pertempuran baru Israel-Hamas.  

Mansour menunjuk bahwa AS telah berulang kali memblokir tindakan DK-PBB terkait konflik tersebut, dan  mendesak pemerintahan Biden berbuat lebih banyak. "Jika pemerintahan Biden dapat mengerahkan semua tekanan mereka untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat kami, tidak ada yang akan menghalangi mereka," kata Mansour. 

Prancis, dalam konsultasi dengan Mesir dan Yordania, pada Selasa juga sedang mempersiapkan resolusi DK-PBB, yang menyerukan gencatan senjata" kata Zhang Jun, Duta Besar China untuk PBB, dan diplomat lainnya kepada wartawan.  

Langkah  untuk menempatkan DK, badan paling kuat di PBB di belakang tuntutan agar Israel dan Hamas menghentikan permusuhan,  terpaksa dilakukan setelah AS berulang kali memblokir apa yang akan menjadi pernyataan DK-PBB yang secara bulat mengungkapkan keprihatinan tentang pertempuran itu. 

Gedung Putih sejauh ini menolak seruan untuk meningkatkan tekanan publik terhadap Netanyahu. Hal ini diartikan bahwa Israel tidak akan menanggapi resolusi internasional atau tuntutan publik oleh AS, dan bahwa pengaruh terbesarnya adalah tekanan atau diplomasi di balik layar, demikian menurut orang yang akrab dengan diskusi pemerintah. 

Disebutkan,  Netanyahu dalam pembicaraan dengan Biden telah memberi isyarat bahwa ada kemungkinan operasi militernya dapat berakhir dalam hitungan hari.*** 

 

Sumber: IRNA, The Associated Press

 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x