Bom Mobil Renggut Nyawa Dara Kecil Penenun Karpet

- 9 Mei 2021, 22:56 WIB
DIRENGGUT BOM MOBIL - Kamila (13) ikut tewas bersama 62 pelajar lainnya akibat tiga bom mobil yang meledak secara beruntun di sekolahnya, Syed Al-Shahda di kawasan miskin Kota Kabul, Ibu Kota Afghanistan, Sabtu, 8 Mei 2021./PHOTO: TOLO NEWS/CAPTION: OKTAVIANUS C/
DIRENGGUT BOM MOBIL - Kamila (13) ikut tewas bersama 62 pelajar lainnya akibat tiga bom mobil yang meledak secara beruntun di sekolahnya, Syed Al-Shahda di kawasan miskin Kota Kabul, Ibu Kota Afghanistan, Sabtu, 8 Mei 2021./PHOTO: TOLO NEWS/CAPTION: OKTAVIANUS C/ /TOLO NEWS

KALBAR TERKINI -  Keluarga dan tetangga di Dasht-e-Barchi, kawasan berpenghasilan paling rendah di Kabul, Ibu Kota Afghanistan, tak bisa lagi melihat dan mendengar celoteh Kamila (13). Saban pulang sekolah pada siang hari, Kamila sibuk menenun karpet di rumahnya pada malam hari.

Karpet sederhana buatan tangan mungil dara cantik ini,  dijual ke pasar untuk membiayai sekolahnya  di Syed Al-Shahda, Kota Kabul, Ibu Kota Afghanistan.  Kamila ingin menjadi petugas polisi, dan satu-satunya orang terpelajar di keluarganya.   

Itu sebabnya semasa hidup, Kamila bekerja keras, walaupun upah dari membuat karpet itu tak seberapa.  "Puteri saya menenun karpet di malam hari,  dan belajar di siang hari,  agar bisa terus sekolah serta membiayai pengeluaran, juga untuki bisa membantu ekonomikeluarga,” kata ibu Kamila. 

Baca Juga: Kabul Diserang Jahanam: Puluhan Siswi Tewas, Jenazah Berserakan bersama Buku dan Tas

“Setelah semua ini,  rasanya sulit bagi saya untuk pergi ke sekolah dan belajar,  karena kami telah kehilangan harapan kami kepada pemerintah,” kata Zahra, saudara perempuan Kamila, sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com dari Tolo News, Minggu, 9 Mei 2021. 

Tiga bom mobil telah merenggut nyawa Kamila bersama  62 pelajar lainnya, yang sebagian besar anak perempuan, Sabtu, 8 Mei 2021. Gulsoom (17), kakak kelas yang juga teman Kamila, ikut tewas. 

Jenazah Kamila, Gulsoom yang sesama hidupnya ingin menjadi pilot, bergelimpangan bersama teman-temannya, di dalam dan luar halaman sekolah, di antara buku-buku dan tas-tas yang berserakan.  

Baca Juga: Konflik Palestina Kembali Memanas, Inilah Deklarasi Balfour Yang Menjadi Awal Konflik Berkepanjangan Itu

Sekolah ini terletak di dekat lereng bukit, dikelilingi oleh rumah satu lantai. Sebagian besar rumah tersebut terbuat dari lumpur.   

Syed Al-Shahda  terdiri dari kelas VII-XII, dan menerima siswa-siswi berusia 13-18 tahun, yang didominasi anak-anak keluarga miskin.   

Tahira -yang berbagi kelas dengan saudara perempuannya Gilsoom- hanya terluka. Sebagaimana Kamila, Tahira Gilsoom, dan sebagian besar pelajar di sekolah itu, membiayai sekolah, kebutuhan dan keluarga mereka dengan menenun karpet.

“Upah mereka masing-masing 200 Afs sehari,  dan digunakan untuk kebutuhannya di sekolah,” kata ibu kedua anak cewek ini, Masooma.  

“Keluarga kami bilang,  dia (Gulsoom) tidak boleh sekolah,  karena masa depannya tidak terjamin, tapi saya bersikeras dia harus sekolah,  karena itu sekolah negeri,” kata Husain, saudara lelaki Gulsoom.  

 

Baca Juga: LND Bentuk Kementrian Pertahanan Myanmar

“Saya melihat tubuh pertama, tubuh kedua, dan tubuh ketiga adalah Raihana, puteri  saya sendiri,” kata Mohammad Ali, ayah Raihana, korban lainnya. 

“Kami pergi ke sekolah bersama hari itu. Dia (Raihana) sangat bahagia dibandingkan hari-hari lainnya. Dia bercerita bahwa dia sangat bahagia hari itu, ”kata Habiba, adik Raihana. 

Sementara Tahira mengaku, luka-lukanya akibat ledakan itu ringan, tetapi rasa sakit karena kehilangan saudara perempuannya,  adalah lebih menyakitkan. 

Keluarga para siswa mengaku telah kehilangan harapan untuk masa depan. Mereka tidak tahu lagi apakah akan dapat terus menyekolahkan anak-anak mereka atau tidak.*** 

 

Sumber: Tolo News    

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah