KALBAR TERKINI - Filipina tak berdaya menghadapi China terkait sengketa kepemilikan kawasan Niu'e Reef di Kepulauan Nansha, wilayah Laut China Selatan. Masalahnya, Presiden Rodrigo Duterte baru saja memberikan pernyataan bias bahwa sengketa tersebut jangan sampai menganggu pasokan vaksin Sinovac dari China ke Filipina.
Sengketa ini menjadi dilematis apalagi China terus mengklaim, Niu'e Reef dan sekitarnya merupakan hak miliknya lewat perjalanan sejarah yang panjang. Itu sebabnya Tiongkok mengklaim sah atas keberadaan kapal-kapal nelayannya di kawasan itu yang datang soilih-berganti secara berombongan.
Ditengah kondisi dilematis ini muncul pernyataan dari Uni Eropa (UE) terkait masalah tersebut yang membuat China bereaksi keras. Menurut UE, pihaknya akan mengamankan dan membebaskan kawasan itu untuk membuka rute maritim di Indo-Pasifik demi kepentingan semua negara.
Filipina sendiri sudah berulangkali mengingatkan China lewat nota diplomatik ke Kedutaan Besar China di Manila, terkait keberadaan armada kapal nelayannya yang belum lama ini berulangkali muncul, dan berjejer banyak di Niu'e Reef. Kapal-kapal ini diklaim oleh Filipina, memuat para milisi China yang menyaru sebagai nelayan.
Baca Juga: Covid-19 kian Misterius: Direstui Alam untuk Lawan Vaksinasi Global?
Dikutip Kalbar-Terkini.com dari Global Times, Minggu, 25 April 2021, China tetap bersikeras bahwa Niu'e Jiao adalah bagian dari Kepulauan Nansha miliknya karena masih di wilayah di Laut China Selatan. Adapun cara kapal-kapal penangkap ikannya beroperasi di kawasan daerah itu diklaim masuk akal dan sah.
Pihak Misi Tiongkok untuk UE menegaskan hal itu pada Sabtu, 24 April 2021, terkait tuduhan UE yang menyinggung stabilitas keamanan di kawasan tersebut. "Risiko di Laut Cina Selatan terutama datang dari luar kawasan," kata pihak China.
Misi Tiongkok untuk UE menambahkan, terumbu karang dan perairan di sekitarnya, selalu menjadi daerah operasi, dan tempat berlindung yang penting bagi kapal penangkap ikan Tiongkok.