Sengketa Niu'e Reef, Filipina Loyo Hadapi China: Ditengarai Terkait Vaksin

- 26 April 2021, 02:21 WIB
KAPAL RUMAH SAKIT  CHINA - Kapal rumah sakit China, Nanyi 13 memasuki Kepulauan Nansha, di dekat perairan Niu'e Reef,  yang diklaim Filipina sebagai miliknya, 30 November 2020./FOTO: TANGKAPAN LAYAR DARI CHINA CENTRAL TELEVISION/GLOBAL TIMES/
KAPAL RUMAH SAKIT CHINA - Kapal rumah sakit China, Nanyi 13 memasuki Kepulauan Nansha, di dekat perairan Niu'e Reef, yang diklaim Filipina sebagai miliknya, 30 November 2020./FOTO: TANGKAPAN LAYAR DARI CHINA CENTRAL TELEVISION/GLOBAL TIMES/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

"Kapal penangkap ikan China baru-baru ini beroperasi di daerah itu,  dan berlindung dari angin, dan ini masuk akal dan sah," kata juru bicara misi, "Bagaimana ini sampai disebut  membahayakan perdamaian dan stabilitas regional?"

Komentar tersebut muncul sebagai tanggapan atas pernyataan pihak European External Action Service (EEAS). Sebelumnya, Sabtu lalu, juru bicara EEAS mengklaim, ketegangan di kawasan itu,  termasuk kehadiran kapal-kapal besar China baru-baru ini di Niu'e Jiao, membahayakan perdamaian dan stabilitas.

Baca Juga: Rumah Sakit Baghdad Terbakar : Hanguskan Jenazah 28 Pasien Covid-19

Masih terkait pernyataan tersebut, juru bicara Misi China untuk UE mencatat, China telah menegaskan dalam berbagai kesempatan, bahwa kedaulatan, hak, dan kepentingan China di Laut China Selatan, telah terbentuk dalam perjalanan panjang sejarah,  dan sejalan dengan hukum internasional.

Pernyataan UE  menyebutkan pula, arbitrase Laut China Selatan pada 2016, awalnya diajukan atas dasar tindakan dan klaim ilegal terhadap Filipina. Arbitrase  China tersebut didasarkan pula pada perilaku Filipina yang dituding ilegal sehingga China mengajukan banding secara melanggar hukum, tapi banding itu kemudian batal demi hukum.    

China mengklaim telah menjaga komunikasi yang erat mengenai masalah yang relevan dengan negara-negara di kawasan, termasuk Filipina.

Menurut China, degara-negara di kawasan tersebut dan sekitarnya,  dalam beberapa tahun terakhir telah melihat dengan jelas adanya faktor destabilisasi, dan risiko keamanan di Laut Cina Selatan. terutama berasal dari luar kawasan.  

Karena itu,  UE didesak  untuk menghormati upaya negara-negara di kawasan terkait mengatasi perbedaan secara benar,  dan menjaga stabilitas di Laut China Selatan. UE diminta  pula untuk berhenti menyebarkan perselisihan.  

Sebelumnya, Maret 2021,  juru bicara Kementerian Luar Negeri China,  Hua Chuying juga menolak tuduhan AS bahwa pihaknya telah melakukan militerisasi di Laut China Selatan dan merusak sistem internasional.  

China menegaskan,  AS tidak dapat menggunakan apa yang disebut militerisasi untuk mencabut hak China atas upaya mempertahankan wilayah teritorialnya sendiri. 

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah