Dihantui Pembunuhan, Denmark Ancam Pemulangan Pengungsi Suriah

- 18 April 2021, 18:41 WIB
PEMULANGAN  -Poster kampanye kelompok ekstrim-kanan Generation Identity bermunculan menyusul rencana Pemerintah  Denmark mengancam akan mendeportasi puluhan pengungsi ke Suriah./FOTO & TEKS: THE NEW ARAB/
PEMULANGAN -Poster kampanye kelompok ekstrim-kanan Generation Identity bermunculan menyusul rencana Pemerintah Denmark mengancam akan mendeportasi puluhan pengungsi ke Suriah./FOTO & TEKS: THE NEW ARAB/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI -  Para pengungsi Suriah di Denmark dihantui kecemasan bakal disiksa, dipenjarakan, atau dibunuh begitu tiba di negaranya. Kecemasan kian bertambah menyusul rencana pemerintah setempat untuk memulangkan sebagian besar di antara mereka.

Pemerintah Denmark bahkan menjanjkan  hadiah 30 ribu dolar AS per pengungsi Suriah berusia minimal 18 tahun untuk kembali ke negaranya disusul kencangnya pengusiran secara halus dari Generation Identity, kelompok sayap kanan Denmark.

Sejak terjadinya konflik perang saudara di Suriah pada 2011, terjadi eksodus warga Suriah ke berbagai negara termasuk ke Denmark. Negara Etnis Viking ini dihuni  40 ribu  warga Suriah.

Menurut statistik resmi, sekitar lima ribu di antaranya adalah anak-anak yang lahir di Denmark.

Generation Identity memasang poster di seluruh Kopenhagen, Ibu Kota Denmark. Kabar baik, demikian tulisan di poster itu yang belakang pantai berpasir: Sekarang Anda bisa Pulang ke Suriah yang cerah. Negara Anda Membutuhkan Anda.

Baca Juga: Hari Pertama Ramadhan, Anak Pengungsi Suriah: Bu, Kenapa Kita tidak Minum Susu?

Baca Juga: Alkitab Kanaan Ditemukan, Berusia 3.500 Tahun

Baca Juga: Sejarah 18 April, Negara Kalimantan Bentukan Belanda Dibubarkan

Gambar-gambar tersebut  menampilkan bendera rezim Suriah yang disematkan dalam kacamata hitam. Kelompok sayap kanan mengklaim,  Denmark telah lama cukup aman bagi para migran Suriah dan saatnya kembali ke rumah mereka.

"Anda dapat mengubah skenario dari utara yang dingin ke Suriah yang cerah, di mana Anda dapat menyingsingkan lengan baju,  dan mulai membangun kembali negara, " kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan awal April 2021, sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com dari The New Arab (Alaraby), Minggu, 18 April 2021.

Kopenhagen menyatakan,  beberapa wilayah di Suriah telah aman untuk kembalinya para pengungsi,  suatu klaim yang banyak diperdebatkan oleh aktivis Suriah dan pendukung pengungsi. Sebab,  para pengungsi yang kembali akan  sangat berisiko ditangkap secara sewenang-wenang, mengalami penyiksaan, bahkan kematian. 

Otoritas Denmark telah menolak memperbarui izin tinggal setidaknya 189 warga Suriah sejak musim panas lalu. Status tempat tinggal 500 orang lainnya yang berasal dari Damaskus dan sekitarnya juga sedang ditinjau.  

Denmark merupakan  negara pertama di Eropa yang mengancam pengungsi Suriah dengan deportasi.

Kebijakan baru ini terutama mempengaruhi wanita dan orang tua, menurut The Guardian,  karena Pemerintah Denmark sendiri mengakui bahwa sebagian besar pria berisiko menjalani wajib militer jika dideportasi ke Suriah. 

Keputusan itu telah dikecam oleh kelompok-kelompok hak asasi termasuk Euro Mediterranean Human Rights Monitor,  dan Dewan Pengungsi Denmark di negara itu. 

Sementara itu, masih menurut The New Arab (Alaraby), Kamis, 8 April 2021, Pemerintah Denmark pada Maret 2021 mencabut tempat tinggal puluhan warga Suriah setelah menyatakan bahwa Damaskus 'aman' untuk mereka kembali sehingga menimbulkan kekhawatiran pemulangan di kalangan pengungsi  Suriah.

Dengan ancaman deportasi yang membayangi 94 warga Suriah, para aktivis di negara Etnis Viking ini menggunakan media sosial untuk menyoroti cerita para pengungsi. Hal ini merupakan upaya untuk menghentikan tindakan yang menargetkan pengungsi. 

Para pengungsi ini  termasuk Faeza Satouf, seorang siswi perawat Suriah berusia 25 tahun, yang studinya akan berakhir jika dia kehilangan hak tinggal di negara 'paling berbahagia' ini.

Jika jadi dideportasi, lusinan pengungsi,  yang sebelumnya bekerja atau belajar,  ditengarai akan dikirim ke pusat penampungan yang suram  di perbatasan kota-kota Denmark. Meskipun bebas meninggalkan pusat selama siang hari, mereka harus kembali pada malam hari, dan melapor ke pihak kepolisian  selama beberapa kali dalam sepekan. 

Kalangan aktivis memperingatkan bahwa tidak ada yang aman di Suriah.  Orang-orang tua telah terdaftar menjadi tentara. Dinas keamanan telah menghilangkan puluhan orang yang kembali meskipun dikalim ada jaminan keamanan. 

Warga Suriah yang melarikan diri dari Pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad Assad memahami akan bahaya besar yang dihadapi para pengungsi jika kembali ke Damaskus. Karena itu Kopenhagen - yang tidak mengoperasikan kedutaannya  di ibu kota Suriah karena bahaya - didesak untuk mempertimbangkan kembali keputusan pengembalian tersebut. 

"Ayah saya, Ali Mustafa, adalah salah satu dari setidaknya 130 ribu  warga Suriah yang didokumentasikan sebagai penghilangan paksa oleh rezim Assad di Suriah," kata Wafa Mustafa, seorang aktivis Suriah yang berbasis di Berlin.

"Kami memiliki semua foto Caesar (mantan fotografer penjara rezim) tentang kondisi tidak manusiawi di dalam sel yang dibangun oleh Assad. Foto tubuh yang terluka oleh penyiksaan dan kelaparan, semuanya didokumentasikan oleh aparat teror negara yang dirancang untuk membungkam oposisi," tambahnya. 

Mustafa menambahkan, penyebaran Covid-19 di pusat-pusat penahanan rezim yang penuh sesak akan membahayakan  para pengungsi. 

"Semua negara yang menyambut pengungsi harus menghentikan pemulangan paksa. Kami semua tahu, warga sipil tidak akan kembali ke rumah, mereka akan kembali ke ruang bawah tanah penyiksaan Assad," tegasnya. 

Hidup yang Membingungkan

Eva Singer, Kepala Divisi Suaka dan Hak Pengungsi Dewan Pengungsi Denmark berharap tidak adanya hubungan antara Pemerintah Suriah dan Demark dan menghentikan deportasi.

Namun, masa depan masih tampak suram bagi mereka yang terkena dampak hukum. "Begitu pihak berwenang mencabut izin tinggal mereka, mereka akan berakhir di pusat deportasi, yang pada dasarnya tanpa batas waktu, tanpa izin kerja, dan tanpa hak normal bagi orang-orang yang memiliki izin tinggal di Denmark," kata Singer.  

"Denmark harus terus memberikan perlindungan kepada pengungsi Suriah,  dan memberi mereka stabilitas yang diperlukan, untuk dapat berintegrasi, belajar dan bekerja, alih-alih membuat keputusan yang tidak dapat dilaksanakan." 

Menurut Singer, izin tinggal seharusnya tidak dicabut sejak awal, karena situasi di Damaskus masih belum cukup aman bagi pengungsi untuk dipulangkan atas kemauan mereka sendiri. 

"Kami sangat prihatin dengan perubahan dalam praktik, dan berharap itu (rencana pemulangan) akan diubah lagi," kata Singer. "Ini adalah posisi yang aneh bagi pihak berwenang Denmark untuk menganggap baik UNHCR (Badan pengungsi PBB) maupun negara lain mana pun yang menganggap Damaskus aman."  

 

Sumber: The New Arab 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah