'Gegara' Bos-bosnya di Beijing, Orang China di Australia kerap Diserang

- 3 Maret 2021, 14:57 WIB
DISERANG - Sebuah survei Lowy Institute terhadap orang Tionghoa-Australia menemukan 18 persen telah diancam atau diserang secara fisik dalam 12 bulan sebelumnya./AP VIA FREE MALAYSIA TODAY/
DISERANG - Sebuah survei Lowy Institute terhadap orang Tionghoa-Australia menemukan 18 persen telah diancam atau diserang secara fisik dalam 12 bulan sebelumnya./AP VIA FREE MALAYSIA TODAY/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

SYDNEY, KALBAR TERKINI -  Australia menjadi surga sebagai negara kedua bagi banyak imigran keturunan Tionghoa dari berbagai negara. Bahkan, tak sedikit pelajar Indonesia dari kalangan ini yang bersekolah. Namun dalam setahun terakhir, satu dari lima warga China atau blasterannya di Australia mengalami serangan atau ancaman fisik.

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari Reuters, Rabu, 3 Maret 2021, survei yang dilakukan sebuah lembaga think tank Lowy Institute melaporkan. serangan tersebut terkait dengan pandemi Covid-19 dan ketegangan hubungan Australia- China.

Temuan ini telah mendorong seruan dari Chinese Australian Forum, sebuah kelompok komunitas, agar para pemimpin Australia mengatasi rasisme tersebut disebabkan komunitas China di Australia memiliki pandangan politik dan asal-usul yang beragam. 

Baca Juga: Masuk Kelompok Rentan Terpapar, Wartawan di Pontianak Jalani Vaksinasi Covid-19

Berdasarkan sensus nasional, sekitar lima persen dari 25 juta penduduk Australia adalah keturunan Tionghoa.Sedangkan separuh dari responden survei Lowy Institute ini berasal dai warga Australia yang lahir di luar Cina daratan, termasuk Hong Kong, Malaysia, dan Taiwan. 

“Warga Tionghoa Australia akan selalu terjepit dalam ketegangan geopolitik dengan (Tiongkok),” kata Presiden Forum Australia Tiongkok, Jason Li. 

“Bagaimana kami mengelola meningkatnya ketidakpercayaan terhadap 1,4 juta sesama warga Australia? Hal ini  akan menjadi ujian signifikan bagi multikulturalisme kami, dan nilai-nilai kami sebagai masyarakat liberal yang terbuka," lanjutnya.

Baca Juga: DPRD Desak Polisi Virtual Usut Penyebar Narasi Antivaksin 

Tiga perempat responden menyatakan, Australia adalah tempat yang baik atau sangat baik untuk hidup. Survei tersebut dilakukan ketika Kedutaan Besar China di Australia menerbitkan pidato Qakil Kepala Misi, Wang Xining, yang menyerang 'bajingan' di Australia yang mengkritik Pemerintah China. 

“Para bajingan yang dengan sengaja memfitnah Tiongkok, merusak persahabatan Sino-Australia dan merusak kesejahteraan kedua bangsa demi kepentingan, pribadi akan disingkirkan oleh dunia, dan keturunan mereka akan malu menyebutkan peran negatif mereka dalam sejarah," kecamnya  pada dalam acara makan malam Dewan Bisnis Australia-China. 

Sebelumnya, pihak kedutaan telah mencantumkan keluhannya terhadap Australia, termasuk seruan Canberra untuk penyelidikan independen atas asal-usul pandemi virus korona, larangan bagi perusahaan telekomunikasi China Huawei untuk berpartisipasi dalam jaringan 5G, dan membatasi investasi asing dengan alasan keamanan nasional. 

Baca Juga: Pementasan Ketoprak Minak Jingga Peringati Setahun Corona

Gangguan  Asing

Australia telah memberlakukan undang-undang (UU)  tentang larangan campur tangan asing pada 2018.  UU ini telah meningkatkan pengawasan terhadap sumbangan politik oleh warga China-Australia, dan menyebabkan penggerebekan polisi di media-media China di Australia. 

Setengah dari survei responden Lowy Institute menyatakan  prihatin atas pengaruh China pada proses politik Australia. Setengah lagi menilai, media dan politik telah memberikan 'jumlah yang tepat' atau 'terlalu sedikit' memberikan perhatian pada masalah tersebut. 

Penyiar stasiun televisi nasional Australia ABC dalam saluran video Youtube berbahasa Mandarin pekan ini, memberitakan bahwa Pemerintah China sangat berpengaruh  ke berbagai media berbahasa Mandarin yang terbit di Australia. 

Menurut Jason Li, survei bahwa tujuh dari 10 warga Tionghoa-Australia merasa memiliki Australia 'membuktikan kuatnya multikulturalisme di Australia'. Jumlah yang sama dari orang Tionghoa blastera Australia, 68 persen, juga menyatakan, mereka merasa sudah menjadi bagian dari orang Tionghoa.

Survei tersebut juga menemukan dukungan kuat, 65 persen, bagi Australia yang berupaya mencari pasar lain untuk mengurangi ketergantungan ekonominya pada China.  

Ini merupakan kali pertama pihak Lowy Institute melakukan survei Being Chinese in Australia atas biaya Pemerintah Australia, terhadap sekitar 1.000 orang, di mana sebagian besar direkrut di media sosial, termasuk warga negara Australia, penduduk tetap, dan sejumlah besar pemegang visa jangka panjang. *** 

 

Sumber: Reuters

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x