Pasukan Junta Mulai Loyo Digempur Rakyat, Tentara Myanmar Beringas karena 'Nyabu'

6 Februari 2022, 08:50 WIB
Para pengunjuk rasa berlari selama penumpasan protes anti-kudeta di Kotapraja Hlaing di Yangon, Myanmar 17 Maret 2021. /REUTERS/Stringer/File Photo/

KALBAR TERKINI - Pasukan Junta Mulai Loyo Digempur Rakyat, Tentara Myanmar Beringas karena 'Nyabu'

Berjuang sendiri dalam nestapa. Beginilah perjuangan hidup mati rakyat Myamar menghadapi kebrutalan rezim Jenderal Senior Min Aung Hlaing di negara wilayah surga narkoba Segitiga Emas itu.

Perjuangan terus dilakukan oleh rakyat, apalagi ketika keluarga, kerabat, teman, anak atau istri telah terkapar diterjang peluru tentara Myanmar (Tatmadaw).

Baca Juga: Mantan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi Dihukum 4 Tahun Penjara

Pertempuran terus berkobar, dan rakyat berjuang tanpa bantuan internasional, sekalipun PBB apalagi hanya 'sekelas' ASEAN yang mandul.

Hak veto yang pada 2021 dilayangkan sekaligus oleh Rusia dan China selaku Anggota Tetap ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB), telah melumpuhkan upaya PBB.

Awalnya pasukan misi perdamaian PBB akan diturunkan ke Myanmar menyusul kian ganasnya rezim ini. Merasa tak tersentuh hukum internasional, rezim terus membantai ribuan pendemo dan rakyat tak bersalah sejak mengkudeta pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Baca Juga: Junta Myanmar 'Nangis Darah': Total Energies dan Puma Hentikan Operasional!

Di satu pihak, Perhimpunan Bangsa-bangsa (ASEAN), hanya melakukan diplomasi berupa imbauan.

Bahkan, bukannya mengundang pemerintahan sah yang dikudeta, ASEAN justru mengundang Aung Hlaing bersama sejumlah petingginya, saat ASEAN menggelar KTT di Jakarta, medio 2021.

Toh api perlawanan rakyat tak akan pernah pudar. Sejak April 2021, terjadi gerakan perlawanan rakyat secara serempak di seluruh negeri.

Baca Juga: Junta Myanmar Bom Gereja, Empat Warga Tewas

Mereka angkat senjata kendari hanya berbekal katapel atau senjata api berburu.

Mengingat Myanmar berada di wilayah surga penghasil narkoba bernama Segitiga Emas, menurut catatan Kalbar-Terkini.Com, maka tak sulit bagi militer untuk mempeorlehnya.

Mereka pun kian beringas, seenaknya menembak mati rakyat. Ini karena diduga sebagian besar di antara mereka menjadi 'gila' akibat mengkonsumsi narkoba, terutama jenis sabu.

Dalam lima tahun terakhir, menurut catatan PBB, narkoba dari Segitiga Emas membordemen pasar dunia, karena harganya yang relatif murah dibandingkan dari Amerika Latin atau Afghanistan.

Bantuan pun datang dari pasukan sejumlah negara bagian termasuk Kachin.

Dan, menyatunya rakyat dalam melakukan perlawanan, secara perlahan tapi pasti, mulai melemahkan kekuatan Tatmadaw, sebagaimana analisa pihak Su Kyii lewat pemerintahan bayangan, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).

 

Dilansir dari koran online independen Myanmar, Myanmar Now, hal ini dinyatakan oleh Menteri Pertahanan NUG, Jumat, 4 Februari 2021 (https://www.myanmar-now.org/en/news/nug-says-min-aung-hlaings-conscription-plan-shows-regimes-weakness).


Pernyataan Mon tersebut untuk menanggapi keputusan Aung Hlaing untuk menjadikan penerapan undang-undang wajib militer sebagai prioritas pemerintahannya.

Menurut Mon, langkah itu menunjukkan bahwa Tatmadaw berada di bawah tekanan selama setahun setelah merebut kekuasaan.

Pemimpin rezim itu sendiri mengakui, Tatmadaw sedang berjuang untuk menemukan rekrutan baru setelah satu tahun menderita banyak korban.

Mon menambahkan, upaya untuk meningkatkan jumlah pasukan Tatmadaw kemungkinan justru akan menguntungkan kekuatan perlawanan anti-rezim.

“Saya pikir, orang-orang muda akan sangat menyukai rencana ini, karena akan meletakkan senapan di tangan mereka. Akan menarik untuk melihat ke arah mana mereka mengarahkan senjata mereka, ”katanya.

Pada pertemuan pejabat senior rezim di Naypyitaw, Ibukota Myanmar, Rabu lalu, Aung Hlaing menyatakan bahwa 'suatu keharusan' agar Undang-undang Layanan Militer Rakyat 2010 berlaku setelah situasi ekonomi dan politik negara itu stabil.

Undang-undang tersebut, yang diberlakukan di bawah mantan diktator Than Shwe, mengharuskan pria dan wanita untuk melakukan wajib militer hingga tiga tahun. Ini dapat diperpanjang hingga lima tahun jika terjadi keadaan darurat nasional.

“Ini wajib bagi semua. Jika negara tidak memiliki kemampuan pertahanan, kita akan menghadapi kerugian. Jika demikian, negara lain tidak menghormati kita," katanya sangat pede, seperti dilaporkan media pemerintah.


“Kalau ekonomi kita lemah, kita akan merasa minder. Jika kita lemah dalam kekuatan politik, negara lain akan membuat masalah bagi kita. Jika kita memiliki kemampuan pertahanan yang lemah, kita akan menghadapi serangan orang lain,” tambahnya, lagi-lagi sangat pede.

Pertemuan dewan militer, yang diadakan sehari setelah peringatan kudeta 1 Februari 2021 pada Selasa lalu ini adalah yang pertama pada 2022.

Meskipun tidak ada alasan yang diberikan untuk kebutuhan mendadak untuk menerapkan undang-undang yang tidak ditegakkan selama lebih dari satu dekade, beberapa pengamat mencatat bahwa Tatmadaw telah kehilangan pasukan, tidak hanya untuk pertempuran, tetapi juga karena arus pembelotan yang terus-menerus.

Lebih dari 2.000 anggota Tatmadaw, termasuk ratusan perwira, bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) dalam 10 bulan pertama setelah kudeta, menurut pihak Pyi Thu Yin Khwin (Pelukan Rakyat), sebuah kelompok yang mendukung personel Tatmadaw yang tidak lagi ingin bertugas di tentara.

Aye Chan, seorang kapten tentara yang membelot pada 2021, setelah 17 tahun bertugas, mengaku bahwa memasukkan wajib militer tidak akan banyak membantu membalikkan tren ini.

“Jika mereka mencoba memaksakan ini kepada orang, itu hanya akan menjadi lebih buruk. Bahkan anggota atau pendukung USDP tidak ingin anak-anak mereka bertugas di militer,” katanya, merujuk pada Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan yang didukung militer.

Kapten Htet Myat, prajurit CDM lainnya, menyebut ide Min Aung Hlaing adalah 'naif', dan menyatakan dia tidak berpikir itu akan terjadi. "(Justru) dia hanya akan membagikan senjata gratis kepada orang-orang yang marah padanya," katanya.

Kapten tentara lain yang telah bergabung dengan CDM, Htet Aung Myo, menyatakan bahwa kemungkinan besar, rezim sedang mencari cara untuk melegitimasi mempersenjatai milisi pro-rezim Pyu Saw Htee.

“Mereka ingin memberikan lebih banyak senjata kepada pendukung mereka, dan ini adalah bagaimana mereka berencana untuk melakukannya,” lanjutnya.

Junta telah membantah mendukung anggota kelompok Pyu Saw Htee, yang diyakini memiliki sekitar 100 cabang aktif di seluruh negeri.

Menurut angka korban yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan NUG, ribuan tentara rezim telah tewas, sejak gerakan perlawanan bersenjata dimulai pada April 2021.***

Sumber: Myanmar Now

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Myanmar Now

Tags

Terkini

Terpopuler