Bantu Vietcong Usir AS dari Vietnam, Inilah Pasukan Khusus Korut

26 Maret 2021, 19:37 WIB
BERKACA DARI VETNAM- Pasukan khusus Korut sangat berjasa bagi pasukan Vietcong ketika melawan dan mengusir AS selama Perang Vietnam pada 1968. Fase pertama serangan Tet ini dilakukan hanya dengan 80 ribu personel reguler Vietcong. Banyak dari orang Vietnam ini adalah wajib militer yang kurang terlatih./FOTO: NORTH KOREA NEWS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Pasukan Operasi Khusus Korea Utara (SOF) dirancang untuk melakukan operasi militer, politik dan psikologis. Meskipun tidak diketahui kapan secara resmi dibentuk, operasi pertama SOF yang diketahui, terjadi pada 30 Oktober 1968.

Ketika itu, Pasukan Komando Maritim Korut mendarat di pantai-pantai di Korea Selatan (Korsel). Setelah serangkaian pertempuran, mereka mundur kembali ke Korut. Misinya  adalah menembus pertahanan tetap Korsel, menciptakan 'front kedua' di belakang belakang musuh, dan pengintaian strategis.

Dikutip  Kalbar-Terkini.com dari  Military Watch Magazine, hanya disebutkan, sejak itulah SOF lahir. Data terakhir pada 2018, jumlah personelnya sekitar 200 ribu, menjadikannya sebagai kelompok operasi khusus terbesar di dunia.

Karena lingkungan militer Korut yang tertutup dan totaliter, sedikit yang diketahui tentang negara itu maupun tentaranya,  selain keterampilan, ukuran, dan disiplin mereka. Aset terkuat Korut ini secara mental dicuci otak lewat propaganda sehingga bersedia secara gila-gilaan untuk dieksekusi jika  gagal menjalankan operasi.

Baca Juga: Saudi Bulan-bulanan Serangan 'Drone' Houthi

Baca Juga: Ledek AS, Korut Uji Rudal Balistik: Jepang dan Korsel Panik

Baca Juga: Pembunuh di Colorado Gunakan AR-15, Inilah Senjata paling Favorit di AS.

Kejatuhan Uni Soviet pada 1991 membawa Korut ke dalam masa-masa sulit. Ini karena Uni Soviet sangat penting dalam menyediakan sumber daya bagi Korut. Pada dekade 1990-an sangat kencang investasi Korut di bidang senjata nuklir lewat seringnya uji coba rudal yang mengakibatkan negara ini dikenai sanksi ekonomi.  

Pada 8 Juli 1994,  Presiden Kim Il-sung meninggal dan digantikan oleh putranya, Kim Jong-il. Kekosongan kekuasaan yang tiba-tiba ini dikombinasikan dengan isolasi politik, menyebabkan kelaparan yang menewaskan sekitar 3,5 juta warga Korut.

Kelaparan ini mempengaruhi Korea Utara sampai sekarang. 

Pada 9 Oktober 2006, Korut menguji bom nuklir pertamanya yang berhasil. Meski bom ini relatif kecil, uji coba ini terlanjur memicu ketakutan ,dan kemarahan di komunitas internasional. Hal ini menyebabkan serangkaian sanksi internasional diberlakukan terhadap negara tersebut.  

Korut  membenarkan keberadaan senjata nuklirnya , dengan mengklaim bahwa senjata itu digunakan untuk pertahanan melawan invasi pimpinan AS. Namun, Korut juga mengancam akan menggunakan senjata ini secara agresif dan ofensif. 

Pada 4 Juli 2017, Korut meluncurkan rudal yang mampu mencapai AS. Ini memulai periode ketegangan yang disebut  'Krisis Rudal Korea' , karena memiliki kemiripan dengan Krisis Rudal Kuba. Meskipun rudal ini tidak dirancang untuk menjadi ICBM nuklir, rudal itu masih merupakan prototipe yang sukses.  

Korut melakukan serangkaian ancaman dan tindakan agresi baru, juga mengancam akan menyerang Australia, Guam, dan meluncurkan dua rudal langsung ke atas Jepang. Sanksi pun diberlakukan terhadap Korut serta juga beberapa sekutunya,  termasuk China. 

Pernah dilaporkan bahwa ketika terjadi bencana kelaparan di Korut, militer mencuri dari petani mereka sendiri untuk bertahan hidup.

Pada 3 September 2017, Korut  mengklaim meledakkan bom hidrogen pertamanya, dengan perkiraan hasil ledakan 50-120 kiloton.

Pada Oktober 2017, sebagai tanggapan atas latihan militer yang dipimpin AS, Korut membuat tawaran untuk menghentikan penelitian nuklir lebih lanjut dengan imbalan diakhirinya latihan tersebut.   

Pada 2018,  terjadi negosiasi diplomatik yang signifikan antara kedua Korea. Belakangan, Korut  menghancurkan beberapa pos militer di DMZ pada akhir musim gugur. Hal ini diduga disengaja untuk  menguji kemampuan ofensif pasukan operasi khususnya, serta isyarat Korut kepada musuh potensial. 

Isyarat Korut ini: jika musuhnya mencoba memulai perang, maka pembalasan akan datang dalam berbagai bentuk. Tidak hanya serangan rudal dan artileri, melainkan  juga pengerahan 180 ribu personel elit. yang mampu melakukan infiltrasi dan sabotase.  

Jika unit-unit ini berhasil membuka front kedua di belakang garis musuh, akibatnya adalah kehancuran, dan kekacauan yang signifikan  akan merusak upaya perang musuh mereka. Jika pasukan khusus Korut dapat menyerang infrastruktur sipil dan militer utama, hal ini dapat berdampak signifikan pada hasil perang di Semenanjung Korea, yang pada akhirnya memaksa AS dan sekutunya  melakukan pertahanan dengan cara yang tidak terlihat sejak saat itu.  

Militer Korut berkaca dari keterlibatan utamanya dalam membantu  pasukan Vietcong ketika melawan AS  selama Perang Vietnam pada 1968. Fase pertama serangan Tet atas ide Korut ini, dilakukan hanya dengan 80 ribu personel reguler Vietcong.

Banyak dari mereka adalah wajib militer yang kurang terlatih. Dari sinlah Korut mengklaim bahwa infiltrasi oleh 180 ribu pasukan elitnya pada masa kini , mampu melawan infrastruktur yang jauh lebih kompleks dan rentan.

Korea Selatan (Korsel) dan Jepang, dibandingkan dengan Vietnam Selatan, akan mengalami kehancuran dalam skala yang lebih besar ketimbang serangan Vietcong. 

Ditempatkan di Suriah

Korut telah lama mempertahankan hubungan dekat dengan Republik Arab Suriah. Pyongyang bisa dibilang adalah mitra pertahanan tertua dan diandalkan Damaskus. Personel Korut telah berperang bersama rekan-rekannya di  Suriah di semua pertempuran besar negara tersebut selama dekade 1970-an. 

Termasuk dalam Perang Yom Kippur dan Perang Lebanon untuk melawan Israel dan penumpasan pemberontakan kelompok militan Islam.  

Suriah, yang tidak memiliki basis industri militer yang cukup besar, maka bantuan Korut telah memainkan peran kunci dalam memodernisasi sistem senjata era Soviet di Suriah: kendaraan tempur lapis baja, artileri, hingga rudal permukaan ke udara.  

Pyongyang juga telah memberikan sekutunya itu banyak persenjataan rudal balistiknya, termasuk Hwasong-5, Hwasong-6 dan KN-02 Toksa yang merupakan kunci untuk mencegah serangan dari Israel.

Peran Korut sebagai penasihat militer telah lama hadir di militer Suriah, dan memainkan peran kunci  dalam perang maupun di masa damai.  Bantuan Korut telah menjadi aset yang tak ternilai bagi Damaskus.  

Dukungan Korea Utara telah menjadi kunci untuk meningkatkan jaringan rudal permukaan ke udara Suriah, karena Rusia menolak menyediakan sistem rudal jarak jauh yang lebih canggih, dan Iran yang tidak mampu melakukannya.  

Itu sebabnya,  persenjataan  Korut  telah memainkan peran kunci dalam memperkuat serangan udara Suriah melawan Israel maupun blok Barat. Serangan ini merupakan kesempatan bagi Korut untuk menilai kinerja sistem pertahanan udara era Soviet yang sudah ditingkatkannya  dalam menghadapi sistem persenjataan buatan Barat terbaru. 

Upaya itu dilakukan lewat keterlibatan persenjataan di Suriah. Pemerintah Suriah juga berterima kasih kepada Korut atas dukungan ekstensifnya ke sektor kesehatannya guna membantu meringankan krisis kemanusiaan sejak pecahnya perang. 

Sejumlah laporan menyatakan, militer Korut atau Tentara Rakyat Korea (KPA) juga mengirimkan pasukan darat ke Suriah untuk secara langsung membantu Damaskus. Langkah seperti itu tidak akan pernah terjadi sebelumnya lewat pengerahan personel darat Korut, termasuk untuk  mengoperasikan artileri Suriah selama Perang Lebanon.

Pilot-pilot Korut juga telah menerbangkan jet tempur buatan Soviet melawan Angkatan Udara Israel selama Perang Yom Kippur.  Bantuan militer Korut juga dikerahkan dalam membantu Suriah menghadapi pasukan teroris ISIS,  Al Qaeda dan Al Nusra.  

Bantuan Korut  ke Suriah, masuk akal secara strategis dari sudut pandang Pyongyang. Sebab, Damaskus, adalah salah satu mitra utama Korut setelah runtuhnya Uni Soviet dan sekutu negara Asia Timur  dalam melawan Blok Barat. 

Suriah adalah  kunci kemenangan strategis Korut di Timur Tengah. Ketika AS dan sekutu Eropa-nya terus mengumbar ancaman lewat dominasi mereka di Timur Tengah, Suriah memainkan peran sentral bersama Iran.

Dengan demikian, kekuatan Barat dianggap tidak dapat sepenuhnya mengalihkan sumber daya dan perhatian mereka ke kawasan Asia Pasifik.  Ini mencerminkan strategi Korut yang berhasil memecah pasukan AS selama Perang Vietnam.

Pyongyang ketika itu tidak hanya mengirim bantuan militer ekstensif  ke Vietnam Utara, tetapi juga mengerahkan personel tempur ke garis depan. 

Dalam upaya untuk memaksa AS  dan sekutunya membagi sumber daya antara dua front, Korut pernah memicu sejumlah provokasi militer di Semenanjung Korea. Termasuk sempat menjatuhkan pesawat AS, dan mengirim tim infiltrasi ke Korsel untuk memulai pemberontakan kedua di sana. 

Pengerahan militer Korut ke Suriah bersama dengan penasihat militer dan teknisi, sudah termasuk unit pasukan khusus canggih, salah satu aset paling berharga Pyongyang.

Kemampuan canggih dan standar pelatihan elit dari unit-unit ini telah dibuktikan selama insiden dengan militer Korsel.  Di antaranya, dalam insiden infiltrasi kapal selam Gangneung pada 1996, ketika tiga anggota pasukan khusus Korut terdampar di selatan Paralel ke-38.

Personel ini berhasil menghindari beberapa ribu tentara Korsel yang ditugaskan untuk menemukan mereka selama 49 hari.  Ketika dua dari mereka akhirnya ditemukan dan dieliminasi, mereka telah membunuh 12 tentara Korsel, dan menyebabkan 27 korban tentara lainnya, sehingga total 39 korban dari militer Korsel.  

Personel yang tersisa, tidak pernah ditemukan, dan diasumsikan berhasil kembali ke Korut.

Pasukan khusus Korut dilatih untuk beroperasi di belakang garis musuh, untuk memberikan pengaruh yang besar, bahkan terhadap musuh elit. Potensi mereka melawan pasukan gerilyawan Timur Tengah yang kurang terlatih dan compang-camping semisal ISIS, sangat mematikan.  

Pada Maret 2016, perwakilan pasukan pemberontak  menyatakan, personel militer Korut telah dikerahkan untuk operasi tempur di negara itu atas nama Damaskus. Mereka digambarkan sebagai 'mematikan'.  Ini membuktikan, Korut memiliki aset yang tak ternilai bagi upaya kontra pemberontakan yang dilakukan oleh pasukan pemerintah Suriah.

Mengerahkan pasukan khusus ke Suriah, tetap merupakan cara yang efektif untuk berkontribusi pada upaya perang Damaskus, sekaligus mendukung negara-negara sahabat melawan musuh-musuh yang anti-Barat.  

Keterlibatan  pasukan khusus Korut, dianggap sebagai  pasukan paling berbahaya yang belum pernah dihadapi oleh kelompok pemberontak Islam, seperti ISIS dan Al Qaeda.*** 

 

Sumber: Military Watch Magazine

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler