Junta jadi Iblis, Tentara Kachin pun 'Ngamuk': Myanmar jadi Negeri tanpa Koran

19 Maret 2021, 20:09 WIB
TENTARA KACHIN - Seorang Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) mengawasi dari pos terdepan di Negara Bagian Kachin, Myanmar. KIA telah lelah memperingati tentara pemerintah untuk berhenti menyakiti rakyat./MYANMAR NOW/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Pasukan dari semua etnis di Myanmar akhirnya bergantian menyerang militer karena tak tahan lagi melihat penderitaan sesama rakyat. Karena peristiwa brutal ini menyebar lewat media online ke seluruh dunia, jurnalis dari dalam maupun luar negeri pun terus ditangkap. Kantor-kantor media lokal ditutup hingga Jumat, 19 Maret 2021.

'Kegelapan' terus menyelimuti Myanmar setelah hampir 100 orang, yang didominasi pengunjuk rasa antimiliter, tewas menyusul kudeta militer terhadap Pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Itu sebabnya, Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA)  memperingatkan junta untuk tidak lagi menyakiti rakyat, terutama pengunjuk rasa. Menyusul serangan Tentara Etnis Karen, KIA pun 'turun gunung': melancarkan serangan terhadap pangkalan polisi di wilayah pertambangan batu giok di Kota Hpakant, Negara Bagian Kachin, Kamis, 18 Maret 2021.

Tambang ini merupakan sumber utama bagi militer, yang belakangan penjualannya ke luar negeri terutama di Eropa  dikenai sanksi sehingga tak bisa terjual.

Baca Juga: Kecam Anti-Asia di Amerika, Rihanna: Saya Merasa Sedih untuk Komunitas Asia

Baca Juga: Selain Diberi Nama Aprilio Perkasa Manganang, Serda Aprilia Kini Punya Nama Panggilan Lanang

Baca Juga: Warganya Diseret ke Pengadilan AS, Korut Sudahi Hubungan Diplomatik dengan Malaysia

Kepada Myanmar Now pada Jumat ini, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.com, seorang penduduk setempat menyatakan, serangan KIA menargetkan batalion polisi di dekat Desa Nam Maw dan Desa Seik Muu. "Ada batalyon polisi Myanmar di sekitar Nam Maw," kata seorang penduduk. Setidaknya, tiga pangkalan diserang," tambahnya.

Seorang warga sipil berusia 41 tahun di Seik Muu, cedera tangan kirinya selama bentrokan itu, lapor Myitkyina News Journal yang berbasis di Kachin. KIA telah melancarkan beberapa serangan terhadap pasukan rezim kudeta. Pertempuran juga dilaporkan terjadi di Kota Mogaung dan Kota Injangyang selama Maret ini.

Sekitar 200 warga terpaksa mengungsi atas bantuan KIA dari Injangyang di Gway Htaung dan Tan Baung Yan sejak Senin, 15 Maret 2021 setelah KIA melancarkan serangan terhadap militer di sana.

Wartawan Ditangkap, Media Ditutup

Pada Jumat sore ini, seorang wartawan BBC London, Inggris, dan mantan reporter Mizzima News, ditangkap oleh pria yang diyakini sebagai petugas berpakaian preman di Kota Naypyitaw, Ibu Kota Myanmar, seorang anggota keluarga mengkonfirmasi.

Wartawan BBC Burma ini, Aung Thura ditangkap ketika berada di depan pengadilan Distrik Dekkhina untuk melaporkan sidang atas nama Win Htein, tokoh dari partainya Su Kii yakni Liga Nasional untuk Demokrasi ketika dia ditangkap.

Mantan koresponden Mizzima News, Than Htike Aung yang bersamanya, juga ditangkap. Tidak ada rincian lebih lanjut tentang penangkapan atau penahanan wartawan yang diketahui saat pelaporan, menurut kerabat Htike Aung, yakni  Aung Thura. 

"Saya melihat beberapa petugas berpakaian preman, menyeret seseorang dengan celana panjang ke dalam mobil," kata pengacara Min Min Soe, yang berada di dekat pengadilan pada saat itu. Pria yang dilihatnya diyakini adalah Htike Aung. 

BBC News mengeluarkan pernyataan pada Jumat sore ini bahwa mereka sedang 'melakukan segala yang mereka bisa' untuk menemukan Aung Thura, yang disebut dibawa pergi oleh orang tak dikenal.

"Kami meminta pihak berwenang untuk membantu menemukannya, dan memastikan bahwa dia aman," kata pernyataan itu. 

Hingga Selasa, 16 Maret 2021, total 38 jurnalis ditangkap atau ditargetkan untuk ditangkap sejak kudeta 1 Februari 2021. Penangkapan terbaru terhadap wartawan BBC, dan mantan jurnalis Mizzima News, meningkatkan angka ini menjadi 40.

Hanya 22 reporter yang telah dibebaskan. Sepuluh wartawan lainnya telah didakwa melanggar Pasal 505 (a) KUHP, yang digunakan terhadap orang-orang yang dianggap menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu, atau membuat marah pegawai pemerintah.  

Berdasarkan amandemen undang-undang baru-baru ini, dakwaan tersebut disertai dengan hukuman penjara tiga tahun jika terbukti bersalah. Situs berita online, The Irrawaddy juga didakwa oleh junta, karena melanggar undang-undang yang sama lantaran 'mengabaikan' angkatan bersenjata dalam laporan tentang protes anti-rezim yang sedang berlangsung. 

Lima kantor publikasi termasuk Myanmar Now dan Mizzima News digerebek, dan izin penerbitan dicabut awal Maret 2021 oleh pihak junta. Penutupan surat kabar independen terakhir Myanmar ini, menandai tonggak baru dalam sejarah politik negara itu.

Menurut Myanmar Now, selama bertahun-tahun hingga Jumat ini, akan menjadi kenangan di mana  kebebasan pers di Myanmar benar-benar mati. Sampai hari ini, negara tidak lagi memiliki satu pun surat kabar independen.

Pada Rabu lalu, The Standard Time (San Taw Chain), The Myanmar Times, The Voice, 7Day News dan Eleven, telah  menangguhkan penerbitannya.

Hampir satu dekade silam,  pemerintahan mantan Presiden Thein Sein sempat perlahan-lahan mencabut pembatasan pers Myanmar yang lama tertindas. Karena penyensoran terbuka menjadi bagian dari masa lalu dan izin baru dikeluarkan, jumlah penerbitan pers terus berkembang, sebagai bukti membaiknya reformasi politik dan ekonomi.

Namun sekarang, hanya media berita online yang tetap menjadi sumber berita terakhir bagi jutaan warga Myanmar yang putus asa, dan haus akan informasi yang dapat dipercaya di tengah kehancuran industri pers oleh militer.  

Pada 22 Februari 2021, Jenderal senior Min Aung Hlaing memperingatkan media, bahwa izin penerbitan akan dicabut jika terus menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan persetujuannya.

Tetapi pada 25 Februari 2021, sekitar 50 media menyatakan niatnya  untuk terus melaporkan situasi yang sebenarnya terjadi, dan untuk menggambarkan rezim dan tindakannya yang tidak sesuai hati nurani dan pemikiran rakyat. 

Pada 27 Februari 2021, junta mulai menargetkan kalangan yang paling rentan, dan penting dalam seluruh proses pembuatan berita: wartawan. Lima jurnalis yang meliput tindakan keras junta terhadap pengunjuk rasa pun ditangkap kemudian dituduh menghasut berdasarkan pasal 505a KUHP. 

Reporter multimedia Myanmar Now, Kay Zon Nway adalah salah satu dari yang ditangkap hari itu. Dia melakukan tugasnya untuk mendokumentasikan serangan brutal terhadap pengunjuk rasa di Sanchaung, Kota Yangon,  ketika dia ditangkap saat melarikan diri dari pasukan rezim ketika mereka menyerang semua orang yang terlihat. 

Empat lainnya — Aung Ye Ko dari 7Days News, Ye Myo Khant dari Myanmar Pressphoto Agency, Thein Zaw dari AP, dan Hein Pyae Zaw dari ZeeKwat Media — melaporkan di dekat Hledan ketika mereka ditahan.  

Kini, kelimanya berada di Penjara Insein yang terkenal di Yangon, menunggu persidangan atas tuduhan yang menggelikan:  entah bagaimana mereka bisa dituduh bertanggung jawab atas kekacauan yang notabene hanya mereka saksikan di sana dengan risiko nyawa mereka sendiri. 

Di bawah amandemen pasal 505a baru-baru ini, mereka menghadapi hukuman tiga tahun penjara karena kejahatan: meliput penderitaan sesama warga negara mereka sendiri.

Menurut data yang dihimpun Asosiasi Bantuan Tahanan Politik dan terakhir diperbarui pada 8 Maret 2021, sebanyak 33 jurnalis telah ditangkap atau dijadikan sasaran penangkapan sejak kudeta 1 Februari 2021.*** 

 

Sumber: Myanmar Now 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler