"Nur, Nur," teriak Widya sembari menggedor pintu kayu, anehnya, hening, tidak ada jawaban dari dalam.
Masih berusaha memanggil, terdengar sayup suara lirih, lirih sekali sampai Widya harus menempelkan telinganya di pintu bilik.
Suara orang sedang berkidung.
Kidungnya sendiri menyerupai kidung jawa, suaranya sangat lembut, lembut sekali seperti seorang biduan.
"Nur, buka Nur!! Buka!" spontan Widya menggedor pintu dengan keras, dan ketika pintu terbuka, Nur melihat Widya dengan ekspresi wajah panik.
"Nyapo to, Wid (kenapa sih Wid)?"
Ekspresi ganjil Widya membuat Nur kebingungan, terlebih mimik wajahnya mencuri pandang bagian dalam bilik.
"Ayo ndang adus, gantian, aku sing gok jobo (ayo cepat mandi, ganti biar aku yang jaga di luar)."
Kaget, Widya sudah ragu, melihat samping bilik ada sesajen, Widya tidak tahu apa harus cerita ke Nur soal itu, namun dengan ragu, Widya akhirnya bergegas masuk bilik, menutup pintu.
Bagian dalam bilik sangat lembab, kayu bagian dalamnya sudah berlumut hitam, di depannya ada kendi besar, setengah airnya sudah terpakai.