Jalur layang tersebut tetap mengikuti jalur yang sudah ada. Sebagai jalur layang, akan dibangun pula stasiun baru di Weltevreden.
Stasiun baru tersebut akan ditempatkan sedemikan rupa sehingga selama proses pembangunan tidak mengganggu operasional Stasiun Weltevreden.
Keseluruhan rencana teresbut disampaikan oleh kepala insinyur, Koc H dalam sambutannya tanggal 4 Agustus 1917.
Sayang, usulan pembangunan jalur kereta api layang yang dikemukanan Koc H tidak terlaksana.
Sebagai gantinya, Stasiun Weltevreden diperbesar dan dirancanag memiliki halaman depan yang lebih luas.
Perubahan juga dilakukan sepenuhnya di emplasemen stasiun. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1928 Stasiun Weltevreden mengalami metamorphosis, menjadi bangunan bergaya art deco.
Di sisi utara stasiun dilakukan perpanjangan atap sepanjang 55 meter. Semula, kereta api diharuskan menginap di Stasiun Weltevreden serta adanya tempat mencucui kereta dan gerbong kereta api.
Setelah bangunan baru Stasiun Jakarta (kini Stasiun JakartaKota) rampung, kegiatan tersebut dipindahkan di emplasemen Stasiun Jakarta
Bangunan Stasiun Gambir setalah direnovasi menjadi gaya art deco, foto tahun 1939. (Sumber: Tropenmuseum)