Pakar Teroris India: ISIS Indonesia Siapkan Pasukan Wanita

- 1 April 2021, 18:57 WIB
TERORIS WANITA - Brigade Al-Khansaa menjadi model pejuang perempuan ISIS di seluruh dunia, termasuk pejuang perempuan dari Asia Tenggara./FOTO: INTERNATIONAL CENTER FOR THE STUDY OF VIOLENT EXTREMISM/
TERORIS WANITA - Brigade Al-Khansaa menjadi model pejuang perempuan ISIS di seluruh dunia, termasuk pejuang perempuan dari Asia Tenggara./FOTO: INTERNATIONAL CENTER FOR THE STUDY OF VIOLENT EXTREMISM/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Serangan simpatisan ISIS oleh seorang wanita yang belakangan tewas di Mabes Polri, Rabu, 31 Maret 2021, hanya insiden kecil. Toh serangan berikutnya bisa jadi mematikan karena sel ISIS di Indonesia diyakini sedang membentuk pasukan wanita untuk beraksi sporadis. 

Hal ini karena secara historis, peran aktif perempuan dalam kelompok teroris terkait peperangan maupun di zona konflik, baik pada tataran strategis maupun taktis,  mulai menunjukkan perubahan yang stereotipe, sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com dari Al Mesbar Studies  and Reseach Center,13 Oktober 2020.

Baca Juga: IPW: Serangan Teroris ke Mabes Polri Terkait Dendam Tewasnya Anggota FPI di Tol Cikampek!

Baca Juga: Serangan Teroris, Bamsoet: Alarm Keras untuk Waspada!

Baca Juga: Penyerang Mabes Polri Disebut Mahasiswi dan Anggota Perbakin, Bamsoet: KTA nya Anggota Airsoft Gun

Ulasan  Al Mesbar Studies  and Reseach Center ini, ditulis oleh Dr Sumaiyah Ahmed, Asisten Profesor di Sekolah Humaniora dan Ilmu Sosial, Jamia Hamdard, Delhi, India. Keahliannya meliputi wacana sosial-Islam tentang status dan peran perempuan dalam masyarakat Muslim.  

Ahmed juga memegang gelar PhD dari School of International Studies, Universitas Jawaharlal Nehru di  Delhi, India. Disertasi M.Phil dan tesis PhD-nya telah membahas perempuan Muslim dalam gerakan Islam dan pendidikan serta pemberdayaan perempuan Muslim.  

Sementara Al Mesbar Studies  and Reseach Center adalah sebuah pusat riset untuerbagai studi gerakan radikal dan terorisme. Setiap bulan sejak didirikan pada 2007, Al-Mesbar Center telah menerbitkan  buku bulanan. Sejumlah besar penelitian diterbitkan ke dalam bahasa Arab. Di antaranya, Mata Air Al-Qaeda: Suriah, Sinai, Mali (Volume 73, Januari 2013).

Buku ini  menyajikan wawasan tingkat dasar tentang bagaimana Al-Qaeda mengeksploitasi pergolakan revolusioner di kawasan itu, dan memberikan dasar konseptual bagi pemerintah terdekat dan jauh untuk bermitra untuk menggagalkan gerombolan ini.

Buku lainnya, Fatwa di Teluk dan Mufti (Volume 78, Juni 2013), yang mendokumentasikan pergeseran peran sosial dan politik dari fatwa agama di Arab Saudi, dan masing-masing dari lima negara Teluk, dengan memperhatikan tantangan serta peluang yang mereka hadapi.

 Ideologi Sesat ISIS Sasar Wanita Indonesia

Kelompok radikal dan ekstrimis yang beroperasi di Indonesia, sebagian besar merupakan sempalan dari Al-Qaeda atau ISIS. Serangan teroris oleh kelompok radikal terbesar di Indonesia, Jemaah Islamiyah (JI) di Bali telah mencatatkan rekor awal mula kegiatan teroris JI di zaman modern di Indonesia, dan di luar dunia.

Hal ini mengungkapkan  kerentanan Asia Tenggara terhadap kelompok teror. JI telah menyebar jaringannya ke luar Indonesia, terutama di Malaysia, Filipina, dan Singapura. Bertentangan dengan para pemimpin ideologis JI yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, Indonesia telah menyaksikan munculnya ISIS di wilayah ini di masa sekarang.

Kehadiran ISIS tidak hanya berdampak kuat pada kelompok radikal Indonesia lainnya, tetapi juga kepada perempuan, anak-anak, dan pemuda, dan telah berkembang menjadi ideologi baru dari orang Indonesia radikal. Kelompok radikal dan ekstremis yang mengikuti kerangka ideologis ISIS, semakin populer di Indonesia di kalangan wanita dan anak-anak.

Hal ini karena, pertama, pendekatan pragmatis ISIS terhadap posisi partisipasi perempuan dalam Jihad Agung. Kedua,  ISIS menggunakan taktik modern dalam memanfaatkan media populer untuk menarik pemuda Indonesia.

Berbeda dengan Al-Qaeda (AQ) dan kerangka ideologisnya yang tidak memperbolehkan perempuan menjadi bagian dari tim taktis atau hadir di medan perang. Kecuali  terlibat dalam mempertahankan hak dan wilayah mereka.

Sedangkan ISIS mengizinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam operasi tempur ofensif serta dalam kegiatan defensif . Komposisi dan ragam aktivitas perempuan dilaporkan dilakukan oleh Brigade Al-Khansaa (sayap perempuan ISIS), yang menunjukkan peran ekspansif.

Brigade Al-Khansa dibentuk pada awal 2014, yang bekerja sebagai unit penegakan agama perempuan atau 'polisi moral', dengan dukungan ISIS. Brigade Al-Khansaa menjadi model pejuang perempuan ISIS di seluruh dunia, termasuk pejuang perempuan dari Asia Tenggara.

Demografi sosio-religius perempuan Muslim di Indonesia menggambarkan bahwa pertama, perempuan sejajar dengan laki-laki dalam hal populasi. Kedua, perempuan Indonesia telah terpelajar, dan berpartisipasi aktif dalam ranah sosial mereka, serta aktif secara politik, dan peka terhadap agama. serta gerakan feminis.

Ketiga, perempuan Indonesia pada umumnya progresif, sehingga tidak diatur oleh nilai-nilai patriarki yang sama seperti masyarakat Arab atau Afghanistan.

Secara historis, di Indonesia, peran aktif perempuan dalam kelompok teroris terkait peperangan maupun di zona konflik, baik pada tataran strategis maupun taktis, terlihat menunjukkan perubahan stereotipe.

Peran Jihadis perempuan penganut ideologi ISIS , tidak hanya menyuplai  'pengantin bagi laki-laki'  dalam kelompok jihadis. Mereka juga dengan bangga mengambil posisi dalam menjaga kerahasiaan gerakan.

Selain itu, mereka menyediakan makanan dan perbekalan logistik untuk para pejuang. Da,  para wanita ini secara rutin menjalani pelatihan fisik untuk mempersiapkan kemungkinan mereka harus mempertahankan wilayah mereka dari musuh.

Propaganda ISIS lewat Telegram dan Facebook

Menurut kajian Ahmed, perempuan radikal Indonesia juga terlibat dalam mempersiapkan salah satu brigade terpenting untuk pasukan kelompok radikal dan ekstrimis. Inilah suatu pasukan tentara anak dan perempuan.  

Indoktrinasi orang tua radikal atau ibu ekstremis atau anggota keluarga fundamentalis telah berdampak besar ke pikiran anak-anak kecil. Dampak ini berpengaruh besar ke psikologi tentara anak yang direkrut ke dalam kelompok, dan gerakan melalui keluarga, serta kekuatan masyarakat lainnya yang lebih besar.  

Misalnya, para jihadis perempuan di Indonesia telah memainkan berbagai peran selama konflik di Maluku dan Poso pada 1998- 2002: mereka menyediakan amunisi, bahan peledak rakitan, dan pasokan logistik untuk para jihadis. Tetapi kontribusi terpenting mereka adalah menyediakan pejuang lokal, termasuk anak-anak kecil.  

Setelah konflik, mereka memainkan lebih banyak peran strategis: terlibat dalam dakwah, memelihara pikiran anak-anak muda terutama anak laki-laki, pendidikan, rekrutmen, dan kegiatan amal. 

Al Qaeda dan ISIS sangat gigih menyebarkan ideologi dan rekrutmen lewat media sosial. Radikalisasi sering mengarah pada perekrutan, dan dalam banyak kasus, terdapat sebuah mode utama:  menawarkan bantuan kepada mereka yang memiliki niat untuk menjadi pejuang, baik laki-laki, perempuan atau anak-anak.  

Dengan akses situs jejaring sosial, peran ekstrimis perempuan Indonesia menjadi sangat istimewa di zaman sekarang. Di situs sosial seperti Facebook atau Telegram, perempuan menunjukkan peran operasi dalam menyebarkan kekerasan.

Misalnya,  keterlibatan Ika Puspitasari, seorang Indonesia yang teradikalisasi, ikut berkampanye secara online dan memilih seorang suami dari kelompok Telegram Pro-Daesh pada 2015. Tujuannya, memberikan bantuan keuangan, dan melakukan operasi teroris di rumah. 

Untuk memenuhi tujuan finansial, Ika mengidentifikasi pembuat bom berbakat melalui Facebook dan Telegram. Dia kemudian membentuk grup Telegram tertentu untuk membahas transfer uang dan perencanaan serangan dengan rekrutannya, tetapi rencananya gagal ketika suaminya ditangkap.

Kasus Bahrun Naim 

Pernikahan adalah hubungan terpenting untuk menarik ekstrimis perempuan dan laki-laki radikal dari kelompok ekstremis satu sama lain. Pernikahan lintas batas, membawa para calon teroris di seluruh dunia untuk dihubungkan dengan Asia Tenggara, ketika mereka menikah dengan perempuan Indonesia atau sebaliknya  

Contoh klasik dari keterkaitan kuat perkawinan dengan penyebaran aktivitas teroris adalah Bahrun Naim,  yang merupakan pemimpin ISIS Indonesia, dan memiliki dua istri, Rafiqa Hanum dan Sri Lestari.

Keduanya bermigrasi bersamanya  ke Suriah, dan mengasuh keluarga dan anak-anak mereka di ISIS.  Kedua wanita tersebut diketahui mempromosikan pentingnya hidup di Suriah melalui media sosial.

Hanum dan Lestari menjadi bagian dari tulang punggung kepemimpinan Naim di ISIS Asia Tenggara ISIS: menarik perempuan dan laki-laki lain untuk bermigrasi ke Suriah.  

Beberapa Muslim radikal dari negara lain juga tertarik kepada wanita Indonesia, karena kualitas potensi penggalangan dana mereka telah memainkan peran strategis dalam penggalangan dana untuk kelompok ekstremis.   

Dalam beberapa kasus lain, anggota keluarga perempuan, diindoktrinasi oleh keikutsertaannya dalam lingkaran studi radikal, dan mempengaruhi keluarganya untuk bermigrasi dari Indonesia ke Suriah. Misalnya, enam wanita Indonesia yang dicurigai berafiliasi dengan ISIS ditangkap oleh pihak berwenang Turki pada 14 November 2015, saat mereka mencoba memasuki Suriah.

Karena wanita ISIS didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pelatihan senjata, maka tentara wanita ditemukan dilatih untuk melawan polisi oleh Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Ini salah satu organisasi teroris Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS, yang dikomandoi oleh Santoso sejak 2015.

Beberapa anggota wanita Santoso, tidak hanya menjalani pelatihan senjata, tetapi juga pernah terlibat langsung dalam kontak senjata melawan polisi.

Kelompok-kelompok teroris tak pernah berhenti menyerukan dan menyemangati perempuan Indonesia untuk melakukan perang suci Jihad Agung.

Kaum perempuan yang didoktrin sesat, wajib melawan pihak berwenang yang berlawanan dengan ISIS,  penggalangan dana, pejuang tempur, dan pelaku bom bunuh diri. Hal ino menunjukkan kuatnya indoktrinasi ISIS, dan keberhasilannya membentuk pola pikir masyarakat untuk radikalisasi.

Terlepas dari kenyataan bahwa pejuang perempuan radikal Indonesia terkadang dibayang-bayangi oleh pemimpin laki-laki yang karismatik, namun ada beberapa perempuan yang ingin tetap melanjutkan perjuangan, hingga mencapai status yang setara dengan rekan-rekannya. Ini karena mereka merasa hal itu menjadi tugas yang menentukan, untuk menghapus ketimpangan sosial dan ketidakadilan.

Kasus Dian Yulia Novita

Salah satu aksi radikal yang paling menyedihkan dalam kasus  bom bunuh diri adalah lewat kehadiran calon bomber wanita Indonesia pertama, Dian Yulia Novi pada 2016, yang menikah dengan M Nur Solihin, anggota sel ISIS.

Kendati aksi bom panci untuk menyerang Istana Kepresidenan RI gagal, keterlibatan Dian tak hanya menghebohkan Indonesia melainkan juga seluruh dunia.  

Selain itu, perempuan radikal Indonesia, yang meyakini bahwa keberhasilan membesarkan anak-anaknya menjadi mujahidin (pejuang laki-laki) dan mujahidat (pejuang perempuan), dapat menghadiahi mereka 'yang terbaik di surga'.

Untuk itu, doktrin sesat ini mendorong mereka terlibat dalam jihad (perang suci).  Itu sebabnya, menurut Ahmed, tidak mengherankan jika pemboman di Indonesia mulai melibatkan perempuan dan anak-anak.

Sebutlah serangan bom di tiga gereja di Kota Surabaya pada 25 Desember 2018. Pelakunya, Puji Kuswati dan Dita Oepriarto serta keempat anaknya, semuanya tewas bersama 12 pengunjung gereja.

Keesokan harinya, Tri Murtiono, Tri Ernawati dan ketiga anaknya meledakkan diri di kantor polisi di Surabaya. 

Terorisme -yang lama dianggap sebagai ranah eksklusif laki-laki- kini telah berubah karena keterlibatan perempuan. Dan, ini  telah menjadi fakta yang juga mempengaruhi keterlibatan anak-anak dan remaja dalam pertempuran sehingga proses deradikalisasi juga perlu dilakukan.*** 

 

Sumber:  Al Mesbar Studies  and Reseach Center 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah