Skater Putri Rusia Gunakan Narkoba di Olimpiade: Akhir Karier Pelatih Legendarisnya

12 Februari 2022, 20:46 WIB
Atlet Rusia, Kamila Valieva dilanda skandal doping di Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.* /Instagram /@kamilavalieva26

KALBAR TERKINI - Skater Putri Rusia Gunakan Narkoba di Olimpiade: Akhir Karier Pelatih Legendarisnya

Atlet dari tim skating beregu putri Rusia Kamila Valieva (15) positif dinyatakan menggunakan obat jantung terlarang sebagai doping sebelum Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.

Klaim ini menempatkan medali emas Rusia di nomor beregu dalam bahaya.

Baca Juga: Olimpiade Musim Dingin Beijing, GT: Air Sungai Kuning Mengalir Deras, Lima Cincin Olimpiade Menembus Es...

Selain itu, Valieva bisa dikeluarkan dari kompetisi putri minggu depan.

Dilansir Kalbar-Terkini.Com dari The Associated Press, Sabtu, 12 Februari 2022, hasil tes narkoba yang positif ini telah menjadi berita utama dari Olimpiade tersebut selama berhari-hari.

Hasil tes ini mengakibatkan Rusia menjadi sorotan badan-badan olahraga dunia lainnya, dan paling telak memukul Eteri Tutberidze, seorang pelatih skating legendaris Rusia.

Baca Juga: Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022: Refleksi Kebangkitan China Sebagai Kekuatan Global

Tutberidze sudah melegenda di balik dinasti skating Rusia, dan jarang berbicara kepada media.

Ini meningkatkan mistiknya sebagai seorang instruktur, yang menghasilkan sederet bintang remaja yang dapat mendaratkan lompatan, yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh remaja wanita lainnya.

Menjelang akhir latihan pada Sabtu ini, Tutberidze dan Valieva terlihat berpelukan penuh emosional, sebelum Tutberidze akhirya berbicara kepada media setelah menjadi sorotan di Olimpiade Beijing.

Baca Juga: Peristiwa Hari Ini 5 September, Pembantaian Munich saat Olimpiade Muenchen 1972 Tewaskan 11 Atlet Israel

Tutberidze pun memecah keheningannya selama ini untuk membela Valieva, dan mengatakan kepada TV Rusia:

"Kami benar-benar yakin bahwa Kamila tidak bersalah, dan bersih."

Para skater terlatih Tutberidze telah mendominasi kompetisi selama delapan tahun.

Tetapi, kritikus telah menyuarakan keprihatinan tentang karir pendek mereka.

Sebab, banyak di antara mereka yang pensiun sebagai remaja, atau cenderung menderita cedera serius.

Baca Juga: Medalinya Bukan Emas Asli, Ini Kata Greysia Polii Peraih Medali Emas Olimpiade Tokyo 2020, Beserta Faktanya

Valieva mencatatkan debut seniornya hanya lima bulan yang lalu, tapi dia sudah diakui seorang atlet skating bertalenta.

Valieva menggabungkan kekuatan lompatan yang spektakuler, mendarat dengan lompatan empat kali lipat pertama oleh seorang wanita dalam sejarah Olimpiade pada Senin lalu.

Keterampilannya pun elegan untuk memecahkan rekor dunia. Ketika seorang atlet di bawah usia 16 tahun - 'orang yang dilindungi' dalam jargon Olimpiade - dinyatakan positif menggunakan doping, maka aturan mengharuskan rombongan mereka harus diselidiki.

Baca Juga: Kisah Wahyana dan Qomarul Lailah, Dua Orang Guru yang Jadi Wasit Bulu Tangkis di Olimpiade Tokyo 2020

Itu berarti, badan anti-doping Rusia mesti meluncurkan pemeriksaan kelompok pelatihan rahasia, yang bisa memukul karier Tutberidze sebagai pelatih skating di Moskow.

“Di satu sisi, mereka adalah atlet profesional, dan mereka berkompetisi di kompetisi tingkat tinggi, seperti orang dewasa lainnya (melakukannya), dan harus siap untuk memikul semua tanggung jawab mereka,” kata Margarita Pakhnotskaya, mantan wakil CEO badan anti-doping Rusia, kepada The Associated Press.

“Tapi di sisi lain, kita tahu bahwa secara psikologis dan mental, mereka belum dewasa.

Dan, sebagian tanggung jawab ini harus dibagi dengan orang-orang senior, yang berada di lingkaran terdekat mereka," lanjutnya.

Pendekatan Tutberidze terhadap pelatihan berfokus ke atletik, dan etos kerja yang menakutkan.

Dia harus bekerja untuk membangun karier kepelatihan dari titik terendah sebagai skater tanpa uang, yang tampil di pertunjukan es di AS pada dekade 1990-an.

Dia kemudian terjebak di Oklahoma, tinggal di YMCA ketika selamat dari pemboman 1995 terhadap gedung federal di Oklahoma City.

Satu orang di lingkaran Tutberidze yang dapat menghadapi pertanyaan adalah dokter olahraga Filipp Shvetsky, yang menemani Valieva ke kompetisi internasional senior pertamanya pada Oktober 2021.

Dalam waktu kurang dari satu dekade, Tutberidze telah berubah: Dari seorang pelatih skating Rusia menjadi pemimpin sebuah dinasti.

Terobosannya datang ketika Yulia Lipnitskaya membantu Rusia memenangkan emas di tim Sochi pada 2014, dan menjadi peraih medali emas termuda kedua dalam sejarah olahraga.

Empat tahun kemudian, Tutberidze memiliki dua atlet wanita teratas, dengan Alina Zagitova yang mengalahkan Evgenia Medvedeva untuk memperebutkan emas.

Di Beijing, Tutberidze menjadi wanita ketiga Rusia yang bisa menyapu podium dengan lompatan quad dengan skor tinggi.

Tutberidze dapat memilih skater muda Rusia yang paling menjanjikan untuk kampnya, yang memiliki fasilitas dan pendanaan yang patut ditiru.

Dalam kejuaraan nasional di mana Valieva dinyatakan positif pada Desember 2021, seorang skater Tutberidze menang untuk tahun ketujuh berturut-turut.

Bintang-bintang yang dilatih oleh Tutberidze tidak memiliki karir yang panjang.

Juara bertahan Olimpiade binaan Zagitova beristirahat pada Desember 2019 dalam usia 17 tahun, dengan menyatakan bahwa dia perlu menemukan motivasi setelah kalah dari atlet Rusia yang lebih muda dengan lompatan quad.

Dia belum berseluncur secara kompetitif sejak itu, dan berfokus pada karir di televisi.

Medvedeva tampil di Olimpiade 2018 dengan tulang retak di kakinya.

Lipnitskaya pensiun dalam usia 19, dan mengungkapkan bahwa dia telah berjuang dengan anoreksia.

Cedera punggung kronis memaksanya pensiun pada tahun lalu.

Setelah dikalahkan oleh Elizabet Tursynbaeva dari Kazakhstan, wanita pertama yang mendaratkan quad di kejuaraan dunia pada 2019.

Skater Tutberidze lainnya, Darya Usacheva, menderita cedera serius pada November 2021, dan melakukan perjalanan pulang dengan kursi roda.

Rafael Arutyunyan, pelatih juara putra Olimpiade, Nathan Chen, menyamakan skater Rusia dengan karir pendek, ibarat cangkir kopi sekali pakai ketika diwawancarai pada 2020 oleh situs olahraga Rusia, tanpa menyebut nama Tutberidze.

Pandangan dan karier Tutberidze dibentuk dengan menghabiskan sebagian besar waktunya pada dekade 1990-an di AS.

Lahir di Moskow dari orang tua Georgia, Tutberidze tidak pernah berhasil menjadi pemain skating elit Uni Soviet.

Setelah Soviet runtuh, dia pergi ke AS untuk bermain skate di pertunjukan es.

Dalam sebuah wawancara langka, yang diterbitkan di situs Federasi Skating Rusia pada 2015, Tutberidze merinci bagaimana mimpi itu berubah menjadi masam.

Skater lain memiliki masalah visa, dan uangnya habis saat menunggu mereka tiba di Oklahoma.

Tanpa uang, dia menghadiri kebaktian gereja Baptis untuk mendapatkan makanan gratis.

“Kami harus duduk selama kebaktian, dan setelah itu mereka membawakan air untuk jemaat, dan beberapa sandwich kecil,” katanya.

Tutberidze mengaku tinggal di YMCA, hanya satu blok jauhnya dari gedung federal di Oklahoma City, ketika dia terjebak dalam salah satu aksi teroris terburuk di tanah AS.

Pengeboman pada April 1995 oleh ekstremis anti-pemerintah Timothy McVeigh, menewaskan 168 orang.

"Kaca, puing-puing, panel pecah, darah, tubuh yang dimutilasi," katanya. “Awalnya kami tidak mengerti apa yang terjadi.

Ada sebuah bangunan, dan sekarang tidak ada lagi, hanya debu, dan di persimpangan itu ada puing-puing, bukan mobil.”

Nama Tutberidze tertulis di 'dinding korban' di lokasi ledakan. Dia menghabiskan enam tahun di AS, pertama sebagai skater, kemudian sebagai pelatih di San Antonio.

Putrinya, Diana Davis, yang berkompetisi di Beijing dalam tim dansa es Rusia, lahir di AS.

Dia kembali ke Rusia, dan bekerja selama lebih dari satu dekade, sebelum menjadi pelatih yang diakui secara internasional.

Tutberidze menyatakan bahwa kesuksesan hidup membutuhkan masa-masa sulit — sebuah filosofi yang mungkin juga berlaku untuk gaya kepelatihannya.

“Ini adalah kehidupan yang sangat nyaman dan tenang di sana (di AS). Orang-orang hebat, hubungan yang luar biasa,” katanya.

“Tetapi bagi saya, ada kekurangan kontras dalam semua kelimpahan itu.

Ketika tidak ada kesulitan, Anda tidak dapat memahami apa itu kebahagiaan," katanya.”***

 

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: The Associated Press

Tags

Terkini

Terpopuler