WACANA TUNDA PILPRES DI SOROT DUNIA! Dikhawatirkan Kembalikan Otoritarianisme Orde Baru

14 April 2022, 23:45 WIB
Muncul penampakan mobil branding Jokowi 3 periode yang menurut info berada di Makkasar. Cek selengkapnya di sini. /

KALBAR TERKINI - Perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 merupakan wacana mengerikan dan berbahaya dalam sistem demokrasi di Indonesia.

Media internasional termasuk The Diplomat menilai, wacana yang kian didorong oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan ini, hanya akan mengembalikan otoritarianisme.

Otoritarianisme di Indonesia terjadi di era Orde Baru selama pemerintahan Presiden Soeharto, yang runtuh lewat gelombang gerakan reformasi pada 1998.

Baca Juga: Tahapan Pemilu 2024 Dimulai Juni 2022, KPU dan Bawaslu Segera Gelar Konsolidasi Persiapan Pesta Demokrasi

Wacana yang diperkuat purnawirawan jenderal TNI bintang empat di era Soeharto ini, telah memicu protes banyak kalangan di Indonesia.

Hal ini juga tak lain sebagai dampak dari terlalu banyaknya konsensus di antara kalangan elit yang berkuasa di Indonesia.

Demikian dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Diplomat, Rabu, 13 April 2022, tulisan Sebastian Strangio, editor koran ini untuk wilayah Asia Tenggara, yang juga mengaminkan tulisan editor senior The Jakarta Post, Endy Bayuni.

Baca Juga: Jokowi Dinilai Remehkan Visi Poros Maritimnya Sendiri: Saran agar Jokowi Dikenang sebagai Bapak Indonesia Maju

Wacana tersebut, mencerminkan mentalitas berbahaya, yang jika dibiarkan berkembang, hanya akan menjadi resep pasti untuk mengakhiri demokrasi dan kembalinya otoritarianisme.

Menurut Strangio, fakta bahwa gagasan ini sedang diperdebatkan, mungkin mencerminkan bahaya dari konsensus dominan, yang telah terbentuk di bawah pemerintahan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, terutama selama masa jabatan keduanya.

Selama delapan tahun berkuasa, Jokowi dinilai telah memperluas tenda politiknya sedemikian rupa, sehingga sekarang ini sudah mencakup mayoritas spektrum politik di Indonesia.

Baca Juga: Jokowi Lantik Anggota KPU dan Bawaslu Pusat Periode 2022 2027, Ini Pesan Presiden Joko Widodo

Strangio menilai, koalisi parlementer dari Jokowi mencakup sembilan partai politik. Termasuk Gerindra, kendaraan politik mantan jenderal TNI garis keras di era Soeharto, Prabowo Subianto.

Prabowo mencalonkan diri sebagai Presiden RI melawan Jokowi pada 2014 dan 2019.

"Memang, Kabinet Indonesia Maju periode kedua Jokowi, adalah yang pertama dalam sejarah Indonesia, yang mencakup semua kontestan pemilihan presiden terbaru," katanya.

Ditambahkan, setelah pemilihan presiden terakhir, Jokowi menyambut Prabowo ke dalam kabinetnya sebagai Menteri Pertahanan RI.

Baca Juga: WACANA JOKOWI 3 PERIODE! Politikus PDIP ke Luhut: Dia yang Ingin Menghancurkan Demokrasi, Dia Soeharto Baru

Hanya dua partai, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang tetap menjadi oposisi.

"Dengan berbagai kepentingan yang terwakili dalam pemerintahan Jokowi, pertanyaannya adalah mengapa pemerintah ingin menulis ulang aturan untuk memperpanjang masa jabatannya?" lanjut Strangio.

Hal ini dinilainya menunjukkan kebuntuan dari kalangan partisan tersebut, yang nota bene dapat menimbulkan masalah yang serius, terkait berfungsinya sistem demokrasi, persis yang sedang terjadi di Kongres AS.

Saat ini, menurut Strangio, mengutip Endy Bayuni di The Jakarta Post, bahaya serius juga dapat ditimbulkan oleh terlalu banyak konsensus di antara para elit yang berkuasa.

Kampanye penundaan Pilpres 2024 juga menunjukkan pikiran subversif berbahaya yang sedang bekerja di antara beberapa pemimpin politik negara.

Jokowi sendiri secara tegas membantah anggapan bahwa pemerintahannya berusaha memperpanjang masa jabatannya dan menunda Pilpres 2024, setelah berbulan-bulan saran untuk efek ini dari tokoh-tokoh politik senior.

Pernyataan ini ditegaskan oleh Jokowi selama rapat kabinetnya untuk membahas persiapan lanjutan untuk pemilihan, yang akan menandai akhir periode kedua masa jabatannya sekaligus merupakan masa jabatan terakhir sesuai konstitusi.

Jokowi memerintahkan para menterinya untuk menginformasikan kepada publik bahwa jadwal pemilihan presiden berikutnya telah ditetapkan, dan tidak akan berubah.

“Ini perlu dijelaskan agar tidak ada rumor yang beredar di masyarakat bahwa pemerintah berusaha untuk menunda pemilihan atau spekulasi tentang perpanjangan masa jabatan presiden atau masa jabatan ketiga terkait,” kata Jokowi.

Jokowi menambahkan bahwa pemerintahannya telah 'menyetujui bahwa pemilihan akan diadakan pada 14 Februari 2024'.

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah politisi senior dan anggota kabinet, telah mendukung gagasan perpanjangan masa jabatan Jokowi di luar akhir masa jabatan keduanya.

Ini dianggap bisa dilakukan, baik lewat penundaan Pilpres 2024, atau mengubah konstitusi untuk memungkinkan Jokowi mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.

Di bawah satu proposal, masa jabatan eksekutif dan legislatif pemerintah saat ini, baik di tingkat nasional maupun lokal, akan diperpanjang tiga tahun lagi.

Strangio kemudian mengutip artikel dari The Associated Press bahwa komentar Jokowi ini kemungkinan akan menghentikan momentum menuju langkah yang dikhawatirkan banyak orang akan sangat melemahkan kredibilitas sistem demokrasi yang relatif telah berhasil.

Pernyataan Jokowi itu juga muncul sehari sebelum Badan Ekskeutif Mahasiswa Seluruh Indonesia menggelar protes besar-besaran di Jakarta, Ibukota Indonesia, dan beberapa kota lainnya untuk menentang rencana tersebut.

Ironisnya, Strangio menulis, ide perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pilpres 2024, mendapat dukungan yang mengerikan dari dalam pemerintahan yang sedang berkuasa.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto memiliki gagasan yang sama.

Sementara ketua dari tiga partai terkemuka dalam koalisi yang berkuasa, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKN) dan Partai Amanat Nasional (PAN), masing-masing adalah yang kedua, kelima, dan yang kedua, sebagai partai terbesar keenam di DPR RI.

Masih menurut Strangio, partai-partai ini secara aktif berkampanye untuk penundaan pemilihan.

Organisasi massa Muslim yakni Nahdlatul Ulama (NU) yang berpengaruh, yang terkait erat dengan PKB, juga mendukung gagasan tersebut.

"Mungkin, pendorong yang paling menonjol adalah Menko Luhut Pandjaitan, yang telah mencatat bahwa mayoritas orang Indonesia mendukung gagasan tersebut," kata Strangio.

Berbicara di podcast pada Maret 2022, Luhut mengklaim tanpa bukti, bahwa mayoritas dari 273 juta penduduk Indonesia mendukung perpanjangan masa jabatan Jokowi.

“Pendapat pribadi saya, saya merasa ini akan lebih baik. Kalau dia (Jokowi) mendapat perpanjangan ... sekali saja, ”katanya, menurut Reuters.

Tapi, survei publik baru-baru ini, semuanya menunjukkan bahwa mayoritas responden yang sehat, menentang gagasan perpanjangan masa jabatan itu, meskipun Jokowi masih menikmati peringkat persetujuan yang sangat tinggi.

Pendukung gagasan tersebut mengklaim bahwa karena dampak pandemi Covid-19.

Ini juga dikaitkan rencana ambisius Jokowi yang bernilai miliaran dolar untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan.

Dengan demikian maka Jokowi dianggap berhak untuk mendapatkan lebih banyak waktu untuk mengatur perekonomian negara.

Namun, menurut Strangio, gagasan ini kemungkinan menjadi alasan yang dimotivasi.

Ini,mengingat bahwa masa jabatan kalangan yang mengusulkan itu, kemungkinan juga akan diperpanjang di bawah skenario tersebut.

"Memang, Kabinet Indonesia Maju periode kedua Jokowi, adalah yang pertama dalam sejarah Indonesia, yang mencakup semua kontestan pemilihan presiden terbaru," ujar Strangio.***

Sumber: The Diplomat

 

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: The Diplomat

Tags

Terkini

Terpopuler