Sultan Buton Tuntut DOB Provinsi Kepulauan Buton

26 Mei 2021, 11:50 WIB
MAKLUMAT SULTAN BUTON - Sapati Kesultanan Buton yakni La Ode Jabaru atas nama Sultan Buton mengumumkan maklumat terkait usulan pembentukan Provinsi Kepulauan Buton di Istana Ilmiah, Baubau, Ibu Kota Kabupaten Buton, Selasa, 25 Mei 2021./RRI/ /RRI

BAUBAU, KALBAR TERKINI - Tuntutan pemekaran daerah khususnya menjadi provinsi muncul dari Sultan Buton La Ode Muhammad Izat Manarfa di tengah masih diberlakukannya moratorium daerah otonomi baru (DOB) oleh pemerintah pusat. Sultan Buton lewat maklumatnya menuntut Kabupaten Kepulauan Buton lepas dari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) dianggap layak bediri dengan cakupan wilayah Kota Baubau, Kabupaten Buton, Buton Utara, Wakatobi, Buton Selatan,  dan Buton Tengah. Maklumat ini diumumkan lansung oleh Sapati Kesultanan Buton, yakni La Ode Jabaru di Istana Ilmiah, Baubau, Ibu Buton, Selasa, 25 Mei 2021.

Dikutip Kalbar-Terkini.com  dari KBRN, Rabu, 26 Mei 2021,  maklumat Sultan Buton dihadiri Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Sultra, tokoh masyarakat, keterwakilan pemuda,  dan masyarakat cakupan Provinsi Kepton.

Baca Juga: Pomdam XII Tanjungpura Kunjungi Panti Pepabri, Danpom Ajak Peduli Sesama dan Mohon Doa Kesehatan

Menurut Jabaru, keluarnya maklumat Sultan Buton didasari fakta sejarah,  yakni kesultanan Buton saat itu sebagai wilayah berdaulat berdasarkan keputusan kesultanan Buton. Kesultanan ini telah ikut berperan aktif dalam usaha persiapan menuju Indonesia merdeka, dan  bersepakat ikut dalam pembentukan  dan susunan organisasi Pemerintahan Republik Indonesia, dengan tetap mempertahankan eksistensinya sebagai daerah otonomi tersendiri.

Karena itu, lanjut Jabaru, guna mewujudkan cita-cita dan kehendak awal rakyat dari Kesultanan Buton,  maka pada 23 Agustus 1952, Sultan Buton bersama perangkatnya menyampaikan kehendak tersebut. Bentuknya, berupa surat kepada Presiden Republik Indonesia, agar Kesultanan Buton tetap diakui sebagai daerah otonom tersendiri dalam struktur Pemerintahan Republik Indonesia. 

Jabaru menambahkan, hal itu juga merujuk Undang-undang tentang Pemerintah Daerah,  yang pada hakekatnya menjamin pembentukan DOB. Ini berdasarkan asal usul historis dan sejarahnya, baik sebagai eks wilayah kerajaan maupun eks willayah Kesultanan, yang awalnya menyatakan diri bergabung di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Baca Juga: Giant Seluruh Indonesia Akhirnya Ditutup, PT Hero Ungkapkan Beratnya Bisnis Ritel Ditengah Pandemi Covis-19

Menurut Jabaru, hal itu seharusnya menjadi pertimbangan pokok,  dan menjadi prioritas utama dalam pembentukan Provinsi Kepton,  yang saat ini juga diinginkan oleh masyarakat Buton, tetapi belum juga direalisasikan oleh pemerintah.

Berdasarkan fakta sejarah itulah maka Sultan Buton menyampaikan empat poin penting kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Pertama,  Presiden Republik Indonesia agar menyikapi secara arif tuntutan masyarakat Buton ini dalam mewujudkan terbentuknya daerah otonomi baru,  yang disuarakan sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia,  sesuai dengan asal usulnya.

Kedua, DPR RI dan DPD RI diminta segera memproses pembentukan Provinsi Kepton, sebagai pemekaran dari Provinsi Sultra.

Ketiga, Gubernur Sultra diminta segera membentuk panitia,  dan memproses pembentukan Provinsi Kepton,  sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

Keempat, Sultan Buton memaklumatkan kepada masyarakat Buton di seluruh Nusantara untuk bersatu dan berjuang bersama,  demi terwujudnya Provinsi Kepton.

Baca Juga: Imbau Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan, TNI, Polri dan Pemkab Kapuas Gelar Operasi Rutin

Tak Pernah Dijajah Belanda

Menurut  catatan Kalbar-Terkini.com, warga suku Buton dikenal sebagai perantau , yang tersebar di seluruh wilayah Sulawesi,  terutama di tiga kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Warga asli Buton lebih banyak memilih berdomisili di Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Laut, dan Banggai Kepulauan.

Komposisi jumlah warga asli Buton di tiga kabupaten ini sedikit berada di bawah jumlah perantau suku Bugis dari Provinsi Sulawesi Selatan, (Sulsel), yang sebelumnya merupakan induk dari Provinsi Sultra.

Bedanya, jika suku Bugis  di wilayah ini cenderung bekerja sebagai pedagang, nelayan, pegawai negeri bahkan pejabat pemerintahan,  maka warga perantau dari Buton lebih banyak menggeluti bidang pertanian, nelayan, dan pedagang kecil.

Dilansir dari Wikipedia,  Sultra awalnya merupakan nama salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra),  dengan Baubau sebagai ibu kota kabupaten. Sultra ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasarkan Perpu Nomor 2 tahun 1964 Juncto UU Nomor 13 Tahun 1964.

Pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, Kabupaten Sultra merupakan sebuah Onderafdeling,  yang kemudian dikenal dengan sebutan Onderafdeling Boeton Laiwoi,  dengan pusat pemerintahan di Bau-Bau. Onderafdeling Boeton Laiwui terdiri dari Afdeling Boeton, Afdeling Muna, dan Afdeling Laiwui.

Onderafdeling secara konsepsional merupakan suatu wilayah administratif setingkat kawedanan yang diperintah oleh seorang wedana bangsa Belanda,  dan disebut Kontroleur (istilah ini kemudian disebut Patih) pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.

Sebuah onderafdeling terdiri atas beberapa landschap,  yang dikepalai oleh seorang hoofd dan beberapa distrik (kedemangan),  yang dikepalai oleh seorang districthoofd,  atau kepala distrik setingkat asisten wedana.

 Baca Juga: Vatikan Dituntut Ganti Rugi, Ilegal Reproduksi Gambar Yesus Kristus

Status Onderafdeling diberikan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke daerah-daerah yang memiliki kekuasaan asli,  dan kedaulatan yang dihormati,  bahkan oleh pemerintah Hindia Belanda sendiri.  Pengakuan kekuasaan ini diberikan,  karena daerah-daerah tersebut bukanlah jajahan Belanda,  namun sebagai daerah yang memiliki jalinan hubungan baik dengan Belanda.

Dalam beberapa anggapan bahwa Onderafdeling merupakan jajahan, tidaklah benar. Sebab dalam kasus Onderafdeling Boeton Laiwoi.  terdapat hubungan dominasi yang agak besar oleh Belanda,  sebagai pihak yang super power pada masa itu dengan kerajaan di Sulawesi Tenggara,  khususnya Kesultanan Buton, sehingga diberikanlah status Onderafdeling Boeton Laiwoi.

Afdeling Kolaka pada waktu itu berada di bawah Onderafdeling Luwu (Sulsel),  kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952, Sultra  menjadi satu kabupaten, yakni Kabupaten Sultra,  dengan ibu kotanya Baubau.  

Kabupaten Sultra meliputi wilayah-wilayah bekas Onderafdeling Boeton Laiwui, bekas Onderafdeling Kolaka,  dan menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara,  dengan pusat pemerintahannya di Makassar.***

 

Sumber: KBRN, Wikipedia, berbagai sumber

 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler